Bab 5 Perhatian yang tak pernah didapat Sienna

1304 Kata
Sesampainya di resort sang asisten menanyakan kepergiannya. "Tuan, anda darimana saja? Para investor mulai menanyakan tentang kredibilitas anda dalam mengelola perusahaan karena anda terlalu banyak bermain di luar bersama...."Hendrik tidak melanjutkan ucapannya . "Bersama siapa?"Adrian mengernyitkan keningnya. "Euhhh itu, bersama.. para wanita tuan."Hendrik terlihat memejamkan matanya. "Owh ,katakan pada mereka, itu takkan terjadi lagi, Aku mulai bosan bermain-main dengan wanita."Adrian menarik sudut bibirnya. menyeringai. Dan berlalu begitu saja dengan gaya santainya dari hadapan Hendrik . "Hufft, dia itu, pantas saja awet muda, karena suka sekali berpacaran dengan wanita muda ."Hendrik hanya menggelengkan kepalanya. ------- Sementara Sienna sedang merasakan kehangatan perhatian dari Adrian, di tempat lain, Ardha dan Renita tengah menikmati malam romantis mereka di jacuzzi sebuah kamar hotel. Suasana di dalam kamar yang mewah itu dipenuhi dengan cahaya lembut dari lilin-lilin yang menyala, menciptakan atmosfer yang intim. Ardha bersandar santai di tepi jacuzzi, menikmati sensasi air hangat yang membelai kulitnya. Renita, yang duduk di sampingnya, tampak cantik dalam gaun malam yang elegan, senyum menawannya menghidupkan suasana. “Ini malam yang sempurna, ya?” Renita berkata, matanya berbinar melihat Ardha. “Ya, aku sangat senang bisa bersamamu,” jawab Ardha, mencoba merasakan kebahagiaan di samping Renita. Meski pernikahan mereka tergolong mendadak dan penuh ketegangan, Ardha merasa ada sesuatu yang menarik di antara mereka. Renita menyandarkan kepalanya di bahu Ardha, memejamkan mata dan menikmati kehangatan air. “Aku berharap malam ini bisa menjadi awal yang baik untuk kita,” ucapnya lembut, menginginkan keintiman lebih dari sekadar fisik. Ardha tersenyum, tetapi pikirannya melayang jauh. Ia masih teringat pada Sienna, pernikahan mereka yang tidak terduga, dan bagaimana hatinya terasa hampa. Namun, ia berusaha mengesampingkan perasaan itu untuk menikmati malam ini. “Beb, terima kasih sudah bersedia menikah denganku. Mungkin kita bisa mulai saling mengenal lebih baik,” katanya, berusaha menciptakan suasana yang lebih akrab. “Of course! Aku ingin mengenalmu lebih dalam. Kita bisa melakukan banyak hal bersama,” jawab Renita, semangat. “Aku ingin kita bahagia, Mas.” Malam itu berlanjut dengan percakapan ringan, tawa, dan sesekali mereka saling melempar tatapan manis. Renita berusaha menciptakan momen-momen berkesan,dan kehangat diantara mereka terjalin sangat kuat. Ardha dan Renita menyatu dalam kehangatan di kamar hotel yang menjadi peraduan cinta mereka . Ardha berharap jika malam itu akan menjadi malam yang indah dan tak terlupakan karena dia berharap Renita hamil. Ardha dan Renita menginap di hotel mewah itu hingga pagi menjelang. Suara air di dalam jacuzzi masih menggema, menciptakan suasana tenang di dalam kamar. Meski malam sebelumnya mereka berbincang hangat dan berbagi momen-momen intim, mereka berdua tertidur nyenyak dalam pelukan satu sama lain, lelah namun bahagia. Ketika sinar matahari mulai menerobos tirai jendela, Renita terbangun lebih dulu. Ia melihat Ardha yang masih terlelap, wajahnya terlihat damai. Renita tersenyum, merasakan betapa nyaman dan aman saat berada di dekatnya. Dengan lembut, ia menggoyangkan bahu Ardha. “Mas Ardha, bangun. Kita harus memanfaatkan hari ini,” ujarnya sambil menggoda. Ardha membuka matanya perlahan, tersenyum saat melihat Renita di sampingnya. “Pagi yang indah,” ucapnya sambil meregangkan tubuh. Ia merasa segar meski kurang tidur, bersemangat untuk menjalani hari baru. Mereka berdua lalu beranjak dari tempat tidur dan bersiap-siap untuk sarapan. Setelah selesai berpakaian, Ardha dan Renita menuju restoran hotel untuk menikmati sarapan pagi. Suasana di restoran itu ceria, dan aroma makanan lezat menggoda selera mereka. “Menu apa yang kamu suka?” tanya Renita, menggoda sambil memegang tangan Ardha. “Apapun yang ada di depan mata, asal ada kamu di sampingku,” jawab Ardha dengan senyuman, merasa sedikit lebih terbuka untuk berinteraksi. Setelah menyantap sarapan, mereka memutuskan untuk kembali ke kamar, ingin menghabiskan lebih banyak waktu berdua tanpa gangguan. Ardha dan Renita berpelukan di sofa sambil menonton film, tertawa dan berbagi cerita. “Bisa kita lakukan ini setiap hari?” tanya Renita dengan semangat, menginginkan momen-momen kebersamaan yang lebih. Ardha menatapnya, menyadari bahwa ia mulai merasakan kenyamanan yang telah lama hilang. “Tentu saja. Kita bisa menciptakan banyak kenangan bersama,” jawabnya, berusaha memberikan harapan untuk hari-hari yang akan datang. Malam