"Aku ucapkan selamat, Syah." ucap Jessie.
"Terima kasih, twins."
"Aku tak sabar akan hari pernikahanmu." sahut Martha.
Syahquita tertawa kecil, "Ohhh come on, guys. Aku masih ingin menikmati statusku sebagai mahasiswa."
"Ya tapi cepat atau lambat kau akan mendapat panggilan sebagai mrs. Devian." ledek Jessie.
Syahquita memutar matanya bosan sambil menghela nafas jenuh karena perkataan kedua sepupunya yang membuatnya merasa risih. Sejujurnya ia belum siap sama sekali membangun hubungan yang serius terlebih membangun rumah tangga.
Banyak sekali hal yang harus ia capai agar semua hal yang ia impikan terwujud satu per satu, tapi ia tak bisa menyakiti hati Devian. Biar bagaimanapun juga ia tak ingin kehilangan pria itu sebab ia sangat sangat mencintainya.
"Ya, terserah apa kata kalian saja." acuh Syahquita mengabaikan apa yang dikatakan Jessie.
Syahquita mengedarkan pandangannya kesekitarnya, semua keluarga dan temannya berada disekitarnya tapi ada 1 orang yang tak bisa ia temukan bahkan ia tak melihatnya sejak tadi.
"Di mana, Alfaz?" tanya Syahquita sambil melihat ke sana kemari.
"Hmm dia ada di depan." jawab Martha seperti tak enak dengan Syahquita.
"Oke, aku harus pergi." ucap Syahquita lalu pergi begitu saja meninggalkan kedua sepupunya.
Jessie dan Martha sepertinya ingin menahan wanita itu tapi mereka tak bisa. Mereka sudah tahu kemana Syahquita akan pergi, ia pasti akan menghampiri Alfaz yang berada di luar restaurant.
Ketika berada di luar area restaurant, Syahquita melihat sosok pria yang sangat ia kenali dari postur tubuhnya. Ia menghampiri pria yang selalu berada di sisinya sejak ia lahir hingga saat ini, pria kedua yang sangat ia sayangi setelah ayahnya. Meski terkadang sikapnya menguras emosi Syahquita tapi ia tetap menyayangi Alfaz setulus hatinya.
"Hii." sapa Syahquita.
Alfaz menoleh ke arah Syahquita, "Hmm Hi. Mengapa kau di luar?"
"Mengapa kau di sini? Dan mengapa kau tak di dalam?" tanya Syahquita selektif.
Alfaz tersenyum kecil mendengar pertanyaan dari Syahquita, "Aku hanya mencari angin."
"Come on. Pendingin ruangan di dalam berfungsi dengan baik. Aku tahu kau berbohong." geram Syahquita.
Alfaz memutar tubuhnya agar menghadap dengan Syahquita, "Aku tak akan pernah bisa berbohong padamu. Baiklah, aku akan mengatakan dengan jujur."
"Aku ucapkan selamat atas pertunanganmu dengan pria yang kau cintai, kau telah menemukan penggantiku." lanjut Alfaz.
Entah mengapa suasana hati Syahquita berubah menjadi sedih, selama ini Alfaz selalu setia menemaninya kemana pun. Walaupun terkadang ia bersikap menyebalkan kepada Syahquita, tapi Syahquita tak pernah memikirkan hal itu yang ia tahu bahwa ia sangat menyayangi Alfaz.
"Kau boleh mengatakan bahwa aku satu-satunya kakak yang amat egois, aku satu-satunya orang yang tak begitu bahagia atas pertunanganmu ini." kata Alfaz.
Syahquita hanya terdiam dengan memandangi Alfaz yang terlihat begitu santai tapi setiap perkataannya mampu membuat Syahquita merasa sedih.
Alfaz memegang kedua lengan Syahquita, "Kini kau sudah besar, kau telah menemukan pria yang bisa menjagamu lebih dari aku. Tugasku sebagai kakakmu sudah selesai.''
"Aku mohon jangan membuatku merasa seperti orang paling jahat di dunia ini. Kau tak akan pernah tergantikan oleh siapapun termasuk Devian. Kau kakakku sedangkan Devian hanya tunanganku, kalian berdua tak sama." Syahquita menitikkan air matanya sembari mengangkat pandangannya.
Alfaz tertawa kecil saat melihat Syahquita menangis, "Hey, mengapa kau menangis? Apa aku menyakitimu?"
Syahquita tak menjawabnya ia malah menangis tersedu-sedu saat Alfaz menggodanya, padahal untuk sesaat tadi ia membuat Syahquita merasa sedih.
Alfaz menarik Syahquita ke dalam pelukannya, "Oh ayolah. Jangan menangis, my little sister."
"Mengapa kau berbicara seperti itu padaku?" lirih Syahquita dalam isak.
Alfaz kembali tertawa kecil, "Aku hanya mengungkapkan apa yang aku rasakan."
"Tapi itu membuatku merasa bersalah, kau tahu seakan-akan aku ini adik yang paling jahat karena menggantikan posisi kakakku dengan tunanganku." ujar Syahquita masih dengan tangisannya.
Alfaz mengelus rambut Syahquita perlahan, "Kalau begitu aku minta maaf, aku tak bermaksud seperti itu."
"Aku mohon jangan mengatakan hal seperti itu lagi." ucap Syahquita dengan tangisan yang semakin menjadi.
Alfaz mengangguk pelan, "Baiklah aku berjanji, sekarang berhentilah aku tidak mau ada yang melihatmu menangis seperti ini."
Syahquita melepaskan pelukkannya, Alfaz menghapus air mata yang membasahi wajah adiknya dengan perlahan.
"Aku sangat menyayangimu melebihi diriku sendiri. Aku akan tetap bersamamu di saat kau membutuhkan aku." ucap Alfaz.
"Please stop, Alf. Kau menyuruhku untuk berhenti menangis tetapi kau malah mengatakan hal yang membuatku ingin menangis kembali." protes Syahquita dengan menghapus sisa air matanya.
Alfaz tertawa ketika Syahquita memprotes dirinya di saat wanita itu sedang menangis, "Hahah... Baiklah-baiklah aku tak akan mengatakan apapun."
"Promise." Syahquita menatap Alfaz penuh harapan.
Alfaz tak menjawa ia hanya mengangguk-angguk saja sambil tersenyum dan hal itu kembali membuat Syahquita kesal dan ingin menangis kembali.
"Mengapa kau hanya mengangguk-angguk saja?" geram Syahquita.
"Aku berjanji." jawab Alfaz dengan bersungguh-sungguh.
Syahquita kembali memeluk Alfaz sangat erat, Alfaz pun membalas pelukkan dari adiknya itu. Alfaz mengecup pelan kening Syahquita. Mungkin jika mereka yang tak tahu hubungan adik-kakak ini akan beranggapan bahwa mereka berdua sepasang kekasih ketika melihat mereka berdua pelukkan dengan mesranya.
"Baiklah, ayo kita ke dalam. Mungkin tunanganmu akan memporak-porandakan semua hal di dalam restaurant itu karena tak bisa menemuimu. "ledek Alfaz melepaskan pelukkannya.
Syahquita tersenyum kecut sambil memukul lengan Alfaz pelan, "Dasar jahil."
Mereka kembali ke dalam restaurant di mana semua keluarga dan kerabat mereka berada di dalam menikmati suasana bahagia karena pertunangan Devian dan Syahquita. Alfaz berjalan sejajar dengan Syahquita, ia merangkul adiknya dengan penuh kehangatan seorang kakak.
Ikatan antara kakak dan adik memang sangat ajaib, terlebih mereka sangatlah akrab sejak kecil. Hidup satu atap membuat mereka saling mendukung satu sama lain.
Tapi tak semua kakak beradik mempunyai keakraban seperti mereka, banyak di luar sana yang saling sayang sesama kakak beradik namun sangat cuek bahkan memiliki ego atau gengsi yang tinggi sehingga mereka memilih diam atau seakan tak peduli namun kenyataannya sangat peduli.
***
Terkadang apa yang membuat kita bahagia tak membuat orang terdekat kita bahagia. Mereka memiliki alasan tersendiri akan hal itu. Simple, mereka tak ingin kehilangan orang yang mereka sayang.
Semua kebahagian yang telah menyelimuti Syahquita ternyata tak membuat Alfaz bahagia namun walau pada akhirnya ia juga merasa bahagia karena melihat adiknya bahagia. Ya, ketidakbahagiannya disebabkan karena ia takut Syahquita akan jauh darinya dan akan sangat dekat dengan Devian. Hal itu wajar Alfaz rasakan sebab sejak kecil mereka selalu bersama-sama dalam menghadapi semua hal yang terjadi, maka tak heran jika ia takut kehilangan Syahquita.
