Manager Baru

1122 Kata
"Sudah selesai, Fir?" Seorang atasannya datang menghampiri tepat setelah Safira selesai memindahkan semua barangnya. "Sudah." "Setelah ini bisa pastikan ruangannya rapi dan semuanya tersedia? Manager baru akan datang sebentar lagi. Tidak langsung bekerja sih, dia hanya memeriksa beberapa hal saja." "Baik." Lalu Safira masuk ke dalam ruangan dan segera mengerjakan tugasnya. Memastikan ruangan itu rapi dan segala yang dibutukan tersedia di dalam sana. Sehingga menimbulkan kesan yang baik jika manager divisi promosi yang baru tiba setelah ini. Safia mengambil beberapa map yang awalnya terletak di atas meja, kemudian bermaksud memindahkannya ke rak yang berada di belakang ketika dia mendengar seseorang membuka pintu. "Ruangannya sudah siap, Bu. Jadi jika manager datang, ini bisa digunakan." Dia berbalik ketika di saat yang bersamaan dua orang masuk. Kepala bagian bersama seorang pria yang tentu, setelah Safira mengenali wajahnya membuat ia tertegun untuk beberapa saat. "Terima kasih, Safira. Kamu bisa menyiapkan hal lainnya." Perempuan itu berujar. Safira masih terdiam di tempatnya, dan seakan tidak percaya dia masih menatap pria yang baru saja tiba. Dan sebaliknya, hal yang tak disangka-sangka pun Adnan rasakan ketika di sana, di depannya keberadaan perempuan itu ia temukan. "Safira?" ucap kepala bagian ketika tak mendapatkan respon dari bawahannya tersebut. "Ee … iya, Bu?" Yang segera membuyarkan lamunan Safira. "Tolong siapkan semuanya. Berkas dan apa pun yang akan Pak Adnan butuhkan nanti," katanya lagi. "Ba-baik, Bu." Perempuan itu pun beranjak. Namun dia berhenti sebentar ketika melewati Adnan. Menatap wajahnya tanpa mengucapkan apa pun, kemudian mengangguk pelan. Dan setelahnya, ia pergi untuk melakukan perintah atasan. *** Safira setengah berlari memasuki toilet, dan dia segera menyalakan air di wastafel bersamaan dengan dirinya yang memuntahkan isi perutnya. Rasa mual hebat mendominasi dan hal ini tak mampu dia tahan. Perasaannya campur aduk dan saat ini segala hal seperti sedang berusaha menekannya sampai ia tak mampu bernapas sama sekali. Perasaan itu datang lagi. Dan bagian paling sulitnya adalah melewati semuanya setelah sepuluh tahun berlalu. Selama itu dia mati-matian menghindar, melupakan dan mencoba menerima keadaan bahwa pria yang dicintainya tak dapat dimiliki. Juga meyakinkan dirinya sendiri bahwa semuanya bisa terlewati. Meski sulit dan membutuhkan perjuangan keras, tetapi dirinya berhasil. Namun sepertinya itu tidaklah cukup. Karena apa yang akan dihadapinya saat ini jauh lebih sulit dari yang ia bayangkan. Mendapati kehadiran pria itu lagi setelah sekian lama, nyatanya malah membuat ia terjatuh lagi pada perasaan yang dulu dia rasakan pada saat awal ditinggalkan. "Oh, ya Tuhan." Safia mengusap wajah dengan tangannya yang basah, lalu dia menatap dirinya sendiri di cermin. "Mengapa kau harus pindah, Safira? Pekerjaanmu di bagian keuangan sangat bagus dan kau sangat menguasainya. Hanya karena membutuhkan waktu lebih kau malah berada di sini. Tapi lihat?" Wajah pucat karena terkejut mendominasi, dan hal itu tak mampu ia sembunyikan. "Kau harus kembali, Safira. pekerjaanmu di sana jauh lebih baik dari pada di sini." Dia terus berbicara kepada dirinya sendiri. "Ya. Kembali ke bagian keuangan dan tetaplah di sana selamanya." Perempuan itu mengangguk. Kemudian dia merapikan penampilannya, dan memutuskan untuk keluar meski perasaannya masih tidak karuan. Namun Safira mengerutkan dahi ketika beberapa rekannya di divisi promosi tampak sibuk begitu ia kembali. Dan beberapa orang di antaranya bahkan mengerjakan beberapa hal padahal sebelumnya mereka tampak santai. "Ada apa?" Dia menghentikan orang yang paling dekat dengannya. "Atasanmu meminta laporan." Jawab pria dengan kemeja biru itu. "Atasan?" "Manager yang baru meminta laporan, rincian dan semua yang kita kerjakan di bulan sebelumnya. Juga catatan beberapa promosi yang sudah selesai maupun yang sedang dikerjakan." "Dia langsung bekerja?" Safira bertanya. "Tidak tahu. Kau kan asistennya? Coba tanya, apa harus semuanya dikerjakan atau kami punya waktu beberapa hari? Karena ini sangat banyak." Safira terdiam. "Safira?" Kepala bagian yang semula berada di dalam ruangan manager pun keluar. "Ya, Bu?" "Sepertinya Pak Adnan langsung bekerja hari ini. Tolong kamu siapkan semuanya ya?" "Eee … saya pikir … manager …." "Sepertinya dia berubah pikiran. Tapi itu bagus karena ada beberapa hal yang butuh penanganan segera agar semua pekerjaann bisa selesai tepat waktu." "Umm … baik, tapi ada hal yang mau saya bicarakan, Bu. Apa bisa?" Safira mengikuti perempuan itu yang melenggang ke arah luar ruangan. "Ada apa? Mungkin nanti saja karena sekarang Pak Adnan pasti sedang membutuhkanmu?" "Ini soal pekerjaannya, Bu. Sepertinya saya …." "Safira?" Lalu seseorang memanggilnya dari dalam. "Ya?" "Manager menanyakanmu," katanya yang menunjuk ke arah pintu ruangan manager di mana pria itu berdiri. Safira terkesiap dan wajahnya kembali memucat. "Sana, bekerjalah. Ini hari pertamamu juga setelah pindah, kan?" ucap kepala bagian lagi yang hampir melanjutkan langkahnya. "Tapi Bu, saya perlu bicara soal ini. Sepertinya saya mau …." "Nanti saja kita bicara lagi. Aku ada banyak pekerjaan hari ini, apalagi manager baru ternyata langsung bekerja. Kau bisa bayangkan bagaimana aku harus mengubah beberapa hal?" Perempuan itu berjalan cepat dan meninggalkannya yang tertegun di lorong. Lalu Safira memutar tubuh dan berjalan pelan kembali ke ruangan bagian promosi, di mana dia menemukan Adnan yang masih menunggu di depan mejanya. "Mati kau, Safira. Sepuluh tahun kau menghindari pria ini, tetapi sekarang dia ada di hadapanmu." Dan akhirnya dia berhenti beberapa langkah di depan Adnan. "Apa kabar, Fir?" Pria itu menyapa dengan suara pelannya. Bibir Safira kelu. Dia merasa ingin berlari, tetapi pekerjaannya tengah menunggu. Dan tidak mungkin juga dirinya pergi meski rasanya tak mampu menghadapi ini. "Abang tidak tahu kalau kamu …." "Sebentar saya siapkan semuanya, Pak." Safira memotong perkataan Adnan. "Ya, Fir. Tidak usah terburu-buru karena …." "Sebentar, Pak." Safira setengah berlari ke arah meja rekan-rekannya, lalu meminta beberapa dokumen yang sudah mereka siapkan. "Untuk sekarang mungkin baru ini saja yang bisa Bapak pelajari." Lalu dia kembali ke hadapan Adnan, dan tanpa menunggu lama segera masuk ke ruangan di mana pria itu nantinya akan bekerja. "Karena dadakan, jadi kami belum menyiapkan apa-apa. Maka, saya harap Bapak memakluminya." Perempuan itu meletakkan dokumen di meja. "Bisa Bapak rinci apa saja yang diperlukan agar saya bisa menyiapkannya sekarang juga. Sementara itu saya …." Dia meletakkan sebuah kertas beserta pulpennya di meja. "Fir?" Adnan mendekat. "Saya akan menyiapkan yang lainnya, Pak." Perempuan itu berbalik ketika di saat yang bersamaan Adnan segera menghambur memeluknya. Safira kembali membeku. Pundaknya melemas tetapi kedua tangannya terkepal begitu erat ketika sepasang tangan kekar itu memeluk tubuhnya. Namun tak ada yang bisa dia lakukan selain diam. "Akhirnya kita bertemu juga." Adnan setengah berbisik. Mati-matian dia menahan gejolak di d**a dan segala yang dirasakan sejak pertama kali menemukan perempuan itu. Baru saja dia memikirkan bagaimana caranya untuk menemukan Safira, tetapi takdir seperti sedang memberikan jalan kepadanya. Dan ini terasa lebih mudah dari perkiraan. "Fir, Abang …." "Maaf, Pak." Namun Safira segera mendorongnya untuk melepaskan diri. "Saya harus menyiapkan beberapa hal, jadi …." Dia berjalan melewatinya. "Bicaralah dulu sebentar karena Abang …." "Pak?" Safira berhenti kemudian memutar tubuh. "Maaf, saya sedang bekerja." katanya dengan mata berkaca-kaca, lalu sedetik kemudian ia berbalik dan segera pergi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN