Berita berakhirnya hubungan Daffa dan Mita pun sukses membuat seantaro sekolah menjadi gempar. Semua orang terkejut dan merasa tidak percaya. Desas-desus pun tersebar luas mengenai penyebab mereka putus. Ada gosip yang mengatakan bahwa Daffa ketahuan berselingkuh. Ada juga yang mengatakan sebaliknya bahwa Mita-lah yang sudah mendua. Ada lagi gosip yang mengatakan bahwa hubungan mereka selama ini hanyalah settingan belaka. Ada juga yang berasumsi jika Daffa selama ini hanya memanfaatkan kepintaran Daffa dan Mita sendiri juga memanfaatkan kepopuleran Daffa untuk menaikkan namanya.
Gila.
Semua gonjang-ganjing tak jelas itu memang terdengar gila dan sangat menggelikan. Terlalu banyak versi dan ragam dari rumor yang beredar. Tidak hanya dikalangan para siswa. Berakhirnya hubungan Daffa dan Mita juga membuat beberapa guru yang mengetahui hubungan mereka terkejut. Bahkan terakhir kali Pak Hasan menanyakan pada Mita secara langsung saat jam pelajaran sudah usai.
MITA DAN DAFFA PUTUS!
Headline itu bahkan bertahan cukup lama di sekolah. Ada yang merasa ikut bersedih dan menyayangkan kandasnya hubungan mereka, tapi ada juga yang merasa senang dan menertawakannya. Dan yang paling merasa bahagia mendengar berita putusnya Mita dan Daffa tentu saja...
Yasmine.
“Hai Daffa ... kamu udah ngerjain tugas Fisika belum?” Yasmine mendatangi meja Daffa dan bertingkah manja.
Daffa menggeleng pelan. “Belum!”
Mita yang juga mendengar percakapan itu dari bangkunya menelan ludah. Biasanya Daffa memang selalu mengerjakan tugas bersamanya.
“Kok belum sih? apa jangan-jangan karena kamu udah putus sama Mita, jadinya kamu nggak bisa bikin tugas lagi? aku mau lho ngajarin kamu.” Ucap Mita sambil menggulung-gulung rambutnya dengan ujung telunjuk.
Daffa menghela napas panjang. Sementara itu murid-murid yang lainnya mulai kembali bergunjing, Mereka masih belum puas karena memang tidak menemukan jawaban atas kandasnya hubungan Daffa dan Mita. Bisik-bisik bernada sumbang itu kembali membuat telinga Daffa dan Mita oanas, tapi mereka sama-sama memilih diam dan tidak menggubris hal itu.
“Kok diem aja sih? mumpung jam pelajaran fisika masih lama loh ... sekarang juga kebetulan jam kosong. Kamu nggak mau bikin tuganya bareng aku?” tawar Yasmine lagi.
Daffa meneguk ludah. Perlahan dia menoleh menatap Mita.
Deg.
Ternyata Mita juga sedang menatapnya dengan mata sayu. Daffa ppun segera memalingkan wajahnya. Kedua tangannya kini mengepal kuat menahan perasaan yang mulai menyiksa. Sedetik kemudian Daffa beralih menatap Yasmine dan tersenyum pelan.
“Oke deh! Ayuk ajarin aku,” ucap Daffa.
Hening.
Seluruh mahluk bernapas yang mendengar ucapan Daffa termangu tak percaya. Wajar saja, sebelumnya Daffa selalu menunjukkan ketidaksukaannya terhadap Yasmine secara gamblang. Dia selalu memasang wajah masam dan tidak pernah berbicara kepada gadis itu, tapi hari ini seolah keajaiban sudah terjadi. Daffa tersenyum pada Yasmine. Dia berbicara padanya, bahkan dia juga menerima tawarannya.
Yasmine sendiri juga masih termangu dengan mulut menganga. Dia menatap Daffa dengan mengerjapkan matanya berulang-ulang dengan cepat. Yasmine sendiri juga masih belum memercayai pendengarannya. Dia mengira bahwa Daffa pasti akan menolaknya seperti biasa.
“Hey! Kok kamu malah bengong?” sergah Daffa seraya mengeluarkan buku dan alat tulisnya dari dalam tas.
“Eh ... i-iya.” Yasmine terlihat salah tingkah.
“Kita ngerjainnya di perpus aja yuk!” ajak Daffa.
Yasmine langsung mengangguk dan mengikuti langkah Daffa keluar dari kelas itu.
Sepeninggal mereka berdua, keadaan kelas pun menjadi ricuh. Sebagian menatap Mita dengan sorot wajah kasihan. Sebagian lagi saling berbisik, lalu tertawa. Ocha yang duduk di samping Mita kini benar-benar merasa kesal. Ingin rasanya dia memaki semua orang yang tengah meledek itu, namun Ocha percuma semua itu hanya akan membuat mereka semakin menjadi-jadi.