itu, meski Sienna ada di pikirannya, Ardha bertekad untuk memberi kesempatan bagi Renita. Mereka akan menikmati waktu bersama dan menjadikan semuanya berharga. "Ayo kita kembali ke kamar, kita ulangi aktivitas semalam."Ardha berbisik ke telinga Renita membuat Renita tertawa geli. "Iiih, mas, semalam sudah 3 kali masa mau lagi."Renita menyentuh rahang Ardha. "Aku takkan ada puasnya jika bersama kamu, kamu begitu menggoda dan juga begitu lihai membuatku melayang baby,"ujar Ardha sambil mencium pipi Renita. Dia tak peduli jika mereka berada di lift. "Mas ,kapan kita akan berbulan madu?"tanya Renita . "Ehmm, nanti kita atur waktunya, dan juga tempatnya."Ardha menipiskan bibirnya. "Mas, aku ... perlu tas baru dan juga pakaian, aku malu saat berjalan denganmu pakaiannya jelek, padahal kan aku harus ikut meeting denganmu tapi pakaiannya monoton."Renita dengan nada manja. "Baiklah aku mau lihat seberapa keahlianmu, Ini untukmu, "Ardha memberikan kartu Blackcard yang bahkan tak pernah diberikan pada Sienna istrinya. Sienna hanya menerima 35 juta itupun untuk belanja kebutuhan rumah dan gaji pelayan. Bahkan Sienna harus menabung 10 bulan untuk membeli kebutuhannya, tas jam tangan dan juga pakaian. Perlakuan yang sangat berbeda diberikan Ardha pada Sienna. Namun Sienna selalu menerima berapapun yang diberikan sang suami. "Terimakasih sayang, pokoknya aku akan berikan yang special malam ini,"ucap Renita sambil mencium rahang Ardhan Ardha mengangkat tubuh Renita ke sebuah sofa, Ardha ingin bermain di sofa tersebut dekat dengan jendela hotel. "Ayo lakukan jika kau memang ingin memberikan yang spesial untukku. "Ardha membaringkan tubuhnya membiarkan Renita memimpin permainan kali ini. Mereka menikmati malam romantis yang penuh dengan kehangatan itu. ----- "Honey... kamu darimana saja, aku mencarimu,"ucap seorang wanita muda bernama jannet. "Maaf, aku habis menikmati kota ini."Singkat Adrian. "Tapi..kenapa kau tak mengajakku."Jannet mendekati Adrian mengelus da** bidang Adrian. "Jannet sepertinya hubungan kita cukup sampai disini, aku sedang ingin sendiri, kau tahu bukan dari awal kita sepakat takkan saling mengikat dengan hubungan serius atau status kekasih."Adrian menatap nanar wajah Jannet. "Huhhh, kenapa begitu cepat, aku masih ingin bersamamu Adrian."Jannet dengan wajah memohon. "Jika masalah uang, aku akan mentransfer uang ke rekeningmu sebagai dispensasi bagaimana?" "Euhmm, aku tidak mempermasalahkan uang, tapi .. jika memang kau memberikannya baiklah." Jannet pun berlalu dari hadapan Adrian. Adrian menuju kamar mandi dan membersihkan tubuhnya, setelah itu dia memandang pemandangan pantai dibalkon kamarnya. Terlintas wajah Sienna yang tampak. sedih, dan senyumnya yang berseri. Adrian tak bisa melupakan wajah Sienna. Pagi itu, Sienna menikmati sarapan sederhana bersama kedua orang tuanya di meja makan. Aroma teh hangat dan hidangan khas rumahan memenuhi udara, memberikan rasa nyaman yang begitu dirindukannya. Meski meja makan mereka sederhana, kehangatan keluarga mengisi setiap sudut rumah. Adik laki-laki Sienna tampak sibuk mengenakan seragam SMA-nya dan bersiap berangkat ke sekolah. Ia menyantap sarapan dengan tergesa-gesa sambil sesekali melirik jam di tangannya. Sementara itu, ayah Sienna sedang mempersiapkan peralatan untuk pergi ke ladang, memastikan segala sesuatunya siap. Saat hendak mengeluarkan uang untuk adiknya, Sienna tersadar bahwa ia tidak menemukan dompetnya. "Ah, di mana ya dompetku?" gumamnya sambil memeriksa tasnya. Rasa panik mulai muncul di wajahnya saat dia menyadari dompet itu benar-benar hilang. Ibunya, yang memperhatikan keresahan Sienna, segera bertanya, “Ada apa, Nak? Kehilangan sesuatu?” “Iya, Bu. Sepertinya dompetku tidak ada di sini. Padahal aku ingat membawanya kemarin,” jawab Sienna cemas, terus mencari-cari di antara barang-barang di tasnya. “Coba diingat-ingat lagi, mungkin tertinggal di tempat lain,” saran sang ibu dengan tenang, berusaha membantu Sienna tetap tenang. Sienna menghela napas, berusaha mengingat tempat terakhir dia memegang dompetnya. Dia menduga mungkin dompetnya tertinggal di mobil Adrian atau di tempat mereka menikmati pemandangan city light malam sebelumnya. "Apa tertinggal di mobil Adrian? Jangan-jangan dibukit? Ya Allah ada kartu kartu identitas dan semua. kartu penting lainnya, bagaimana ini!" Meski perasaan khawatir menyelimuti, Sienna bertekad untuk mencoba menghubungi Adrian setelah ini, berharap ia bisa menemukan dompetnya kembali. "Hallo..." "Eugggghh, ya Sienna," "Maaf. mengganggumu Adrian pagi-pagi. " Sienna menggigit bibirnya. "Euhmm, aku kehilangan dompet, apa kau.. melihatnya?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN