INTRO
Aku terbaring lemah tidak berdaya di sebuah kasur mewah yang besar. Lebam di seluruh tubuhku membuat nyeri yang berlebihan.
Sakit.
Sangat sakit.
Air mataku tengah kering terlalu banyak menangis dan merengek. Namun tidak ada yang berubah dari keadaanku. Aku tetap di sini, berbaring dengan selimut tebal menutupi tubuhku yang sama sekali tidak mengenakan apapun di dalamnya.
Aku baru saja terbangun dari mimpi burukku dan harus menghadapi bahwa aku masih berada di dalam mimpi buruk yang lainnya. Pergelangan tanganku nyeri bukan main dengan tali yang mengikat begitu kencang ke salah satu bagian kasur.
Aku benar-benar tidak bebas bergerak. Aku rasa ketika tali ini di buka, tanganku bukan hanya sekedar lebam tapi akan ada banyak lecet di sana —karna aku terus-menerus berusaha membebaskan diri namun tidak pernah berhasil. Atau karna aku berusaha memberontak ketika hal yang tidak aku inginkan terjadi. Atau malah hal yang tidak ku inginkan itu membuat tubuhku terus bergerak dan menarik-narik tanganku yang terikat ini.
Tentu saja tidak dengan kaki. Jika terikat, mungkin dia tak akan bisa mendapatkan apa yang dia inginkan.
Lagi-lagi aku menangis. Beruntung kelenjar yang memproduksi air mataku masih berfungsi, kalau tidak mungkin mataku juga akan terasa sakit saat ini. Sudah cukup sembab berlebihan yang bahkan membuatku sulit bernapas. Terengah-engah.
Cekrek!
Suara pintu apartement mewah ini terbuka. Aku kelabakan. Ketakutan namun juga mencari secercah sinar dari harapan yang ada di kepalaku.
"Noona... Aku pulang..."
Itu suaranya. Suara Jeon Jungkook. Satu-satunya pria yang tinggal di apartement ini.
Dia lalu membuka pintu kamarnya –yang mana saat ini aku berada di tempat itu dalam keadaan mengenaskan. Terikat.
Dia tersenyum menatapku. Dengan senyuman menggemaskan yang dulu selalu meluluhkan hatiku.
Aku mengisak. "J-jungkook ku mohon lepaskan aku..."
Senyumannya langsung menghilang. Dia menatapku dengan tatapan sedih. "Apa maksudmu melepaskanmu, jhagi?"
"Jungkook ini sakit. Maafkan aku. Ku mohon lepaskan aku. Ini sakit sekali."
Jungkook mendekat dan naik ke kasur. Dia duduk di sampingku lalu membelai rambut juga wajah dengan lembut dengan raut sedihnya.
"Mengapa kau seperti ini? Mengapa kau harus minta maaf? Mengapa kau mengeluh sakit? Aku tidak pernah bermaksud menyakitmu, noona."
"Please Jungkook... Please... It's hurt. I'm afraid." Mohonku lagi. Tidak ada yang bisa aku katakan selain memohon saat ini. Ini terlalu menakutkan untukku.
Dia mengacak-acak rambutnya terlihat begitu frustasi. Ekspresinya berubah lagi. Rahangnya mengatup menegang dan alisnya yang tejam juga tebal itu menukik marah. Namun wajahnya terlihat begitu sedih.
"Mengapa kau selalu menyakitku?! Mengapa kau seperti ini! Kau tahu aku tidak akan pernah menyakitimu kalau kau tidak menyakiti ku! Mengapa kau membuat aku menyakiti mu! Aku mencintaimu seperti kau mengatakan mencintaiku! Tapi kau menyakiti ku! Kau meninggalkanku!" Jungkook membentakku.
Membuat aku meringkuk ketakutan dan begitu tercekat.
Dia menatapku dan menyadari aku ketakutan. Kemudian dia menarik napasnya dalam-dalam mengatur emosinya. Dia berusaha tersenyum di tengah raut sedihnya. Dia lalu memeluk tubuhku dengan erat.
"Aku mencintaimu." Dia mengecup mataku. Dimana air mataku mengalir. Begitu lembut. Aku suka kelembutan Jungkook, tapi bukan berarti aku bisa menerima semua hal aneh seperti ini.
Dia lalu mengusap rambutku dan mencium keningku. Lalu mulai turun menciumi leherku. "Aku suka sekali harum tubuhmu. Aku suka sekali kulitmu. Aku suka tubuhmu. Aku suka semua dalam dirimu. Jangan pernah melakukan hal yang tidak aku sukai lagi. Jangan pernah mempost kulitmu itu di social media. Kau membuat ku menggila membayangkan betapa banyak pria yang melihat kau dengan pakaian minim. Aku tidak suka."
Aku meringis ketika Jungkook mulai menjilat leherku dan berusaha menimbulkan tanda merah di sana. Membuatku meringis dan mulai menangis lagi. Semua tidak tertahankan dan aku mulai menangis. Bukan berarti aku tidak mencintainya, tapi ini terlalu menakutkan untukku.
Jungkook tiba-tiba berhenti.
Dia bangkit dari kasurnya.
Aku berpikir mungkin dia telah berubah pikiran dan berbaik hati untuk melepaskanku.
"f**k! Mengapa kau terus menangis seakan aku menyakitimu! Aku ini mencintaimu!" Bentaknya kesal.
"Please let me go, Jungkook. Please..."
Jungkook mulai membuka lagi gesper dan resletingnya. Dia menurunkan celananya sampai ke paha dan langsung membuka selimut yang menutupi tubuhku. Dia membuka kaki ku lebar-lebar.
"Never. You belong to me, noona. Only me."
Padahal masih jelas rasa sakit yang aku rasakan semalam dan sekarang miliknya harus menghantamku lagi di dalam sana. Bagaimana pengalaman pertamaku yang harusnya terasa manis berubah menjadi menakutkan. Air mataku mulai mengalir seraya miliknya mulai terbenam dalam di dalam. Bahkan bekas sisa-sisa semalam masih jelas di kasur dan tungkai kakiku.
Aku meraung kesakitan luar biasa ketika Jungkook melakukannya lagi dan lagi.
Jeon Jungkook pria manis, menggemaskan dan sempurna yang tidak pernah aku sangka akan menjadi seperti ini.
[]