1. PROLOG

325 Kata
    Gadis itu tampak gelisah di depan ruang operasi rumah sakit ini. Dia menatap kedua tangan yang bergetar karena darah yang berlumuran di tangannya. Untuk pertama kalinya dia begitu takut melihat darah — padahal hari-hari sebelumnya dia akan sangat menikmati setiap darah yang menetes dari tubuh musuh-musuhnya namun, hari ini dia akan merutuki dirinya oleh karena perbuatan gegabahnya.     “Dad,” seorang pria dengan balutan tuxedo hitam berjalan dengan tergesa-gesa menghampiri ayahnya.      “Dia ... dia yang membunuh ibumu," tunjuk pria paruh baya itu pada gadis yang sedang duduk dan tampak kacau di depan pintu ruangan operasi.     Dengan tangan yang bergetar dan mengepal, dia berjalan menghampiri wanita itu.     “Bangun!” Tidak ada teriakan atau ancaman dari ucapannya. Hanya suara pelan dan berat namun, itu sanggup membuat gadis itu sangat takut.      Gadis itu perlahan mengangkat kepalanya, manik birunya menabrak sepasang mata hazel yang seolah berkilat di penuhi amarah. Sementara si pria hanya bisa terkekeh sinis melihat sepasang mata abu-abu biru yang tengah memandanginya.      “Aku harus memanggilmu dengan sebutan apa, Miss Murphy atau Miss Van Der Lyn?”      Sontak gadis itu berdiri, matanya melebar sedang jantungnya seolah berhenti berdetak. Jiwanya seolah meninggalkan raganya selama beberapa detik. Dia sangat tercengang. Bagaimana bisa pria di depannya menyebutkan nama lain selain nama yang selama ini di gunakan gadis itu.     Dari mana pria itu mendapatkan nama 'Van Der Lyn'?     “Aku bisa jelaskan semuanya.” Gadis itu mencoba meraih tubuh pria yang berdiri sambil menatapnya dengan tatapan yang di penuhi amarah. Namun, dengan cepat pria itu mencoba meraih tangan si wanita. Menariknya dengan kasar dan membanting tubuhnya hingga punggung gadis itu menabrak dinding.     Gadis itu hanya bisa meringis tanpa memberi perlawanan seperti yang biasanya dia lakukan.     “Cih!” Pria itu mengusap dagunya. “Kau —" Perkataannya kembali terhenti saat matanya kembali menatap pemilik mata abu-abu biru di depannya. Dia ingin sekali meluapkan amarahnya. Jika saja dia seorang pria sudah pasti dia akan menghajarnya bahkan dia tak segan membunuhnya namun, dia seorang wanita terlebih wanita itu adalah kekasihnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN