Caramella dikejutkan oleh suara ponselnya ketika ia sedang membereskan meja kerjanya sebelum pulang ke apartemennya. Di layar ponselnya tertera nama ayahnya, Derick Hewitt. Ia tidak berminat untuk menjawab panggilan telepon pria itu. Caramella sangat kesal dengan ayahnya dan sebisa mungkin tidak sering berhubungan lagi dengannya. Ia masih belum memaafkan ayahnya yang membuatnya kehilangan kehangatan sebuah keluarga.
Ponselnya berhenti berdering, tapi tidak lama kemudian kembali berdering. Caramella mengambil ponselnya dari atas meja dan memandangi nama ayahnya dengan ekspresi kebencian dan amarah.
"Pria ini tidak bisa membiarkanku hidup tenang,"gumamnya.
Caramella mematikan panggilannya, tapi ponselnya kembali berdering untuk ketiga kalinya. Ia pun menjawabnya dengan perasaan kesal dan marah.
"Jangan menghubungi aku lagi!"
Caramella hendak menutup sambungan teleponnya, tapi ia mendengar suara ayahnya yang meminta tolong kepadanya.
"Tolong jangan ditutup teleponnya!"
Caramella dengan enggan menjawab panggilan telepon ayahnya.
"Katakan ada apa? Aku tidak ingin membuang-buang waktu hanya untuk bicara dengan Ayah."
"Aku tahu kamu benci Ayah, tapi bisakah kamu datang ke kantor polisi. Mereka sudah menahan Ayah di sini selama 2 jam."
"Apa yang sudah Ayah lakukan sampai polisi menahanmu?"
"Sebaiknya kamu datang saja ke sini. Ayah tunggu."
Caramella menutup teleponnya dengan kesal. Entah sudah keberapa kali ayahnya membuat kesalahan. Ia sudah muak dengan perbuatan ayahnya. Caramella mengambil tasnya dan berjalan terburu-buru.
"Willow, aku pulang lebih cepat. Ada yang harus aku urus."
"Baik Ms. Hewitt."
Sepatu hak tinggi berwarna merah menggema di sepanjang lorong perkantoran. Mantel merah yang dikenakan Caramella menarik perhatian para pegawai lainnya di firma hukum tempatnya bekerja. Hampir semua orang di kantor itu tahu bahwa Caramella sering memakai pakaian berwarna merah dengan berbagai macam model. Itu sudah menjadi ciri khasnya.
Sesampainya di ruang parkir bawah tanah kantornya, Caramella segera masuk ke dalam mobilnya, kemudian melaju ke kantor polisi pusat London. Di sana ia melihat ayahnya sedang di interogasi oleh polisi. Penampilan Derick Hewitt sangat berantakan. Rambut hitam yang mulai dipenuhi uban terlihat acak-acakan, wajahnya kusut, tercium bau alkohol yang menyengat, dan pakaiannya tidak terkancing dengan benar.
"Caramella, akhirnya kamu datang. Tolong Ayah supaya segera keluar dari sini!"
Caramella duduk di samping ayahnya dan bertanya kepada polisi yang sedang menginterogasi ayahnya.
"Apa yang sudah dilakukan oleh pria ini?"
"Mr. Hewitt, terlibat perkelahian disebuah bar dalam keadaan mabuk."
Selama sesaat Caramella memandang ayahnya dengan marah. Ia sudah terbiasa mendengar ayahnya sering berkelahi dalam keadaan mabuk ataupun tidak mabuk. Itu sebabnya ia merasa bosan selalu pergi ke kantor polisi untuk mengeluarkan ayahnya dengan uang jaminan.
"Bisa aku bicara dengan ayahku sebentar?"tanyanya kepada polisi.
"Tentu saja."
Setelah polisi itu pergi, Caramella langsung mencerca ayahnya.
"Kenapa Ayah selalu saja membuat masalah? Ini sudah kesekian kalinya Ayah membuat masalah. Ayah sama sekali tidak pernah berubah. Kelakuan Ayah selalu buruk."
"Maafkan Ayah. Aku berjanji tidak akan melakukannya lagi."
"Aku tidak percaya, karena ayah selalu melanggar janji. Aku senang ibu bisa terlepas darimu. Kalau tidak mungkin hidupnya akan semakin menderita."
Sejak usia 10 tahun ayahnya dan ibunya telah bercerai, karena Derick sering memukul ibunya dan sering mabuk-mabukan setelah ia dipecat dari kantornya. Caramella juga sering terkena pukulan ayahnya dan sering dimarahinya, meskipun ia tidak berbuat nakal. Hidupnya bagaikan di neraka. Ia lebih sering menghabiskan di luar rumah bermain sepeda dan nongkrong di perpustakaan kota. Saat menjelang malam ia pulang ke rumah dan sering mendengar orang tuanya bertengkar. Tak lama kemudian mereka memutuskan bercerai dan Caramella memilih tinggal bersama dengan ibunya.
"Bagaimana kabar Susan?"
"Kabar ibu baik-baik saja sekarang. Ia baru saja kehilangan suaminya, karena sakit."
Lima tahun setelah bercerai dengan ayahnya, ibunya menikah lagi dengan seorang duda dan sudah dikaruniai seorang anak laki-laki yang sekarang masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Sejak Caramella ikut tinggal bersama ibunya, ia tidak pernah bertemu dengan ayahnya lagi.
Caramella kembali bertemu dengan ayahnya tiga tahun yang lalu di rumah sakit saat ia menjenguk temannya. Ayahnya mengalami luka parah, karena berkelahi dengan seorang pria yang dicurigai sebagai selingkuhan istrinya. Sejak saat itu mereka kembali berhubungan dan hidup Caramella menjadi tidak tenang. Setiap ada kesempatan, Derick Hewitt selalu membuat masalah yang membuat Caramella menjadi sangat jengkel.
"Aku turut berduka cita."
"Terima kasih."
"Aku baru saja dipecat dari pekerjaanku."
"Lagi?"serunya tak percaya.
Caramella menghembuskan napas panjang.
"Apa yang sudah ayah perbuat, sehingga ayah dipecat? Aku sudah susah payah mencarikan pekerjaan, tapi sekarang...."
Caramella tidak sanggup meneruskan kata-katanya lagi.
"Maafkan aku. Aku telah merusak barang yang akan diantar dan aku juga sering datang terlambat bekerja."
"Ayah tidak bisa hidup seperti ini terus. Jauhi alkohol sialan itu! Apa Kristin tahu tentang ini?"
"Kristin pergi meninggalkanku beberapa hari yang lalu dan aku tidak tahu di mana dia sekarang."
"Pantas saja dia meninggalkan ayah, karena dia sudah tidak tahan lagi hidup dengan ayah."
Derick menunduk dengan penuh penyesalan, tapi Caramella tidak percaya ayahnya benar-benar menyesal. Ia harus segera melakukan sesuatu supaya ayahnya tidak membuat masalah lagi.
"Aku akan membebaskan ayah dari sini."
Derick langsung mendongakkan kepalanya dan menatap putrinya senang.
"Terima kasih. Kamu memang putri ayah yang baik."
Caramella menepis tangan ayahnya dari tangannya.
"Tapi ada syaratnya."
Senyuman langsung hilang seketika dari wajah Derick.
"Apa?"
"Ayah harus mau masuk panti rehabilitasi pecandu alkohol."
"Tidak. Aku tidak mau."
"Kalau begitu ayah akan melewatkan hari-hari di penjara."
"Baiklah. Aku setuju dari pada harus masuk penjara."
"Bagus."
Beberapa menit kemudian, Caramella berhasil mengeluarkan ayahnya dengan uang jaminan dan ia mengantarkan ayahnya ke apartemennya.
"Aku akan menjemput ayah besok pagi untuk pergi ke panti rehabilitasi. Jangan coba-coba untuk kabur. Kalau ayah kabur, aku tidak akan memaafkan ayah dan aku tidak mau menolong ayah lagi."
"Baiklah."
"Aku pergi. Sampai jumpa!"
Caramella kembali masuk ke mobilnya dan pulang menuju apartemen mewahnya. Sesampainya di apartemen, ia menaruh tasnya di sofa dan menyampirkan mantelnya di lengan sofa, lalu ia membuka pintu kaca menuju balkon. Angin malam yang sejuk berhembus. Caramella berusaha menenangkan perasaan dan pikirannya. Matanya dipejamkan menikmati udara malam hari. Ia merasa lelah dengan semua permasalahan hidupnya yang selalu datang bertubi-tubi. Selain itu, ia juga harus menangani masalah para kliennya.
Sekarang pikiran Caramella melayang ke masa lalunya saat ia masih berusia 10 tahun di mana ia baru saja keluar dari rumah ayahnya dan memulai hidup baru bersama ibunya di kota lain. Ia juga harus pindah sekolah. Saat hari pertama ia masuk sekolah barunya, Caramella kesulitan mendapatkan teman, meskipun begitu, ia sangat menyukai sekolah barunya terutama guru geografinya Mr. Langford yang baik dan ramah, tapi bayangan kehidupan yang menyenangkan di sekolah itu harus dikuburnya dalam-dalam, karena hal yang mengerikan terjadi kepadanya dan menjadi masa lalu gelap dalam hidupnya.
Caramella melihat lampu menyala di sebelah apartemennya. Ia tidak tahu sejak kapan ada orang yang menempati apartemen kosong di sebelah apartemennya. Seorang pria jangkung keluar dan Caramella terkejut saat melihatnya begitu pun juga dengan pria itu.
"Mr. Ramsey."
"Ms. Hewitt."