Plan Of Marriage (2)

2000 Kata
Devian tersenyum mendengar jawaban wanitanya yang membuatnya bahagia, "Apa itu artinya kau mau menikah denganku dalam waktu enam bulan dari sekarang?" Syahquita menatap Devian sekejap, ia menghela nafas untuk sekian kalinya, "Ya aku mau. Tapi berjanjilah setelah pernikahan kau tidak akan melarangku untuk melanjutkan pendidikanku." Devian mengangguk mantap seraya menarik Syahquita ke dalam pelukannya, "Aku berjanji." Syahquita membalas pelukkan dari pria yang membuatnya kesal tapi sangat dirindukannya. Cinta memang membuat mata siapapun akan buta, Syahquita sudah tahu bahwa Devian membuatnya kesal namun ia masih saja memaafkan pria itu karena CINTA. Dan Devian akan melakukan apapun agar Syahquita memaafkannya karena jika wanita itu benar-benar marah padanya maka hubungan mereka akan hancur dan semua keinginan Devian akan rusak begitu saja. Jangan lukai dia lagi, Dev. Jika kau melukainya lagi maka keinginanmu akan gagal. Semua rencanamu akan rusak dan kau tidak bisa memilikinya seutuhnya. Rencanamu hampir berhasil! batin Devian. Entah apa yang pria itu pikirkan, sebegitu cintakah ia kepada Syahquita sehingga sangat ingin memiliki wanita itu seutuhnya. Sebegitu sayangkah ia sampai-sampai tak mau menyakiti perasaannya lagi karena takut kehilangan Syahquita. Kalau Syahquita sudah sangat jelas bahwa ia amat sangat mencintai Devian, sebab meski Devian mengecewakannya berkali-kali tetap saja bisa termaafkan oleh wanita itu. Hanya perlu kata "maaf" yang terucap dari mulut Devian maka ia langsung memaafkannya walau pria itu harus menjelaskan berbagai alasan ini dan itu. Tapi baginya alasan hanya pelengkap dan yang utama adalah kata "Maaf" itu sendiri.                                                                                            *** "Hii, My Little Girl." ucap seorang pria dengan suara yang pernah ia kenali sebelumnya. "Siapa di sana?" tanya Syahquita. "I'm your prince." kata pria itu lagi. Syahquita memperjelas pandangannya ke arah pria yang berdiri namun ia tak bisa melihat dengan jelas karena cahaya yang amat terang membuat matanya sulit melihat dengan jelas. "Siapa kau? Apa yang kau inginkan?" tegas Syahquita. "Kau..." "Ada apa denganku? Apa yang kau inginkan dariku?!" tanya Syahquita lantang karena ketakutan yang melandanya. Pria itu secara perlahan mulai mendekat ke arah Syahquita, wanita itu mundur ke belakang namun di belakangnya seperti ada dinding besar yang menghalanginya. Pria itu semakin dekat dengan Syahquita. "STOP! Menjauhlah!" teriak Syahquita. Pria itu tidak menggubrisnya, dekat semakin dekat pria itu dengan posisi Syahquita. Ia ingin sekali berlari namun ia tak tahu mengapa kakinya sulit di gerakan dan mengapa ruangan tempat ia berada terasa sempit. "Syahquita Valdez Campbell." "Tidak! Please, jangan sakiti aku!" teriak Syahquita. "Tenanglah aku tidak akan menyakitimu." kata pria misterius itu. "Please, menjauhlah dariku! HELLLPPPP MEEEEEEEEE." teriak Syahquita lagi sangat keras. "Syahquita. Syah, Syahquita." "Bangun, Syah." ucap seseorang yang suaranya sangat ia kenali. Seketika Syahquita langsung membuka matanya dan terbangun dari tidurnya, ia mengamati sekelilingnya seperti orang bingung. Syahquita menghela nafas lega, ia mengelap keringatnya yang ada di kening. "Apa yang terjadi?" tanya Alfaz. "Hanya mimpi buruk." jawab Syahquita lesu. "Oke, kembalilah tidur." ujar Alfaz bersiap untuk keluar dari kamar Syahquita. "Please, tetaplah di sini. Aku sangat takut, Alf." pinta Syahquita dengan menahan tangan Alfaz. Alfaz kembali duduk di tepi kasur Syahquita, ia mengelus pelan rambut Syahquita, "Baiklah aku akan tetap di sini. Kembalilah tidur."kata Alfaz menenangkan Syahquita yang Syahquita kembali ke posisi tidurnya, ia menutup matanya lagi. Ia sedikit tenang karena Alfaz ada di sampingnya, jika terjadi sesuatu maka Alfaz akan segera menolongnya. Tak butuh waktu lama untuk kembali terpulas karena mata Syahquita masih sangat mengantuk.                                                                                                             *** Matahari sudah menunjukkan cahaya kesebagian dunia. Secercah cahayapun perlahan masuk ke dalam kamar Syahquita melalui celah-celah di jendelanya. Namun, wanita itu belum juga membuka matanya hingga alarmnya berdering di angka 06.00 barulah ia membuka matanya. Syahquita tidak langsung bangun, ia membiasakan matanya dulu. Setelah matanya terbuka lebar, ia menyibakan selimutnya dan menurunkan kakinya dari kasur. Syahquita memandangi Alfaz yang tertidur di sofa yang ada di kamar Syahquita. "Good brother." decak kagum Syahquita tersenyum. Syahquita bangun dari kasurnya lalu melangkah ke tempat Alfaz tidur, ia membuka gordyn kamarnya berharap Alfaz akan bangun karena cahaya luar. Tapi beruntunglah pria itu karena wajahnya tertutup dengan selimut. "Alf, bangun kita sudah terlambat." teriak Syahquita dengan menggoyang-goyangkan tubuh Alfaz. "Lima menit lagi." jawab Alfaz membenarkan posisi tidurnya. Syahquita berkacak pinggang melihat reaksi Alfaz yang membuatnya sedikit geram, seketika otak jahilnya mempunyai ide yang dapat membuat pria itu langsung bangun tanpa bertele-tele. Syahquita membuka jendela kamarnya, "Siapa wanita itu? Mengapa ia melihat rumah ini dengan kebingungan. Hmm, mukanya tak asing. Aku mengenal wanita itu, tapi siapa ya?" "Tamia. Oh My God, wanita itu Tamia. Mengapa ia ke sini? Siapa yang ia cari?" lanjut Syahquita. Ide jahil Syahquita ternyata berhasil, dengan mata yang terbuka lebar Alfaz melihat ke arah jendela untuk memastikan siapa wanita itu. Syahquita segera menjauh dari Alfaz karena ia tahu sebentar lagi pria itu akan mengamuk. "SYAHQUITAAAAAAAAA." teriak Alfaz. Syahquita tertawa bahagia karena berhasil mengerjai Alfaz dengan menyebutkan mantan pacarnya, Tamia. Alfaz menatap Syahquita seperti banteng yang akan siap menyeruduknya dengan 2 tanduk yang tajam, mata kejamnya dan nafas yang sangat kencang. Alfaz berjalan ke arah Syahquita dengan marah, dan secepat mungkin wanita itu masuk ke dalam kamar mandi lalu mengunci pintunya. "Heiii, bukalah Syahquita!" tegas Alfaz dengan memgedor-gedor pintu skasar seperti debt Collector. "Tidak! Aku mau mandi, lebih baik kau keluar dan segeralah mandi My Lovely Brother." Setelah itu tidak terdengar suara apapun lagi, Syahquita penasaran apakah Alfaz masih ada di dalam kamarnya atau sudah keluar. Tapi Syahquita tak terlalu memperdulikan hal itu meski ia penasaran, lebih baik ia mandi karena ia akan terlambat jika harus berdebat dulu dengan Alfaz. Selesai mandi, berpakaian, dandan dan merapikan barang-barangnya, Syahquita segera keluar dari kamarnya. Saat ia keluarpun Alfaz juga keluar dari kamarnya. "Hi, My Lovely Brother. Apa kabarmu?" ledek Syahquita. Alfaz hanya diam berfokus menuruni tangga, diamnya Alfaz membuat Syahquita semakin ingin menjahilinya lagi. "Kau masih mencintainya kan Alfaz? Tamia your ex girlfriend?" goda Syahquita. "SHUT UP!" kesal Alfaz. Syahquita menatap Alfaz penuh dengan tanda tanya, "Oh My God, aku hanya bercanda mengapa kau sangat marah?" Alfaz tetap saja mengabaikannya, Syahquita tak merasa bersalah sedikitpun karena sikapnya tadi hanya bercanda. Lagipula itu hanya ide untuk membuat Alfaz terbangun dengan cepat, dan cara itupun berhasil so tak ada yang salah dalam hal ini. Syahquita dan Alfaz segera bergabung bersama yang lainnya untuk sarapan. Mereka berdua memang selalu datang terlambat untuk