"Morning, Alf." sapa Syahquita saat keluar dari kamarnya dan mendapati Alfaz yang kebetulan ingin berjalan ke bawah.
"Morning, Syah." sapa balik Alfaz seraya tersenyum kepada Syahquita. Mereka berjalan sejajar menuju ke ruang makan untuk sarapan bersama.
"Morning Mom, Dad, Granny, dan.." Syahquita tak melanjutkan sapaannya karena melihat Devian sudah terduduk bersama keluarganya di ruang makan.
Syahquita berjalan ke bangku yang berada di samping Devian, kehadiran Devian di pagi buta sangat mengherankan Syahquita. Tak biasanya pria itu di sini pagi-pagi sekali, entah ada badai apa yang menghantam pria itu sehingga ia datang di pagi hari.
"Morning, calon istri." sapa Devian dengan berbisik di telinga Syahquita.
Syahquita menyikut pelan lengan Devian, "Why you here?!" bisik Syahquita.
"Eheemmmm, Syah. Ayo, makan." tegur Sharon dengan tersenyum menggoda ke arah Syahquita.
Devian terselamatkan dari tatapan tajam Syahquita, kedatangannya memang mengherankan bagi Syahquita tapi tidak bagi keluarganya. Kedatangan Devian merupakan hal wajar bagi mereka semua sebab Devian adalah tunangan Syahquita.
Mereka semua sarapan bersama seperti hari-hari biasa lainnya. Sudah menjadi kebiasaan Syahquita hanya sarapan dengan dua slice roti dengan selai kacang atau coklat dan segelas s**u hangat. Bukan hanya Syahquita tapi semua keluarganya juga sarapan dengan menu seperti itu.
Selesai sarapan Alfaz, Jessie dan Martha berpamitan untuk pergi ke kampus. Entah mereka lupa akan kehadiran Syahquita atau tidak tapi yang jelas mereka meninggalkan Syahquita begitu saja padahal ia belum selesai sarapan.
"Heiiii, tunggu aku." teriak Syahquita lalu menengguk susunya dengan cepat.
Syahquita bersiap untuk lari dari duduknya namun tangan Devian menahannya dengan kuat.
Syahquita menatap bingung dengan reaksi Devian, "Why?"
"Kau akan ke kampus bersamaku."jawabnya.
Syahquita memperjelas tatapannya ke Devian, "Tidak akan."
Syahquita melepaskan tangan Devian yang menahannya, ia berpamitan dengan Mom, Dad, dan Granny, "Mom, Dad, Granny aku berangkat dulu ya. Bye."
"I love you, Mom." ucap Syahquita dengan mencium pipi Sharon.
"Mom, Dad, Granny kami berangkat dulu ya." pamit Devian menyusul Syahquita.
Syahquita amat terkejut begitu ia pamit Devian pun mengikuti jejaknya dengan berpamitan kepada Mom, Dad dan Margareth. Sebelum Devian menariknya ia bergegas lari dari ruangan makan menuju halaman rumahnya menyusul ketiga saudaranya itu.
"What the hell!!!" kesal Syahquita ketika mengetahui bahwa mobil Alfaz sudah tidak ada di halaman depan. Ia mendengus kesal karena mereka bertiga sampai hati meninggalkannya.
"Ayo kita akan terlambat jika kau hanya diam menatapi halaman ini." ledek Devian dari sisi kirinya.
Syahquita melirik tajam pria itu, "Mengapa kau datang ke sini pagi-pagi sekali?"
"Awwwhhh." rintih Devian kesakitan padahal Syahquita hanya memukulnya dengan pelan.
"Apa ada yang salah dengan kehadiranku di rumahmu?" tanya Devian sok polos.
"YOU THINK???" greget Syahquita.
Devian tersenyum kecil melihat kekesalan wanitanya yang tanpa sebab itu, ia menarik tangan Syahquita menuju mobilnya. Syahquita memperhatikan kendaraan yang Devian bawa kali ini.
Sejak kapan ia membawa mobil? pikir Syahquita dalam benaknya.
Devian membukakan pintu mobilnya untuk Syahquita, wanita itu masuk ke dalam mobil Devian dengan perasaan kesal. Bagaimana mungkin ia menyakiti perasaan Alfaz yang selama ini setia mengantarnya ke kampus dan dalam sekejap ia seakan melupakan kakaknya itu. Walaupun ia tak akan pernah melupakan kakaknya itu.
Hal yang paling dihindarkan oleh Syahquita ialah kehadirannya bersama Devian saat menginjakkan kaki di kampus karena pada saat itu semua mata akan tertuju pada mereka berdua, lebih tepatnya tatapan tajam dari para penggemar Devian yang tak bisa menerima bahwa Syahquita lah yang berhasil mendapatkan pria itu.
Empat puluh menit kemudian, mobil Devian berhenti di parkiran kampus. Syahquita memperhatikan sekelilingnya yang begitu sepi. Dalam hati ia amat bersyukur karena ia akan terbebas dari tatapan menyebalkan dari orang-orang.
Mereka berdua turun dari mobil, Devian menggandeng tangan Syahquita saat melintasi jalan menuju lobby kampus. Apa yang Syahquita takutkan terjadi saat mereka melintasi lorong kampus. Semua wanita di sekitar mereka satu per satu mulai menyanyikan alunan gossip tak mengenakan yang ditujukan kepada Syahquita.
Syahquita ingin menjauhkan dirinya dari Devian dan mencengkram para wanita itu tapi sayangnya tangan Devian menggenggam tangan Syahquita sangat kencang. Jika ia berusaha melepaskan secara paksa maka tangannya akan memar sebab ia sulit menggerakan tangannya.
"Mengapa Devian memilih dia? Padahal aku lebih cantik darinya."
"Apa tidak ada wanita lain selain Syahquita?"
"Aku yakin ia hanya menginginkan harta Devian saja."
Telinga Syahquita mulai panas mendengarkan alunan gossip yang begitu mengena emosinya. Emosinya sudah tak bagus sejak di rumah ditambah lagi dengan bisikan-bisikan yang memperparah emosinya. Syahquita terlihat begitu emosi tetapi tidak dengan Devian yang terlihat santai-santai saja bahkan ia masih sempat menyebarkan senyumannya kepada orang-orang yang menatap ke arah dirinya dan Syahquita.
Devian baru melepaskan tangan Syahquita saat di depan kelasnya, tanpa berkata apapun Syahquita langsung masuk kelasnya dan membiarkan Devian berdiam menatapinya dari depan kelasnya. Devian tak memperdulikan hal itu ia segera pergi dari kelas Syahquita menuju ke kelasnya.
"Ada apa denganmu, Syah?" tanya Jessie penasaran karena melihat wajah Syahquita yang cemberut.
"Nothing." ketus Syahquita lalu duduk di antara Jessie dan Martha.
Tak berapa setelah Syahquita duduk, Mr. Louis pun masuk ke dalam kelas untuk mengajarkan mata kuliah sejarah. Untuk pertama kalinya lagi ia mengikuti mata kuliah favoritenya dengan perasaan kacau yang sudah sekian lama tak pernah ia alami lagi.
Bukan kesal karena tatapan menyebalkan tetapi dengan aluna gossip yang terus saja berputar-putar dipikiran Syahquita. Mereka yang mengeluarkan bait-bait gossip itu sesama wanita, apa mereka tak merasa kesal jika berada di posisi Syahquita saat ini. Seberusaha apapun ia untuk melupakan setiap kata yang terlontar dari mulut-mulut wanita itu tetap saja ia tak mampu melupakannya.
***
Dua mata kuliah sudah berlalu, Jessie dan Martha mengajak Syahquita untuk pergi ke kantin namun ajakan itu ditolak Syahquita. Ia tak ingin bertemu dengan para penggunjing setianya, mungkin tadi Devian mampu menahannya tapi jika sekarang ia kembali bertemu dengan mereka maka ia akan mengacaukan rambut wanita itu dengan penuh kekejaman.
"Hii, what's happen?" tanya seseorang di depan Syahquita.
"Kau bertanya ada apa? Are you kidding me?" geram Syahquita.
"Seriously, aku tidak tahu ada apa denganmu." ucap pria itu.
"Apa kau tak mendengarkan perkataan para bitches pagi tadi?" kesal Syahquita.
Devian tersenyum kecil saat mendengar perkataan Syahquita, "Ya aku mendengarnya. Lalu apa masalahnya?"