Ocha beralih menatap Mita. “Ta ... lo nggak apa-apa kan?”
Mita meremas pulpen di tangannya lebih erat dan memaksakan bibirnya untuk tersenyum. “Gue nggak apa-apa kok, Cha.”
Ocha mengembuskan napas pelan. Dia tahu jelas bahwa saat ini Mita sedang berbohong. Guratan kesedihan di wajahnya sangat kentara. Benar saja, tidak lama kemudian setetes bening pun mengalir pelan di pipi Mita dan dia cepat-cepat menyekanya sebelum yang lain menyadarinya.
“Ta ... lo kalo ada yang mau diceritain, cerita aja sama gue. Seenggaknya mungkin itu bakalan bikin lo sedikit lebih lega,” ucap Ocha seraya menyentuh pundak Mita dengan pelan.
“Gue masih nggak habis pikir aja, Cha ... kenapa tiba-tiba dia mutusin gue seperti itu. Semua bener-bener terasa aneh dan janggal.”
“Emang kalian berantem atau gimana?” tanya Ocha.
Mita menggeleng cepat. “Enggak, Cha. Bahkan sehari sebelumnya dia masih seperti biasa. Malam harinya dia mulai berubah dan nggak lagi ngebales pesan dari gue,” jawab Mita.
Ocha pun menerawang menatap pintu kelas yang terbuka. “Padahal Daffa bukanlah tipe cowok yang seperti itu.”
_
Waktu terus bergulir. Akhir-akhir ini Daffa semakin dekat dengan sosok Yasmine. Mereka sering menghabiskan waktu di kelas untuk berduaan. Yasmine selalu ada di tepi lapangan saat Daffa sedang bermain basket. Mereka juga selalu makan bareng di kantin saat jam istirahat. Kedekatan Daffa dan Yasmine pun sukses menjadi gosip terkini yang juga dibicarakan oleh semua warga sekolah.
“Lo mau makan apa, Ta?” tanya Ocha saat mereka sudah hampir tiba di kantin.
Deg.
Langkah kaki Mita terhenti saat melihat Daffa dan Yasmine yang sedang menyantap bakso di depan sana. Ocha pun kini juga memandang ke arah yang sama. Daffa dan Yasmine terlihat sesekali bercanda di sela-sela aktivitas makan mereka. Tidak lama kemudian Daffa pun menyadari keberadaan Mita. Secepat itu juga Mita langsung berbalik dan menarik Ocha untuk pergi dari sana.
“Kita nggak usah makan di sini ya, Cha! Kita cari tempat yang lain aja.”
Kedekatan Daffa dan Yasmine selalu terasa menyiksa bagi Mita. Mita berusaha mengabaikan keberadaan mereka berdua, tapi hal itu tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mita mencoba menata perasaannya sedniri. Dia berusaha fokus pada persiapan menyambut ujian nasional yang sebentar lagi akan digelar.
Malam sudah menjealng. Mita baru saja selesai belajar di ruang tamu dan ingin beranjak ke kamarnya untuk beristirahat. Ketika melewati ruang makan, sang mama pun langsung menghardiknya.
“Kamu nggak makan malam dulu, Ta?”
Mita menggeleng lemah.
Sang mama pun menatap heran. “Akhir-akhir ini kamu kenapa sih? kamu menjadi pemurung dan juga jarang bicara. Kamu lagi ada masalah?”
Gafran yang sedang asyik menyantap makan malamnya menghela napas panjang. Dia juga selalu nangis setiap malam, Ma.”
Sang mama beralih menatap Gafran. “Maksud kamu?”
“Iya, Kak Mita nangis mulu tiap malam. Aku bisa mendengarnya dengan jelas dari kamar sebelah,” jelas Gafran,
“K-kamu nangis kenapa?” sang mama kembali menatap Mita.
Mita terpekur diam. Dia tidak ingin menjawab pertanyaan itu.
“Dia putus, Ma sama Kak Daffa,” jawab Gafran kemudian.
Mita meneguk ludah. Sang mama pun kini terdiam sejenak, hingga kemudian dia tersenyum pelan.
“Kamu beneran putus sama Daffa?”
Mita mengangguk lemah.
“Mama nggak nyangka kalau dia memang benar-benar menepati janjinya,” ucap sang mama.
Deg.
Mita menatap nanar. “M-maksud Mama?”
“Mama yang meminta Daffa untuk memutuskan kamu. Semua ini demi kebaikan kalian berdua,” jawab sang mama enteng.
Mita terhenyak. Buku-buku yang ada dipangkuannya lengser begitu saja. Lantai yang dipijak pun kini terasa bergoyang. Tak lama setelah itu Mita langsung berlari keluar dengan air mata yang sudah tumpah.
“Jadi itu penyebabnya? Jadi itu yang membuat Daffa berubah seperti itu?” bisik Mita dalam hatinya.
_
Bersambung