"kau sungguh indah Daisy!" puji Anthonio sementara ia masih memainkan jemarinya di balik rok mini yang dikenakan Daisy.
Jemarinya bermain di sana cukup lama, membuat tubuh Daisy menggelinjang nikmat seraya mencengkram kuat bahu Anthonio.
"s**t! Anthonio f**k me!" perintah Daisy yang sudah sangat terbakar gairah.
"belum saatnya, Baby." Anthonio menekan tubuh Daisy hingga membentur dinding, memcumbunya dengan kasar dan Daisy menyukainya.
"please!" pinta Daisy.
"say it again baby!"
"ohh please... Damn you Anthonio!" Daisy menarik rambut Anthonio agar lebih mendekat.
"jaga ucapanmu amor.. Atau aku menusukmu dengan sangat keras."
"that's what i want." tantang Daisy dan akhirnya membuat kedua mata Anthonio menggelap, lalu pria itu mengangkat tubuh ringan Daisy dan menungganginya dengan sangat brutal.
Jeritan kenikmatan dan perih keluar dari bibir seksi milik Daisy, Anthonio menyeringai senang melihat d**a Daisy berguncang hebat karena goyangan liarnya.
Terlihat jelas jika wanita itu haus akan sentuhan, haus akan belaian dan tubuhnya seakan menginginkan lagi dan lagi.
Daisy mendorong tubuh Anthonio hingga terjatuh ke bawah lantai yang beralaskan karpet bulu, Anthonio menyeringai senang saat Daisy dengan lincahnya menduduki dirinya dan bergoyang dengan seksi, membuat geraman keluar dari bibir Anthonio.
"Ugh... baby, kau sangat seksi." racau Anthonio seraya mencengkram dengan kuat pinggul wanita itu, memukul bokongnya dengan keras sehingga membekas merah di b****g seksi milik Daisy.
"Yes baby, faster!" Titahnya dan Daisy segera mempercepat temponya, wajah Anthonio memerah ketika ia hampir mencapai puncaknya, ditambah lagi ketika jemari lentik Daisy bermain di d**a serta otot kerasnya.
Pria manapun pasti tidak akan tahan menahan godaan Daisy ketika ia sudah mendominasi permainan.
Dan pada akhirnya, Anthonio buru-buru beranjak berdiri menumpahkan miliknya di wajah Daisy yang berlutut di hadapannya.
.
.
.
.
.
"kau tahu, adikmu selalu mengawasiku sepanjang hari." Anthonio menghembuskan asap rokok ke wajah Daisy yang sedang sibuk berlutut memainkan kejantanan Anthonio yang masih ereksi, membuat Anthonio menggeram pelan.
"mungkin ia menyukaimu.." balas Daisy acuh.
"well, akupun menyukainya... Akh..." Anthonio menjerit pelan setelah pelepasannya dan membuat wajah Daisy berlumuran.
"jangan coba-coba Anthonio!" Daisy mengambil tissu dari box dan membersihkan wajahnya.
"kenapa Daisy? Kau cemburu?" ejek anthonio.
"untuk apa aku cemburu? Kau ku pekerjakan siang dan ekstra untuk malam, jangan rusak adikku!" balas Daisy.
"kau terlalu naif Daisy, bagaimana jika orang-orang ku mengetahui bahwa klien mereka tidur dengan bos mereka. Belum lagi jika berita itu tersebar hingga kekantormu, itu akan merusak reputasimu." senyum Anthonio terukir di bibirnya.
"kau mengancamku?" Daisy mencoba mencengkram leher Anthonio, namun alhasil malah membuat dirinya jatuh ke pangkuannya lagi.
"kau melakukan hal yang salah jika menyerangku dengan tubuh telanjang, baby." Anthonio menyerang tubuh Daisy dengan keras, Daisy memekik ketika miliknya dibobol lagi dengan sangat keras.
"stop it Anthonio!" rintih Daisy.
....
Aku menutup buku n****+ yang sedari tadi aku baca, wajahku berubah masam setelah membaca akhir yang selalu bahagia dalam cerita tersebut. Iri kepada si wanita di dalam bacaan itu yang hidupnya selalu bahagia, tidak seperti diriku. Terkurung dalam dunia yang tak menyenangkan seperti ini, bahkan aku tidak mengerti apa artinya bergaul.
Aku merebahkan diri ke atas bantal ranjang berukuran queen size yang ada di kamarku, menatap langit-langit kamar pikiranku melayang.
Andai seorang pangeran tampan membawaku pergi dari sini, aku akan dengan senang hati mengikutinya meski ke ujung dunia sekali pun. Aku memeluk erat buku novelku, menutup kedua mata membayangkan hal yang selalu aku inginkan dalam hidupku.
Di momen seperti inilah aku bisa tenang, di dalam pikiranku sendiri, tanpa ada gangguan dari luar, Daisy sekalipun.
Tiba-tiba aku mendengar suara keributan dari luar, bukan suara seperti perkelahian atau sebagainya. Tapi riuh seperti sorak-sorai orang-orang.
Aku beranjak dari ranjang menuju balkon, sepertinya para pekerja itu tengah merayakan sesuatu.
Aku mengernyitkan kening, gazebo itu belum rampung mengapa mereka membuat sebuah perayaan di siang bolong seperti ini?
"Hey miss!" Panggil seseorang.
Aku langsung mencari sumber suara dan betapa terkejutnya diriku, apa aku sedang tidak bermimpi?
Pria itu berada di bawah sana, dan apa dia baru saja memanggilku?
Oh, pipiku pasti tengah memerah sekarang...
Seperti biasa, ia terlihat sangat tampan dengan jeans biru dan kaos oblongnya. Rambutnya berwarna kecoklatan terlihat dengan jelas jika ia tidak mengenakan topi koboinya.
"Mau bergabung?" Tanyanya.
Bibirku seakan tidak dapat mengeluarkan kata-kata, bertatapan dengan mata sebiru langit yang ternyata sangat memabukan itu. Dari atas sini, terlihat sangat jelas.
God, such a beautiful man...
Gumamku seraya mengerdipkan kedua mataku beberapa kali.
"Miss?" Panggilnya lagi, seketika membuyarkan lamunanku dan membuatku terlihat seperti orang bodoh.
"Ah... tidak terimakasih. Tapi aku tidak biasa minum alkohol." jawabku bohong, jujur aku ingin ikut. Berdekatan bersamanya, namun aku belum siap untuk sedekat itu dengannya.
Bisa saja nanti aku akan melakukan hal bodoh karena terlalu gugup jika bersamanya.
"Kau yakin?" Tanyanya lagi.
"Ya."
"Baiklah, pastikan kau tidak akan menyesali keputusanmu." ujarnya seraya tersenyum manis ke arahku.
Oh, Tuhan. Senyumnya yang menggoda dengan tatapan tajamnya itu hampir membuat tubuhku meleleh.
"It's Verone, right?" Suara besarnya terdengar sangat menggairahkan, sangat pas untuk ukuran pria dewasa sepertinya.
"Yes, and you?" Tanyaku balik, sepertinya percakapan kami makin berlanjut dan aku mulai menyukainya, mengesampingkan kegugupanku.
"Anthonio..." jawabnya ramah, bibir tipis itu tak henti-hentinya tersenyum. Aku dapat melihat ada brewok tipis yang menghiasi rahang tegas itu, sungguh karya tuhan yang paling sempurna yang pernah aku lihat.
Oh, jadi namanya Anthonio...
Well, setampan orangnya. Kataku dalam hati.
"Apa Kakakmu ada?" Tanyanya, aku menggeleng pelan.
"Dia sedang bekerja, mungkin malam akan pulang." jawabku, ia melihat ke arah gerbang utama. Seperti menunggu sesuatu yang aku sendiri tidak mengerti dan tidak perduli.
Kenapa kau bertanya kakakku ada atau tidak? Apa kau akan mengajakku keluar? Racauku lagi, anganku mungkin terlalu tinggi.
"Hm, baiklah Verone. Sampai jumpa kalau begitu." ujarnya ramah, yang hanya ku balas dengan senyum memgembang.
"Hah..." aku menghembuskan nafas kasar, seolah benar-benar terpesona pada pria itu.
Lihatlah caranya berjalan, seperti ia adalah model pria papan atas dengan bentuk tubuh sempurna seperti itu.
Kedua kakiku hampir saja lemas dibuatnya, lihatlah tangannya yang berurat! Aku dapat membayangkan jika jemari itu menyentuh diriku, menyentuh bibirku, turun keleher dan hingga akhirnya kebagian intiku.
Sial, mendengar suaranya saja selangkanganku berdenyut. Mungkin karena ia selalu menjadi fantasi di setiap malamku.
Dan ia baru saja berbicara padaku itu adalah sebuah kemajuan, mungkin saja kelak ia akan mengajakku keluar untuk sekedar berkencan.
Setelah itu, siapa yang tahu apa yang akan terjadi? Kataku dalam hati dan kembali memasuki kamarku.