sarapan, tidak seperti Jessie dan Martha yang selalu datang awal ke ruang makan bahkan terkadang mereka bisa membantu Margareth untuk menyiapkan makanan di meja makan. Selesai sarapan seperti biasanya Alfaz, Syahquita , Jessie dan Martha berpamitan untuk berangkat kepada orang tuanya dan Margareth. Dalam perjalanan pun Alfaz hanya diam tanpa berkata sedikitpun dengan wajah marahnya. Sungguh ekspresi Alfaz tak juga membuat Syahquita merasa bersalah, tapi ia akan mencoba meminta maaf karena baginya dengan meminta maaf tidak merendahkan diri kita malahan kita akan terlihat sebaliknya.                                                                                                 *** Dalam keadaan bosan mampu membuat seseorang mencari berbagai kegiatan untuk mengalihkan rasa bosannya. Terlebih jika sedang dalam masa pengalihan perasaan, maka akan sangat membutuhkan banyak kegiatan positif yang mampu menghilangkan perasaan itu walau hanya sebentar. Mungkin dengan sedikit kebahagian mampu membuat kita merasa lebih baik, kebahagian itu sangat mudah untuk didapatkan dan kebahagian tidak bisa dibeli. Kebahagian akan datang jika kita membuat orang lain bahagia karena diri kita sendiri, pada saat itu ada sesuatu yang berbeda dengan perasaan kita. Untuk saat ini kebahagian Syahquita tertahan karena hubungannya dengan Devian yang merenggang. Sejak dua bulan lalu atau lebih tepatnya saat Devian dan Syahquita membicarakan masalah pernikahan mereka, Devian kembali menjadi pria yang super sibuk bahkan lebih sibuk dari yang kemarin-kemarin. Tentu hal itu membuat Syahquita merasa bimbang, ia ingin menyudahinya namun teringat pada cincin yang melingakar di jari manisnya. Syahquita dan Devian sudah melangkah kejenjang hubungan yang serius, sangat tak mungkin jika ia membatalkannya hanya karena Devian sibuk dengan pekerjaan. Selepas perkuliahan kedua saudara Syahquita memiliki kegiatan dengan klub mereka masing-masing, mau tak mau Syahquita harus pulang sendiri bersama Alfaz. Mengingat suasana pagi tadi ketika Alfaz marah padanya karena bercandaan yang menurut Syahquita hanya hal biasa namun mampu membuat kakaknya itu marah dan mendiami dirinya. "Hiii." sapa seseorang. Syahquita mengangkat pandangannya melihati orang yang menyapanya, ia sudah tersenyum saat ada seseorang menyapanya karena ia mengira orang itu adalah Alfaz tapi hal itu salah. Orang yang menyapanya adalah Devian. "Hiii." sapa balik Syahquita. "Ada apa? Sepertinya kau tidak senang melihat kehadiranku." kata Devian. Syahquita menggeleng pelan, "Tidak, bukan itu maksudku. Biasanya kau sangat sibuk dengan pekerjaanmu dan hari ini secara mendadak kau berada di hadapanku." Devian tersenyum kecil mendengar kata-kata Syahquita yang menggambarkan kekecewaannya, "Aku sudah jenuh dengan semua pekerjaanku, aku ingin terbebas dari itu semua hari ini. Apa aku tidak boleh menemuimu?" "Hmm tidak, aku tidak berkata seperti itu. Aku hanya heran saja." jawab Syahquita. "Baiklah, ayo ikut aku." Devian menarik tangan Syahquita untuk masuk ke dalam mobilnya. "Mau ke mana?" tanya Syahquita bingung. "Tenang saja aku tidak akan menculikmu, aku hanya ingin menghabiskan waktuku bersamamu." jawab Devian. Syahquita hanya diam menuruti apa yang Devian katakan. Mereka berdua masuk ke dalam mobil milik Devian. Devian menyalakan mesin mobilnya lalu memakai seat belt barulah setelah itu mobilnya berjalan menelusuri jalanan Scania di siang hari. Devian melajukan mobilnya ke sebuah tempat yang menurutnya mempunyai banyak kenangan bagi hubungannya dan Syahquita. Selang berapa lama mobil Devian berhenti di depan sebuah taman, Syahquita keluar dari mobil Devian kemudian ia mengamati taman yang ada di depannya. Taman ini adalah tempat yang menjadi awal kedekatan mereka dan di taman ini pulalah Devian menyatakan cintanya kepada Syahquita. Devian menggenggam tangan Syahquita mengajaknya masuk ke dalam taman itu, sungguh moment seperti ini sangat ia rindukan. Rasanya ingin sekali ia memeluk Devian tapi ego nya terlalu besar sehingga ia hanya melirik Devian dengan tatapan yang sangat hangat. Devian menuntun Syahquita untuk duduk di salah satu bangku taman, entah apa yang membuat pria itu membawanya ke taman di siang hari. "Mengapa kau mengajakku ke sini?" tanya Syahquita penasaran. Devian menoleh ke arah Syahquita, "Taman ini adalah bukti bahwa aku pernah menyatakan cinta kepada seorang wanita dua tahun lalu. Wanita yang sangat aku cintai, wanita yang sangat aku butuhkan, wanita yang sangat aku inginkan." Syahquita menundukkan pandangannya, ia tak berani menatap Devian saat ini. Jujur saja ada perasaan tak enak yang dirasakannya saat Devian mengatakan hal itu, seperti perasaan bersalah. "Aku tahu hubungan kita belakangan ini sangat tidak baik, aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku. Sampai aku jarang menghubungimu, aku hanya ingin memperbaiki keadaan ini selagi masih ada kesempatan untukku." kata Devian dengan menggenggam tangan dan menatap Syahquita. Syahquita tak berani menatap Devian secara penuh, ia hanya melihat untuk sesekali saja lalu kembali menundukkan pandangannya. Saat ini jantungnya berdegup kencang, ia menjadi sangat gugup sama seperti saat Devian menyatakan cintanya dua tahun lalu. "Perhatikanlah tempat kita duduk, dua tahun yang lalu untuk pertama kalinya kita duduk di sini dan itu menjadi awal kedekatan kita dan tempat di mana aku menyatakan cinta. Kini aku akan melakukan hal yang sama, mendekatkan kembali sesuatu yang mulai menjauh dariku. Sangat jauh." ujar Devian. Syahquita memberanikan diri untuk menatap pria itu sepenuhnya, ia mencerna setiap kata-kata yang terucap dari mulut Devian. Sungguh hatinya seperti diterpa angin topan sangat berantakan, porak-poranda, hancur tanpa bentuk. "Aku tahu kau juga menghindariku, kau pantas marah kepadaku karena memang aku yang membuat salah. Tapi ketahuilah sesibuk apapun diriku aku tetaplah Devian yang dulu, Freak man-mu yang selalu di sampingmu, Freak man-mu yang selalu membuatmu kesal dan bosan. Aku tetap Devianmu." lanjut Devian. Syahquita hanya bisa diam menatapi pria itu yang mendominasi perbincangan di antara mereka. "Aku mohon maafkanlah aku, dan izinkan aku memperbaiki semuanya karena aku tak ingin kehilangan dirimu. Apa kau mau memaafkan aku?" tanya Devian penuh harapan. Syahquita memikirkan hal itu dengan matang, "Kau tak perlu meminta maaf, ini salahku karena sikapku yang seperti kanak-kanak. Aku tahu seperti apa sibuknya dunia pekerja." Devian sedikit meneliti ekspresi wajah Syahquita, "Apa itu artinya kau memaafkanku?" Syahquita mengangguk mantap sambil tersenyum lembut, Devian tersenyum lebar setelah mengetahui jawaban Syahquita. Ia menarik Syahquita ke dalam pelukkannya. Devian mencium kening Syahquita penuh kehangatan. "Mari kita mulai semuanya dari awal, bantu aku untuk memperbaiki kesalahanku." kata Devian. Syahquita mengangguk pelan dalam pelukkan Devian, sungguh wanita itu tidak bisa menahan emosinya. Ia menangis haru saat merasakan hangatnya pelukkan yang ia rindukan, pelukkan dari pria yang sangat ia cintai. Devian melepaskan pelukkannya, ia memegang kedua pipi Syahquita, "Jangan bersikap tak acuh lagi padaku, aku mohon jangan melakukan hal itu lagi karena itu sangat menyiksaku." Syahquita mengangguk mantap sambil menatap mata cokelat muda milik Devian, "Aku tidak akan melakukan hal itu jika kau tidak membuatku kesal."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN