Part 2 : Sepenggal Kisah Indah ( eps. 1 )

1201 Kata
Episode 1 Liburan di Paris Pagi itu , aku seperti terbangun menjadi Edi yang baru. Salju telah menyelimuti kota bandung. Anak-anak kecil bermain-main di jalan. Boneka – boneka salju menghiasi pekarangan-pekarangan rumah. Aku tidak pernah merasakan ini karena setiap musim dingin tiba , aku selalu berada di rumah yang jauh dari kota bogor. Di dekat kampung yang sama sekali tidak merayakan natal. Jadi seperti ini rasanya. Hiasan-hiasan di pinggir jalan. Boneka salju , pohon natal hampir di setiap rumah. “ Pagi sayang “ Luna menyapaku yang berdiri di dekat pintu. Ia sudah mandi , sudah wangi , dan sudah rapi. Bibi nya pun begitu. Ia taruh sarapan itu di dekat sofa tempat aku tidur , dan ia menawarkannya kepadaku “ Selamat natal sayang , ayo sarapan dulu “ Aku mengangguk dan tersenyum. Kami sarapan berdua. Dengan roti dan secangkir kopi hangat. Suhu diluar mencapai -10. Bumi menjadi lebih dingin setelah bencana salju putih. Tapi tidak menghentikan semua orang bersenang-senang. “ Apa kau bekerja hari ini? “ Luna menggelengkan kepalanya “ Tidak , hari ini , kita bersenang-senang!!!! “ Hari itu , kami jalan-jalan menikmati musim dingin di kota bandung. Luna menggunakan mantel musim dingin dan rok panjang berwarna hitam , serta tak lupa dengan sebuah topi musim dingin di kepalanya. Aku menggunakan jaket bulu pemberiannya , serta celana celana jeans dan topi panama berwarna hitam. Kami bergandengan tangan di tengah turunnya salju , menuju taman di mana orang bermain skating “ Wah , lumayan ramai yah “ Banyak orang yang bermain skating di hari raya ini. Kebanyakan keluarga atau muda-mudi yang sedang berkencan, seperti kami. Aku tidak ingat , tempat apa ini sewaktu abad 21 dulu. Bandung sudah sangat asing karena seluruh bangunan lama , mulai dari gubuk reot sampai Mall dan hotel, sudah dibumi hanguskan dan diganti dengan bangunan baru. Sekarang , ada banyak rumah teras dan townhouse sejauh mata memandang, dengan satu atau dua toko kecil diantaranya. Kerajaan berhasil mengubah Bandung , seperti Paris van java yang sebenarnya di abad 22. Ada kurang lebih 2 juta jiwa menetap di Bandung , menjadikan kota ini salah satu kota terpadat di zaman itu. “ Lunaaaa!!” dan teman-teman Luna tiba-tiba muncul di taman itu. Mereka melihat kami berduaan , berpegangan tangan , sehingga sontak saja mereka menggoda kami berdua. “CIEEEEEEEE!! Cuit! Cuit!!!” “ norak ah! Biasa aja kali!! “ gerutu Luna. Aku cuma tersenyum melihat mereka. “ Yuk yuk main! Jangan gangguin orang lagi pacaran” dan mereka meninggalkan kami berdua karena tidak ingin mengganggu kami pacaran “ hey! Apaan sih! “ Luna mengejar mereka dan akhirnya aku menemani Luna bermain dengan temannya. Aku agak kesulitan bermain skating karena memang aku belum pernah bermain ini sebelumnya. Mereka terkejut mengetahui itu. Luna akhirnya menuntunku , agar aku tidak terjatuh. Tapi disanalah aku senang , karena aku bisa mengukir kenangan baru bersamanya. “ Maaf ya , abisnya kamu gak bilang kalau kamu gak bisa main skating “ Luna takut aku marah karena ia mengajakku bermain skating. Aku cuma tersenyum geli. “ Gak papa , justru aku seneng “ lalu aku mencium pipinya di depan teman-temannya “ cieeeee! Uhuk-uhuk! Uhuk-uhuk! Kami masih di sini lo!!!” goda mereka “ ihh kamu... “ ia mencubit lenganku dan pipinya memerah karena malu. Kamu bermain sampai tengah hari , dan makan siang di cafe tidak jauh dari taman skating itu. Aku memesan masakan khas sunda , ayam goreng parahyangan , namun ternyata harganya mahal sekali. Teman-teman Luna mengira aku orang kayak. Karena aku membawa pistol kemana-mana , dan makan-makanan tradisional yang harganya jelas mahal sekali. Muda-mudi di abad 22 rupanya kebanyakan makan-makanan seperti roti , biskuit , atau sesekali , sapi panggang dan sayap ayam. Mereka akhirnya memesan teh , kopi , sayap ayam dan roti bakar. Aku membayar makan siang itu , karena aku dan Luna baru berpasangan. “ pintar kamu cari jodoh, udah ganteng kaya...” “ Dia anak saudagar ya, Luna? Keturunan ningrat ya? Ganteng... gentlemen pula. “ “ apaan sih... biasa aja . Dia bukan orang kaya kok. Dia tuh ngerti kita ngomong apa.... “ Luna memberi tahu mereka kalau aku mengerti walaupun mereka berbicara dengan bahasa mandarin. “ oh? Hehehehehe .... bisa mandarin juga ya ? “ Aku mengangguk. Salah satu teman Luna bernama Jinny tertawa malu ketika ia tahu aku mengerti yang mereka gosipkan. Makan siang itu pun usai. Kami naik trem , menuju ke pusat perbelanjaan terdekat. Trem di Bandung saat itu , tidak menggunakan listrik , melainkan ditarik oleh dua kuda. Tujuannya, tentu saja dalam rangka hemat energi. Gedung Pusat perbelanjaan itu , terletak kurang lebih 4 km dari taman skating. Lagi-lagi aku lupa di daerah apa pusat perbelanjaan ini karena lingkungan sekitarnya sudah benar-benar berubah. Pusat perbelanjaan itu sangat besar , dan arsitekturnya , sangat meniru Le Bon Marche di Paris. Pusat perbelanjaan ini adalah pusat perbelanjaan terbesar dan termegah yang dibangun pada zaman Kerajaan. Di dalamnya , masih ada brand seperti DnG , Gucci , Prada , Hugo Boss, dan brand-brand mahal lain yang juga dijual di dunia kalian. Ada juga brand terbaru keluaran kerajaan, termasuk toko senjata Remington , kebanggaan Kerajaan. “ Luna , telepon itu katanya bisa mengambil gambarkan? Ayo kita ambil gambar sama-sama!!” “ Boleh , bisa merekam juga loh... “ Luna sangat senang hari itu. Dan aku juga ikut senang. Mereka berfoto bersama, merekam video bersama, dan orang disekitar kami kebingungan dengan benda yang dipegang Luna. Kebanyakan orang berfoto pada zaman itu , adalah dengan kamera film. Hanya aparat Militer yang mempunyai kamera digital , ataupun teknologi sekelas smartphone. “ Makasih ya sayaaang. Aku seneeeeng banget “ Ia pun tersenyum dan memelukku. Kebahagian ini , akhirnya kurasakan kembali , sejak Xiao xiao meninggal di hong kong 70 tahun yang lalu. Aku pun sangat bahagia hari itu. Mungkin inilah petualangan yang seharusnya aku cari dan aku dapatkan. Sebuah cinta yang mampu menghapus kepedihan , dan memulai lembar baru dikehidupanku. Kami pulang sebelum matahari mulai terbenam. Namun saat kami hendak pulang , “ AW!! TASKU!!!” Seseorang mencopet tas Luna. Aku berlari mengejar pencopet itu, mengejar begundal itu hingga ke lorong-lorong sempit. Larinya cukup cepat , namun sayangnya aku lebih cepat. Kuterbab dia lalu kupukul sekuat-kuatnya berulang-ulang kali. “ Edi koboi? “ Dan ketika aku menoleh , beberapa orang beramput cepak sudah berdiri di belakangku. Mereka bertiga , berambut cepak, tidak berjanggut dan semuanya menentang senjata. Bukan remington , melainkan senjata yang sangat tidak biasa di masa itu, pistol FN. Dengan kaliber 9x19 mm , dan ketiganya sudah diacungkan kepadaku. “ Kau yang membunuh teman kami? Martin Silalahi? “ aku meludah dan menjawab “ siapa nanya?” “DOR!! DOR! DOR!” tanpa ambil pusing aku membunuh mereka bertiga, tanpa sempat mereka berkedip apalagi menekan pelatuk. Kusimpan kembali remington itu ku sarung pistol ku , dan tak lupa, kucengkram orang yang tadinya mencopet Luna. “ Jadi mereka yang nyuruh kamu?” ancamku “ Ampun mas ... saya cuma diancam , saya...” “ Prak” Kupatahkan lehernya sebelum ia menyelesaikan ucapannya. Berambut cepak, tidak berjanggut kurasa aku tahu mereka. Laskar Kerajaan memiliki kebiasaan menumbahkan janggut dan kumis , berbeda dengan jagoan-jagoan ini. Aku membunuh pencopet itu karena ia juga berambut cepak, lalu aku kembali menemui Luna yang menunggu di dekat halte trem.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN