Bab 1. Prolog

1386 Kata
Siang itu, Sienna datang dengan penuh semangat ke kantor suaminya, Ardha. Dia membawa bekal makan siang yang sudah ia siapkan sejak pagi, berharap bisa memberi kejutan pada Ardha. Namun, begitu ia mendekati pintu kantor suaminya, ia mendengar suara desah** dan percakapan pelan dari dalam ruangan. Suara perempuan dengan manja." Ah, ,Pak Ardha..." Suara laki-laki dengan berat dan terengah-engah. "Kamu memang selalu membuatku bergai***, Renita." Sienna tertegun di depan pintu, hatinya berdegup kencang. Perlahan, ia mendorong pintu sedikit, cukup untuk melihat ke dalam ruangan. Di sana,tak nampak Ardha , ternyata Ardha berada di dekat lemari berada di sofa sedang duduk dan Renita dipangkuannya. Bahkan pakaian mereka pun sudah separuh terbuka. Karena dibuai hasrat mereka lupa mengunci pintu karena biasanya tak ada yang berani membuka pintu sebelum disetujui sekretarisnya. Ardha menyeringai. "Kamu memang pintar membuatku puas, baby." Sienna merasa hatinya mencelos, jantungnya terasa berdegup kencang, dadanya sesak, menyaksikan adegan suaminya dan sekretarisnya. Bekal makan siang yang ia bawa terasa begitu berat di tangannya, dan rasa sakit mulai memenuhi dadanya. Dia merasa terluka, hancur berkeping-keping. Ardha terkejut, melihat sosok Sienna, dan terbata-bata."Sienna... Kamu di sini?" Sienna menahan perasaan, tersenyum tipis "Ya, aku ingin memberi kejutan. Aku membawakan makan siang untukmu,"ucap Sienna dengan suara lirih. Sienna terdengar sangat berat, menghela napas, sambil memejamkan matanya. "Tapi... aku yang mendapat kejutan darimu!"Sienna menahan sesak did*d*nya. Renita tampak canggung dan perlahan mundur, menyadari kehadiran istri Ardha, dia dengan segera merapikan pakainnya. Ardha berusaha tenang "Wah, terima kasih, Sienna. Kamu nggak perlu repot-repot, padahal aku bisa pesan dari luar," ucap Ardha sambil merapikan celananya, tanpa merasa bersalah. Renita dengan terbata-bata. "Pak, saya ... permisi dulu." "Tunggu..."Sienna menahan Renita. "Ya bu?"Renita tercekat. "Apa tidak ada yang mau kamu katakan pada saya ?"Sienna bergetar menahan amarahnya. Renita melihat suasana yang mulai tegang dan tersenyum kikuk. "Sudah Renita, kamu pergilah!"Ardha mengibaskan tangannya. Renita pamit dengan nada canggung. "Baik, Pak Ardha, saya permisi dulu." Sienna menatap tajam ke arah suaminya."Keterlaluan kamu mas."Sienna menampar Ardha."Plak." "Ya, tamparlah, sesukamu, habis itu pergilah, nanti aku jelaskan di rumah, aku sedang banyak pekerjaan ."Ardha tanpa rasa bersalah menuju meja kerjanya. "Apa?"Sienna merasa tenggorokannya tercekat tak bisa bicara, dadanya terlalu sesak. Beberapa bulan sebelumnya. Sienna menyapa lembut sambil membawa sarapan ke meja.“Selamat pagi, Mas. Aku buatkan bubur kesukaanmu, ada juga teh hangat. Semoga Mas suka, ya.” Ardha hanya menoleh sekilas, lalu kembali menatap layar ponselnya. "Iya, terima kasih.” Sienna tersenyum, mencoba mencairkan suasana.“Mas, aku pikir setelah ini kita bisa jalan-jalan ke taman? Mungkin bisa menghirup udara segar bersama, siapa tahu bisa mengurangi stres.” Ardha menjawab datar tanpa mengalihkan pandangan dari layar.“Nanti aku ada rapat penting di kantor, jadi enggak sempat. Lagipula, kalau mau jalan-jalan sendiri aja.” Sienna menghela napas pelan, tetap tersenyum walau terlihat sedikit kecewa.“Oh, baiklah. Aku paham, Mas. Tapi kalau ada waktu nanti, aku selalu siap, ya.” Ardha tetap fokus pada ponsel. “Iya, nanti lihat saja. Kamu gak perlu repot-repot menyiapkan banyak hal, aku sudah biasa mengurus sendiri juga.” Sienna sedikit terdiam, namun berusaha tetap ceria.“Aku ingin memastikan Mas nyaman, aku akan selalu di sini mendukung Mas dalam segala hal, meski... ya, aku tahu mungkin kehadiranku belum sempurna.” Ardha akhirnya menatap Sienna, namun pandangan matanya terlihat dingin.“Aku tidak masalah sama kamu, Sienna. Tapi mungkin sebaiknya kita enggak terlalu berharap lebih. Jalani saja seperti sekarang.” Sienna berusaha tegar. “Baik, Mas. Aku hanya ingin kita bisa menjalani hari-hari kita seperti dulu lagi. Aku akan terus berusaha, Mas, untuk kita.” Ardha berdiri dan mengambil tasnya.“Aku berangkat dulu.”Meskipun Sienna berusaha melakukan yang terbaik untuk suaminya, jarak emosional antara mereka masih terasa semakin lebar. Saat Ardha melangkah pergi, Sienna berdiri di ambang pintu, memandang punggung suaminya dengan tatapan penuh harap. Dia melambaikan tangan saat mobil Ardha mulai bergerak, tetapi Ardha tetap memandang lurus ke depan tanpa menoleh atau memberi isyarat apa pun. Tidak lama setelah mobil Ardha menghilang, suara langkah kaki mendekat. Laras, ibu mertua Sienna, berjalan masuk dengan ekspresi dingin. Laras menghela napas panjang sambil memandang Sienna dari atas ke bawah. “Sienna, kamu sibuk di rumah seharian, tapi apa hasilnya? Sudah dua tahun, tapi Ardha dan kamu masih belum diberi keturunan.” Sienna menundukkan kepala, suaranya bergetar. “Maafkan aku, Bu.Aku sudah berusaha sebaik mungkin, selalu menjaga kesehatan, bahkan sering ke dokter...” Laras mengangkat alis, suaranya dingin. “Berusaha? Kalau benar-benar berusaha, seharusnya sudah ada hasilnya. Ardha itu satu-satunya pewaris keluarga Bimantara, dan kamu tahu bagaimana posisi istri yang tidak bisa memberikan keturunan, kan?” Sienna terdiam, berusaha menahan air matanya.“Aku akan berusaha lebih keras lagi, Bu. Aku mohon pengertian Ibu…” Laras mendengus pelan. “Jangan sekadar bicara. Kamu itu sudah terlalu lama di sini tanpa hasil. Coba pikirkan, apa yang kamu bisa lakukan agar keluarga kami tidak merasa terbebani?” Sienna berbisik lemah.“Aku hanya ingin memberikan yang terbaik untuk Ardha, Bu…” “Kalau begitu, buktikan! Jangan cuma bicara!”Laras berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Sienna sendirian. Sienna berdiri terdiam, berusaha menenangkan perasaan yang bercampur aduk dalam hatinya. Di dalam rumah yang terasa semakin dingin dan sepi, dia merasa sendirian dalam pernikahan yang dulu penuh dengan cinta namun kini hanya menyisakan jarak. Prolog Sienna berusia 24 tahun dia seorang wanita yang mengabdikan dirinya untuk suaminya. Setelah menikah dia tak lagi bekerja sebagai staff di sebuah bank. Pertemuan Sienna dan Ardha berawal dari seringnya Ardha melakukan transaksi untuk perusahaannya sehingga bertemu dengan Sienna. Dengan kulit putih dan wajah cantik dengan pahatan hidung dan bibir yang belah dan bervolume serta rambut hitam dan bola mata yang indah , Sienna memang sangat menarik. Selain itu Sienna juga baik dan lembut membuat siapa saja pasti tertarik. Hingga akhirnya 2 tahun lalu Ardha dan Sienna menikah . Mereka saling mencintai dan saling mengagumi satu sama lain. Namun saat dirinya menikah 2 tahun lamanya ternyata Tuhan belum memberikan keturunan dalam pernikahan mereka berdua. Masalah inilah yang membuat hubungan rumah tangga mereka kurang harmonis. Bahkan sang ibu mertua terkesan menyudutkan dirinya. ------- Di dalam ruangan kantor yang rapi dan modern, Ardha melangkah masuk dengan penuh percaya diri. Setelan jas hitamnya membuatnya tampak gagah dan berwibawa. Kantor yang didominasi warna abu-abu dan hitam itu begitu hening, hanya terdengar langkah kakinya yang mantap menuju meja kerjanya. Saat ia baru saja duduk, pintu kantornya diketuk perlahan. "Masuk," ucap Ardha dengan suara tegas. Pintu pun terbuka, dan seorang wanita cantik dengan rambut panjang tergerai masuk. Ia mengenakan blus merah muda yang memperlihatkan sosoknya yang anggun. Wanita itu adalah Renita, sekretaris Ardha yang selalu tampak anggun dan menawan. Di tangannya, ia membawa beberapa berkas yang perlu ditandatangani oleh Ardha. "Ini file yang harus ditandatangani, Pak Ardha," ucap Renita dengan senyuman yang menggoda. Ardha menerima berkas-berkas itu tanpa banyak bicara, matanya menatap berkas tersebut dengan fokus. Namun, Renita tampak memiliki niat lain. Perlahan, ia mendekat dan, tanpa izin, duduk di pangkuan Ardha. Ardha terkejut, namun sebelum ia sempat bereaksi, Renita mendekatkan wajahnya dan mencium bibirnya dengan lembut. Awalnya, Ardha terpaku. Sadar akan posisi mereka di kantor, Ardha segera menarik wajahnya dan menatap Renita tajam. “Renita, ini di kantor. Tolong jangan lakukan hal seperti ini,” tegur Ardha dengan nada serius, meskipun wajahnya sedikit memerah karena kejadian yang tak terduga itu. Namun, Renita hanya tersenyum dan menatapnya dengan pandangan yang menantang. “Tapi, Pak Ardha, kita kan hanya berdua di sini,” bisiknya dengan nada menggoda. Ardha menghela napas dalam, mencoba menguasai dirinya. “Renita, aku menghargai profesionalitasmu. Tolong, kita tetap jaga batasan di kantor. Ada waktu dan tempat yang tepat untuk semuanya,” ucapnya mencoba menenangkan situasi. Renita terdiam sejenak, lalu bangkit dari pangkuan Ardha. “Baik, Pak. Maaf kalau saya lancang,” katanya dengan nada manis, namun matanya menyiratkan sesuatu yang tak sepenuhnya tulus. Ia merapikan pakaiannya dan berjalan perlahan menuju pintu sambil tetap melempar senyuman pada Ardha. Ardha hanya bisa menghela napas panjang. Menahan gejolak dalam dirinya. "Nanti sore, ayo kita ke hotel, di sana kita bisa leluasa."Ardha mengangkat kedua alisnya. Renita tersenyum dengan sensual."Baiklah bapak Ardha Bimantara, saya akan menunggu, saya permisi dulu." Ardha hanya tersenyum tipis, sikapnya menjaga profesional karena tak mau ada yang curiga, meskipun dia sendiri sering bermain di luar kantor dengan Renita. Sempat terpikir untuk menikahi Renita dan menjadikan Renita sebagai istri kedua. "Apakah Sienna mau jika aku menikah lagi ?"pertanyaan gil* itu muncul
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN