Alana Athalia

977 Kata
Alana Athalia, seorang wanita berusia 24 tahun yang merupakan anak yatim piatu. Ibunya meninggal sejak dia masih kecil, sedangkan ayahnya meninggal saat dia duduk di bangku kelas dua SMA. Setelah kenaikan kelas, akhirnya Alana pindah sekolah ke Jakarta, mengikuti Bram dan Rosa, orang tua angkatnya. Alana menjadi murid baru di kelas tiga SMA, dan kebetulan dia satu kelas dengan saudara angkatnya yang bernama Alvin. Saat Alana pindah ke sana, Alvin memang sudah berstatus pacar Citra. Dan ya, hubungan Alana dengan Citra selama satu tahun sekolah tak pernah akur. Sejak awal dia diangkat anak oleh Bram dan Rosa, mereka sudah mengatakan kalau mereka ingin menjadikan Alana sebagai istri Arvan di masa depan. Namun sebelum pernikahan itu terjadi, Alana harus mengejar pendidikan dulu, singkatnya agar dia pantas bersanding dengan Arvan. Rencana ini sudah di susun sejak awal Alana pindah ke Jakarta. Bram dan Rosa sangat percaya pada Alana yang bisa memenuhi ekspektasi mereka untuk status seorang menantu. Apa yang bisa Alana perbuat selain menurut? Tak ada. Masih beruntung Bram dan Rosa menyayanginya dan membiayai hidupnya setelah ayahnya meninggal dunia. Karena itu, menurutnya Alana dengan semua rencana orang tua angkatnya, Alana anggap sebagai balas budi. Alana sebenarnya keberatan menikah dengan Arvan, begitu juga sebaliknya. Perbedaan usia mereka yang cukup jauh menjadi salah satu faktor mereka merasa kurang cocok. Arvan merasa Alana lebih cocok dijodohkan dengan Alvin saja karena mereka seumuran. Namun keinginan orang tuanya tak bisa diganggu gugat. Tetap dia lah yang harus menikah dengan Alana. Rencana perjodohan Arvan dan Alana memang tidak diketahui siapa pun kecuali mereka sekeluarga. Ada beberapa alasan kenapa Bram dan Rosa membiarkan orang-orang berprasangka Alana akan di pasangankan dengan Alvin, yang membuat Citra sebagai pacar Alvin salah paham jadinya. Namun sekarang, semuanya sudah terlewati. Jujur saja, Alana merasa lega karena akhirnya dia bisa mengakhiri salah paham yang dialami oleh Citra. Dia juga berharap semoga Alvin dan Citra mau bertemu dan membahas hubungan mereka, terutama perasaan mereka yang memang masih sama seperti dulu. "Undangannya akan dicetak besok dan akan langsung disebarkan. Ada yang ingin kamu undang?" Arvan bertanya pada Alana yang duduk di sampingnya. Mereka kini sedang berada di dalam mobil Arvan, pulang menuju kediaman Bram dan Rosa. "Keluargaku saja. Dan mungkin beberapa teman Alvin yang aku kenal," jawab Alana. Arvan melirik wanita tersebut dari sudut mata dan Arvan jelas merasakan perbedaan Alana. Dulu saat masih SMA, Alana tak berani menatapnya. Saat tak sengaja bertatapan dengannya Alana akan menunduk dan terlihat ketakutan, padahal Arvan tak melakukan apa-apa. Namun sekarang sikapnya jadi lebih berani. Dia tak lagi memperlihatkan rasa takut saat bertemu atau bertatapan dengan Arvan. Dia sudah tumbuh jadi seorang wanita dewasa. "Papa sudah menyiapkan rumah yang akan kita tempati setelah menikah nanti. Katanya sebagai hadiah pernikahan kita," ucap Arvan. "Ya, aku tahu. Mama sudah mengatakannya padaku sehari setelah aku sampai di rumah," balas Alana. Ya, rencana pernikahan ini disusun oleh Bram dan Rosa. Arvan dan Alana tak ikut andil dalam penentuan tanggal pernikahan. Semuanya berjalan sesuai dengan keinginan Bram dan Rosa. "Aku hanya ingin mengingatkan pembahasan kita seminggu sebelum kamu kembali ke sini. Mungkin saja kamu lupa," ucap Arvan. Alana diam dan berusaha mengingat pembahasan mana yang Arvan maksud. Otak Alana sudah menampung telalu banyak masalah hingga dia lupa mana yang di bahas. "Pembahasan yang mana?" Alana bertanya seraya menengok ke arah Arvan dengan tatapan bingung. "Perjanjian pranikah." Arvan menjawab. Alana diam sesaat kemudian dia teringat dengan pembahasan perjanjian pranikah yang Arvan maksud. "Oh ya. Aku ingat sekarang." Alana berucap. Perjanjian pranikah ini diusulkan oleh Alvin. Jujur saja, Arvan dan Alana tak pernah memikirkan hal tersebut. Mereka nikah karena terpaksa kan? Untuk apa membuat perjanjian seperti itu? Namun ternyata rencana Alvin disetujui oleh Bram dan Rosa. "Surat perjanjiannya sudah selesai aku buat. Kita bisa melihatnya dan menandatanganinya bersamaan jika ada waktu nanti," ucap Arvan. Alana pun menganggukkan kepala. Dia tidak tahu apa saja isi surat perjanjian tersebut. Arvan pernah membahasnya lewat telepon, namun Alana lupa apa saja poin yang tercantum. Yang jelas, pernikahan mereka bukanlah pernikahan kontrak yang ditentukan jangka waktunya. Bram dan Rosa tak akan menyetujui semisal mereka suatu hari nanti ingin bercerai. Jadi ya, walau mereka menikah karena terpaksa, mereka tetap harus menjalankan peran dengan sesungguhnya. Berat memang. Setelah beberapa menit di perjalanan, akhirnya mobil Arvan tiba di halaman rumah orang tuanya. Untuk sekarang, mereka memang masih tinggal bersama dengan orang tua Arvan. Baru setelah menikah nanti mereka akan tinggal berdua saja. Arvan dan Alana keluar dari dalam mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah bersamaan. Sesampainya di dalam rumah, Rosa menyambut mereka berdua. "Udah pulang lagi? Udah puas jalan-jalannya, Alana?" Rosa bertanya pada anak angkatnya tersebut, yang tak lama lagi akan menjadi menantunya. "Sudah, Ma. Sepertinya aku ingin beristirahat saja dari pada menghabiskan waktu diluar rumah," ucap Alana. Dia lalu duduk di sofa ruang keluarga, di samping Rosa yang sedang memegang sebuah majalah. "Ya sudah kalau begitu. Oh ya, gaun pengantin sudah kamu cek?" Rosa bertanya seraya menaruh majalah yang dia baca di atas meja. "Kebaya, gaun pengantin, sepatu, cincin, semuanya sudah, Ma." Alana menjawab. Rosa tersenyum lebar mendengarnya. "Bagus. Mama sudah tak sabar menunggu hari pernikahan kalian nanti," ucap Rosa dengan antusias. Arvan dan Alana saling berpandangan saat mendengar itu. Nyatanya mereka berharap hari pernikahan bisa diundur selama mungkin, atau dibatalkan saja. Oh jelas itu hanya harapan mereka saja. "Aku juga, Ma. Oh ya, aku izin ke kamar duluan ya, Ma. Mau mandi," ucap Alana. Rosa mengangguk, dan Alana pun segera pergi dari sana. Meninggalkan Rosa bersama dengan Arvan di sana. "Bagaimana? Alana makin cantik kan? Sekarang dia kelihatan dewasa dan matang. Orang-orang gak akan tahu kalau usia kalian terpaut cukup jauh," ucap Rosa. Arvan hanya mengangguk saja mendengarnya. Orang tuanya selalu bilang kalau perbedaan usia bukanlah masalah besar. Namun bagi Arvan itu adalah sebuah masalah karena dia dan Alana tak saling mencintai. Tapi ya sekali lagi, dia dan Alana tak ada pilihan lain selain menuruti perintah dan keinginan orang tuanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN