Sore itu, sekitar jam empat, Ardha dan Renita meninggalkan kantor bersama. Mereka menuju sebuah hotel di pusat kota, tempat mereka menghabiskan waktu berdua.
"Pak, aku mau mandi dulu biar wangi."Renita menuju kamar mandi. Setelah itu dia hanya memakai bathrobe saja.
Ardha, yang biasanya sibuk dengan pekerjaan, kali ini dengan sengaja mengabaikan pesan-pesan dari Sienna yang masuk di ponselnya.
"Ck, mengganggu saja!"Ardha mematikan ponselnya. Ia bahkan tidak membaca satu pun pesan yang dikirimkan istrinya, membiarkannya tak terjawab.
"Mas, kamu pulang jam berapa? aku sudah masak makan malam spesial untuk kamu."Isi pesan singkat dari Sienna.
"Baby, kamu cantik sekali, dan wangi, kamu membuatku tidak tahan lagi."Ardha langsung meraup bibir ranum Renita dan Renita sangat lihai dalam urusan ranjang blowj** , dia membuat Ardha tak berdaya, dan inilah yang membuat Ardha berpaling dari Sienna.
"Baby, kau ... sangat nikmat."Ardha melenguh, saat Renita mulai memimpin permainan. Hingga mereka mencapai pelepasan bersama. Mendapatkan apa yang mereka inginkan dalam hubungan terlarang mereka.
"Pak, bagaimana jika aku hamil, apa bapak mau menikahiku?"Tanya Renita.
"Hhh, tentu saja,"jawab Ardha
"Lalu bagaimana dengan istri pak Ardha? Apa bapak akan menceraikannya?"Renita mencebikkan bibirnya.
"Deg."Ardha tercekat dia belum berpikir sampai menceraikan Sienna.
"Itu.. bisa dipikirkan nanti, bagaimana jika kita menikah siri dulu saat kau benar-benar hamil baru aku akan menceraikan Renita, dan mendaftarkan pernikahan kita secara sah."Ardha mengelus rambut Renita. Dan Renita pun mengangguk.
"Kita tidur dulu sampai jam 11 ini baru jam 8 malam, 3 jam cukup untuk tidur."Ardha memejamkan matanya , tubuhnya yang lelah membuat dia mudah tertidur.
Sementara itu, di rumah, Sienna duduk di ruang tamu, menatap ponselnya dengan gelisah. Setiap kali layar ponselnya menyala, ia berharap ada pesan dari Ardha, tanda bahwa suaminya baik-baik saja atau sekadar membalas pesan singkatnya. Namun, waktu terus berlalu tanpa kabar apa pun dari Ardha."Mungkin mas Ardha sedang sibuk sampai tak sempat menjawab pesanku!"
Sienna mencoba berpikir positif, meyakinkan dirinya bahwa Ardha mungkin sedang sibuk dengan pekerjaan kantor yang menumpuk. Ia berusaha melawan kekhawatirannya, meski ada rasa resah yang perlahan menyelinap di hatinya.)
Pada pukul 12 malam, Sienna mendengar suara mobil Ardha yang akhirnya tiba di depan rumah. Ia menghela napas lega, berdiri dan menunggu Ardha masuk. Begitu Ardha membuka pintu, Sienna menyambutnya dengan senyum, meski ada sedikit kelelahan di wajahnya.
Sienna dengan suara lembut "Akhirnya kamu pulang, sayang. Aku khawatir karena kamu tidak membalas pesanku sama sekali. Kamu baik-baik saja, kan?"
Ardha tersenyum tipis, berusaha terlihat tenang "Iya, maaf. Tadi banyak kerjaan mendadak yang nggak bisa kutinggalkan."
Sienna mengangguk, berusaha memahami "Aku mengerti. Tapi lain kali kabari aku, ya. Aku cuma khawatir kalau-kalau ada sesuatu yang terjadi."
Ardha mengusap bahu Sienna "Maaf, aku nggak mau bikin kamu khawatir. Mulai sekarang aku akan coba lebih perhatian."
Sienna tersenyum, berusaha mempercayai kata-kata suaminya, meski di dalam hatinya, ada sedikit rasa curiga yang perlahan muncul. Namun, ia memilih menepis rasa itu, berusaha yakin bahwa Ardha akan menepati ucapannya.
Malam semakin larut ketika Ardha pulang dengan wajah lelah dan tanpa banyak kata langsung merebahkan tubuhnya di kasur. Sienna, yang sejak tadi menunggunya, mencoba membangun suasana romantis. Ia mengenakan gaun tidur yang anggun, menyiapkan suasana kamar dengan lilin aroma terapi dan alunan musik lembut. Namun, begitu Ardha masuk, semua persiapan itu tak mendapat sambutan yang diharapkannya.
Ardha hanya menatap Sienna sejenak, lalu berbalik dan menghela napas panjang. "Aku lelah," ucapnya singkat, seolah tak menyadari perhatian yang dicurahkan Sienna malam itu. Sienna mencoba tersenyum, menyembunyikan rasa kecewa yang mulai menyeruak di hatinya. Ia mendekati Ardha, menanyakan bagaimana harinya dengan lembut, berharap suaminya merespon lebih hangat. Namun, jawaban Ardha sama; dingin dan singkat.
Sudah hampir sebulan lamanya Ardha semakin menjauh. Sienna mulai merasa diabaikan dan hampa karena tak pernah lagi disentuh suaminya dengan alasan kelelahan. Setiap kali ia berusaha mendekat, Ardha selalu menghindar, membuat Sienna mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi dalam pernikahan mereka.
Pagi itu, Sienna bangun lebih awal dari biasanya. Ia menyiapkan sarapan dengan penuh kasih, berharap bisa menciptakan suasana yang lebih hangat dan menyenangkan bagi Ardha. Setiap detail diperhatikan, dari kopi favoritnya hingga pakaian kerja yang sudah disetrika rapi dan tergantung di sisi tempat tidur. Meski perasaannya masih terbebani oleh sikap dingin Ardha semalam, Sienna tetap berusaha sebaik mungkin untuk memenuhi peran sebagai istri yang sempurna.
Saat Ardha turun ke meja makan, Sienna menyambutnya dengan senyum yang lembut dan berkata, “Sarapan sudah siap, aku harap kamu menyukainya.” Namun, bukannya memberi pujian atau sekadar senyum kecil, Ardha hanya menanggapi dengan anggukan singkat tanpa sepatah kata pun. Ia mulai makan tanpa menatap Sienna, membuat suasana semakin canggung.
Tak lama kemudian, Laras, ibu Ardha, muncul dan ikut duduk di meja makan. Pandangannya segera tertuju pada Sienna dengan tatapan tajam, yang seakan mencari-cari kekurangan.
Tanpa basa-basi, Laras berkata dengan nada sinis, “Sepertinya ada yang tak sesuai seleraku lagi, Sienna. Kamu selalu terlalu sibuk memanjakan Ardha, tapi lihatlah sepertinya dia tak begitu peduli.” Kata-kata itu seperti pisau yang menusuk hati Sienna, tetapi ia tetap menahan diri, tidak ingin membuat suasana semakin panas.
Sejak bercerai dengan ayah Ardha saat Ardha berusia 12 tahun, Laras memang membesarkan Ardha sendirian dan memiliki pengaruh besar terhadapnya.
Namun tunjangan dan biaya rumah semua di transfer oleh Ayah Ardha.
Saat ini Ardha sedang bekerja menjadi manajer operasional.di perusahaan. Di sebuah perusahaan besar di kota ***. Ayah Ardha memilih tinggal di luar negeri. Sesekali dia datang ke Indonesia. Bahkan Ayah Ardha hanya menjalin hubungan secara kontrak dan tidak tertarik dengan hubungan serius sejak.bercerai.
Di rumah itu, hanya ada mereka bertiga dan seorang pelayan, yang membuat Sienna tak punya tempat untuk melarikan diri dari rasa terasing dan kesepian yang ia alami. Hari demi hari, kata-kata tajam Laras dan sikap dingin Ardha membuatnya semakin merasa terjebak dalam pernikahan yang seolah kehilangan arti.
"Aku rindu keluargaku, apa aku ijin saja sama mas Ardha untuk ke rumah Ayah dan ibu?"gumam Sienna.
"Mas, aku ijin ke rumah orangtua ku apa boleh?"
"Ehmm, boleh kurasa sebaiknya kau harus mengunjungi mereka sesekali."Ardha menyimpulkan senyumnya, yang sulit diartikan.
"Baiklah kalau begitu, besok aku akan pergi untuk seminggu."Sienna menutup sambungan selulernya.
Sienna dengan bahagia.
Sienna menarik napas panjang sambil mengangkat koper kecilnya.
Dengan hati yang berat, ia memandang rumah besar yang akan ia tinggalkan sementara, berharap ada sedikit perhatian atau kata perpisahan dari Ardha. Namun, harapan itu pupus ketika Ardha hanya menggumamkan kata "Hati-hati," tanpa menatapnya.
Merasa hampa, Sienna bergegas menuju taksi yang sudah menunggu di depan rumah. Tak ada sentuhan tangan atau pelukan hangat dari suaminya, hanya keheningan yang membingkai kepergiannya. Selama perjalanan menuju bandara, hatinya semakin sesak. Perjalanan kali ini bukan sekadar untuk mengunjungi keluarganya di Lombok, melainkan sebagai cara untuk memberi dirinya ruang dari hubungan yang kini terasa begitu dingin dan jauh.
Di dalam pesawat, Sienna menatap keluar jendela, menyaksikan awan-awan yang terbentang luas. Sekilas, ia teringat saat-saat awal pernikahan mereka yang penuh cinta dan harapan. Namun, kini semua kenangan itu terasa seperti bayangan yang sulit dijangkau, semakin menjauh seiring waktu. Sienna berjanji pada dirinya sendiri, setibanya di kampung halaman, ia akan mencoba menemukan ketenangan di tengah keluarganya, memulihkan hatinya yang terluka, dan mungkin, memikirkan ulang apa yang sebenarnya ia inginkan dalam hidupnya.