Prolog
Sebelum baca cerita ini, disarankan untuk baca Jodoh Untuk Daddy terlebih dahulu.
Pertemuan untuk membahas mengenai rencana pernikahan mereka di salah satu kafe yang tidak jauh dari kantornya Agam. Lelaki itu dengan senang hati bertemu dengan Kadita untuk membahas mengenai kelanjutan hubungan mereka berdua yang rasanya memang sudah sepantasnya untuk diikat. Dua tahun bukan waktu yang sebentar bagi Agam mengenal seorang perempuan yang dia yakini bisa menjadi istri dan juga ibu dari anak-anaknya di masa depan.
Perasaan cintanya kepada Kadita juga yang begitu besar. ditambah lagi dengan kesetiaan yang Kadita berikan memang sudah cukup baik dalam memberikan Agam rasa yakin bahwa Kadita adalah perempuan yang pantas bersanding dengannya. Ditambah lagi dengan perasaan kuat yang dia yakini bahwa yang terakhir kalinya adalah Kadita.
Memang banyak perempuan di luar sana yang pernah masuk dalam daftar mantan kekasihnya Agam, tapi hanya Kadita yang mampu membuat Agam tersadar akan suatu hubungan untuk mengikat hubungan mereka berdua dengan pernikahan.
Rasa bahagia dan juga haru ketika Agam waktu itu berani menghadap ke orangtuanya Kadita untuk meminta kekasihnya menikah dengannya. Pekerjaan yang pertama kali ditanyakan oleh calon mertuanya. Bagi Agam itu tidak mengapa, karena sudah pasti orangtua menginginkan yang terbaik untuk anaknya.
Secara finansial jelas Agam akan mampu menghidupi Kadita dan tidak akan pernah kekurangan apa pun. Namun, Agam berusaha sendiri untuk memenuhi itu semua karena langkahnya yang berbeda dari kebanyakan saudaranya yang meneruskan bisnis orangtuanya. Agam sendiri tidak, ia memilih jadi seorang karyawan di salah satu perusahaan dan belajar banyak di luar sana untuk bisa membuat perusahaan sendiri suatu saat nanti. Tidak peduli apa pun pekerjaan itu. Yang pasti dia ingin yang terbaik untuk Kadita di masa yang mendatang.
Karena perempuan itu juga menerima dia dengan baik. Kadita yang merupakan anak orang sangat kaya tapi tidak pernah menolak diajak jalan ke mana pun. Agam merasa calon istri yang ada di depannya ini sangat sederhana dengan kekayaan yang dia punya.
Perempuan ini selain baik, dia juga sangat menghargai usaha Agam. Berapa pun uang yang diberikan ketika Agam ingin memberikan sedikit gajinya untuk Kadita. Perempuan ini jelas tidak protes sama sekali.
Namun suasana menjadi berbeda ketika Kadita terlihat cemas kepadanya. “Ada sesuatu yang terjadi?”
Kadita menggigit bibir bawahnya merasakan getaran hebat di dalam hati takut bicara pada Agam sekarang. Ekspresinya yang dingin dan sulit ditebak sebenarnya perasaan apa yang dirasakan oleh Kadita sampai mengajak Agam bertemu di sebuah kafe yang jaraknya hanya beberapa ratus meter dari tempat Agam bekerja.
Cincin yang bertengger di jari manisnya Kadita masih ada. Harga cincin tersebut masih kisaran di bawah lima juta. Tapi Kadita tidak protes dengan harga cincin yang diberikan oleh Agam.
Masih dengan pertanyaan yang sama, perempuan itu tidak menjawab apa pun yang ditanyakan oleh Agam.
Cincin yang tiba-tiba dilepas oleh Kadita sembari menatap Agam dengan lekat. “Maaf aku nggak bisa nikah sama kamu, Agam.”
Seperti disambar petir, tatapannya yang nanar. Pikiran kosong ditambah juga dengan keterkejutan Agam menerima penolakan dari Kadita mengenai pembatalan pernikahan yang sudah direncanakan kapan akan dilangsungkan. Agam meminta waktu enam bulan dari lamaran itu yang disetujui oleh orangtua Kadita.
Sekarang ketika dia sudah serius untuk menikah. Tabungannya tinggal ditambah beberapa juta lagi. Ditambah lagi Agam sepakat di empat bulan ke depan karena dia baru bisa mengambil cuti di bulan itu juga. Tapi lihat, sekarang Kadita membatalkan pernikahan mereka.
Agam sendiri sudah pernah cerita kepada orangtuanya bahwa dia akan menikah sebentar lagi dan disambut dengan baik oleh orangtuanya. Mereka berdua sudah sama-sama dekat. Tetapi tidak pernah saling mengenalkan diri kepada orangtua masing-masing. “Kenapa kamu tiba-tiba batalkan dengan sebelah pihak, Kadita?”
Air mata Kadita tidak bisa terbendung lagi melepaskan cincin itu. Merasa bahwa dia yang menghancurkan harapan Agam begitu besar untuk memperistrinya. Akan tetapi pernikahan itu terpaksa harus berhenti sampai di situ. Kadita yang merasa bahwa orangtuanya jauh lebih egois dari apa pun.
Kemarin ketika Kadita baru saja pulang kencan dengan Agam. Ketika dia baru saja masuk dan belum sempat duduk di sofa, tiba-tiba Aiden mengatakan. “Batalkan pernikahan kamu sama Agam. Kamu harus menikah dengan anak teman baiknya Daddy. Daddy nggak bisa nolak dia dengan alasan apa pun, Kadita. Tolong untuk kali ini kamu harus nikah sama dia.”
Jantung Kadita terasa seperti berhenti berdetak di hari itu juga mendengar permintaan orangtuanya untuk membatalkan pernikahan itu secara sepihak. Sedangkan Kadita jauh lebih mencintai Agam melebihi apa pun.
Perasaannya hancur saat diminta untuk membatalkan pernikahan lantaran dengan alasan bahwa hidup Kadita lebih terjamin bersama dengan orang yang akan dijodohkan dengan anak teman dari Aiden.
“Kadita, kamu nggak bercanda sama aku, kan?” perasaan Agam tidak kalah hancurnya mendengar Kadita berkata demikian saat perempuan di depannya ini meminta agar pernikahan mereka dibatalkan saja. Tetapi jelas dia juga tidak terima. “Kita sebentar lagi menikah. Aku emang nggak bisa cuti untuk bulan-bulan ini. Aku baru bisa dapat cuti empat bulan lagi karena jatahku sudah habis waktu itu. Kadita, pikirkan lagi ucapan kamu barusan!” Agam merasa denyut nadinya berhenti sampai disitu.
Paku tertancap di hatinya, palu itu adalah ucapan dari Kadita yang terus memukul Agam hingga tertancap kuat sehingga tidak bisa dicabut lagi. Dalam sekali ucapan Kadita membatalkan pernikahan yang hanya menghitung bulan. “A-ak-aku serus. Aku serius kita bakalan batal nikah.”
“Ya, tapi apa alasannya. Aku butuh alasan yang kuat kalau kamu mau memutuskan sesuatu. Dan yang paling nggak masuk akal itu setelah aku lamar kamu kenapa baru ngomong sekarang? Kalau memang nggak bisa, harusnya kamu ngomong dari awal.”
Kadita malah menangis yang sudah berusaha menahan sakit hatinya. Tapi malah menangis di depan Agam meskipun dia yang mengakhiri hubungan ini. “Daddy minta aku untuk putusin kamu. Katanya aku bakalan nikah sama orang lain. Daddy nggak enak nolak bahkan Daddy memohon sekali sama aku.”
“Alasan kuatnya apa? Kita udah dua tahun pacaran, aku mau nikahi kamu juga karena aku serius sama kamu.”
“Aku juga nggak tahu.”
Kadita mencintai Agam dengan sangat. Agam juga begitu, dia mencintai dan sangat mencintai Kadita tanpa ada celah sedikit pun untuk orang lain masuk ke dalam hidup mereka berdua.
Rasanya masih sulit untuk dipercaya mengenai pembatalan pernikahan yang pernah dijanjikan oleh Agam. Dari lamaran tersebut, sudah berjalan dua bulan hubungan mereka. Tinggal empat bulan lagi mereka akan resmi menjadi suami istri. “Kamu hancurin harapan aku untuk nikah sama kamu, Kadita.”
Hati mereka berdua sama-sama hancur. Kadita yang mungkin akan putus asa setelah ini. Agam juga demikian, barangkali tidak akan pernah membuka hatinya untuk perempuan mana pun setelah dia mencintai Kadita dengan sepenuh hati. Rela melakukan apa pun untuk Kadita. Tapi hubungannya kandas setelah Kadita memutuskan untuk batal menikah dengannya.
“Aku nggak bakalan tinggal diam, Kadita. Kamu bakalan tahu akibatnya nanti.”
Agam mengancam dengan nada yang serius kepada Kadita.
Bila rasaku ini rasamu
Sanggupkah engkau menahan sakitnya
Terkhianati cinta yang kau jaga
sebuah lagu dari Kerispatih--Bila Rasaku Ini Rasamu tepat sekali diputar di kafe tempat mereka berdua sekarang. Menambah kekecewaan Agam yang merasakan hatinya terwakili oleh sebuah lagu tersebut.
"Terima kasih dua tahunnya, Kadita."