18 - Bandit

2569 Kata
           Ken benar-benar mengantarnya sampai depan rumah, begitu pula dengan ia yang baru melepaskan genggaman tangannya setelah Key menggenggam pintu masuk rumahnya.            “Jadi bagaimana? Kau benar-benar akan menginap di rumahku?” tanya Key.            Ken mengusap belakang lehernya, kemudian menjawab dengan suara yang dipelankan, “Tentu saja. Jika pria tua itu memiliki niat buruk, ayahmu harus melindungi empat orang perempuan, ‘kan?”            Key menyikut rusuk Ken, yang membuatnya meringis pelan. “Meski seperti ini, aku juga kuat! Lagi pula, orang itu baru saja sadar. Lukanya juga belum pulih, dengan cara apa ia … bertarung?”            “Kau tidak akan tahu apa yang bisa dilakukan oleh seseorang yang memiliki pemikiran jahat, Key.”            “Baiklah, baik,” jawab Key sambil memutar kedua bola matanya. “Kalau begitu masuklah terlebih dahulu. Mungkin kau bisa beruntung karena ibuku sudah selesai masak makan malam.”            Ken tersenyum tipis. “Itu benar, aku beruntung. Untung saja aku berkunjung ke rumahmu saat hanya ibumu saja yang memasak makan malam.”            Sekali lagi, Key menyikut rusuk Ken. “Jika kau tidak ingin lehermu menengok ke arah yang salah, jangan katakan hal itu lagi.”            Ken terkekeh pelan sambil mengusap bagian sisi perutnya. “Aku hanya bercanda …”            Setelah mendengus pelan, akhirnya Key membuka pintu depan rumahnya. Aroma khas masakan ibunya langsung tercium oleh hidungnya. Sesuai dengan dugaannya, makan malam sudah siap.            “Ah, kakak! Kau dari mana saja—” Kezia yang paling bawel langsung berlari ke arahnya. Namun, langkahnya terhenti dan wajahnya langsung memerah. “Eh? Kakak Ken?”            “Selamat malam, Kezia,” kata Ken sambil mengusap pelan kepala Kezia.            Wajah Kezia semakin memerah, ia menepuk tangan Ken dan kembali berlari ke arah dapur.            Kedua alis Ken langsung terangkat, dengan wajah sedih ia berkata, “Key … apa adikmu membenciku?”            Key menyeringai lebar sambil menggelengkan kepalanya tidak percaya. Meski Key sudah sadar dengan tingkah laku Kezia dari dulu, tapi baru kali ini ia melihatnya dengan jelas. “Sebaliknya, Ken. Adikku benar-benar menyukaimu.”            “Tapi kenapa setiap kali aku bertemu dengannya, dia selalu saja lari menjauh?” tanya Ken lagi dengan wajahnya yang masih terlihat sedih.            Key merangkulkan lengannya ke bahu Ken dan menariknya masuk ke dalam. “Jangan berlagak tidak mengerti! Sudahlah, ayo cepat masuk.”            Setelah mengatakan hal itu, Ken yang ditarik oleh Key hanya bisa mengikutinya dengan bingung. Ia kembali bertemu dengan Kezia yang mengintip dari balik pintu. Ken melambaikan tangannya pada Kezia, tetapi lagi-lagi ia diabaikan.            “Oh, Ken? Apa kau mengantar Key pulang?”            “Selamat malam, bibi,” sapa Ken pada ibu Key. “Itu benar. Aku tidak sengaja bertemu dengannya di dekat sini.”            “Ken! Kemari, nak. Ikut makan malam bersama kami!” sahut ayah Key terdengar lebih ceria dibandingkan dengan biasanya.            “Ayah, aku tahu kau sedikit kesepian karena tidak memiliki anak laki-laki, tapi tolong jangan ganggu Ken,” sindir Key sambil membantu Keira dan ibunya menyiapkan perlengkapan makan.            Ken terkekeh pelan, kemudian menerima permintaan ayah Key untuk duduk di sebelahnya. “Maaf mengganggu malam-malam begini.”            “Tidak perlu khawatir! Di desa yang kecil seperti ini, semua dianggap sebagai keluarga,” timpal ibu Key. “Anggap saja rumah sendiri.”            Ayah Key menganggukkan kepalanya dan berkata, “Itu benar, anggap saja rumah sendiri. Mungkin cepat atau lambat kau benar-benar akan tinggal di sini sebagai keluarga bersama Key!”            “Ayah!” sahut Key kencang sambil memukul bahu ayahnya dengan keras. Meski begitu, ayahnya hanya tertawa terbahak-bahak.            Ken hanya bisa terkekeh pelan sambil mengusap bagian belakang lehernya. “Ah, berhubung topiknya sedang kita bicarakan, mungkin mulai hari ini aku akan tinggal di sini.”            Setelah mendengar perkataan Ken, ayah Key langsung tersedak saat ia sedang minum, piring yang sedang dipegang oleh ibu Key langsung terjatuh, Keira menyenggol teko yang berisi air minum dan Kezia yang langsung melompat keluar dari tempat persembunyiannya.            Sedangkah Key langsung memukul bahu Ken dengan keras. “Selesaikan perkataanmu itu! Lihat! Semua anggota keluargaku terkejut karena perkataanmu yang setengah-setengah!”            Ken meringis pelan sambil mengelus bahunya. Padahal, sisi perutnya masih terasa sakit karena Key yang menyikut rusuknya beberapa menit lalu. “Bibi, paman, ayahku menyuruhku untuk membantu kalian merawat … orang tua yang terluka itu. Karena ayahku berpikir akan sedikit canggung untuk membersihkan dan hal lain yang berkaitan dengan kontak tubuh.”            Ibu Key mengusap dadanya sambil mendesah pelan. “Kukira jantungku baru saja copot …”            “Ugh … jangan ikuti kebiasaan ayahmu yang selalu mengatakan hal ambigu, Ken,” kata ayah Key setelah batuknya berhenti. “Aku tidak mendengar ayahmu akan menyuruhmu untuk membantu kami merawat orang itu …”            Mendengar perkataan ayahnya, rasanya Key sedikit kesulitan untuk menelan ludahnya. Ia melirik ke arah Ken, meski ia terlihat tidak khawatir, tetapi kebiasaannya yang mengusap jahitan celananya langsung disadari oleh Key. Kebiasaannya ketika ia ragu atau khawatir.            “ … Aneh sekali orang itu memikirkan kesulitan orang lain. Aku tidak akan membiarkan istriku sendiri di kamar oleh pria lain, begitu pula ketiga anak perempuanku yang lain!” lanjut ayahnya sambil menepuk punggung Ken dengan keras. Bahkan Key sampai meringis ketika mendengar suara pukulannya.  “Mohon bantuannya, Ken.”            Key bisa melihat sudut bibir Ken sedikit berkedut. Namun ia tetap tersenyum dan berkata, “Tentu, paman. Aku akan membantu kalian sampai orang itu sembuh. Atau setidaknya, sampai ia bisa kembali berjalan.”            “Tapi di mana kakak Ken akan tidur?” tanya Keira sambil memiringkan kepalanya.            “Duh, tentu ia akan tidur di ruang tengah bersama ayah!” jawab Key sambil memutar kedua bola matanya. “Sebaiknya kita lanjutkan pembicaraan ini lagi setelah makan malam! Aku lapaaar!”            .            .            Setelah makan malam, Ken pamit untuk kembali ke rumahnya terlebih dahulu untuk membawa perlengkapan menginapnya. Tentu saja ia juga membawa senjata untuk berburu sesuai dengan permintaan ayah Key.            Key membantu ibunya untuk mengganti perban serta mengobati luka pria tua itu sekali lagi. Meski Key enggan untuk melakukannya karena perasaannya yang tidak nyaman setiap kali melihat pria tua itu, karena permintaan dari ibunya ia harus melakukan hal itu.            Tidak hanya perasaannya saja yang aneh, entah kenapa Key seperti melihat gambaran yang saling tumpang tindih beberapa kali. Sekumpulan orang yang menggunakan kuda dan membawa obor, desanya yang terbakar, wajah panik ibunya dan kedua adiknya, tatapan kosong dari ayahnya, dan sesuatu yang mengerikan mengejar dirinya dan teman-temannya.            Penglihatan itu membuat bulu kuduk Key meremang. Tetapi mungkin itu hanya gambaran karena ia melamun dan memikirkan sesuatu yang buruk. Tentu saja, hal itu tidak akan terjadi padanya, ‘kan?            Ken kembali beberapa jam kemudian dengan perlengkapan lengkap di dalam tas yang ia bawa. Entah dengan cara apa, sepertinya Ken mendapat persetujuan untuk menginap. Itu pun Key tidak tahu apakah ia meminta izin atau pergi sembunyi-sembunyi.            Malam itu Key, ibu dan kedua adiknya tidur di kamar kedua orang tuanya. Sedangkan ayahnya dan Ken benar-benar tidur di ruang tengah.            Selama tiga hari, pria tua itu tidak sadarkan diri. Selama itu pula Ken terus merawatnya, tentu saja sesekali Key dan ibunya membantunya.            Ayahnya juga terlihat lebih senang dibandingkan dengan hari-hari biasanya. Mungkin Key harus berterima kasih pada Ken karena dengan sabar ia selalu meladeni permintaan ayahnya, sampai-sampai ia merasa sedikit kasihan padanya.            Akhirnya, di hari keempat pria tua itu sadarkan diri. Meski begitu, ia belum dapat berbicara dengan jelas. Hanya mengulang perkataannya yang menanyakan keadaan desanya yang diserang oleh bandit. Meski begitu, tidak ada seorang pun yang bisa menjawab pertanyaan itu.            Di hari kelima dan enam, ayahnya dan Ken membantu pria tua itu untuk latihan berjalan. Untung saja kakinya tidak terluka parah, sehingga pria tua itu dapat dengan mudah kembali berjalan dan membantu Key dan yang lainnya.            Satu minggu telah berlalu selama pria tua itu tinggal di rumahnya. Tentu saja, selama satu minggu itu pula beberapa orang dari desa tempat tinggalnya mencari kabar tentang p*********n bandit di desa terdekat. Namun, mereka tidak mendapatkan kabar apa pun tentang hal itu.            Semua orang hanya bisa bersimpati pada pria tua itu. Namun Key dan Ken berpikiran lain. Kemungkinan yang sebelumnya mereka bicarakan, mungkin ada benarnya. Karena itulah mereka berdua semakin memerhatikan pria tua itu dengan seksama.            Meski begitu, Key dan Ken tidak bisa menemukan sesuatu yang mencurigakan selain cerita tentang desanya yang diserang oleh bandit. Kenyataan itu membuat mereka sedikit merasa bersalah dan mulai berpikir apakah pemikiran mereka sebenarnya salah sejak awal?            Namun, gambaran yang saling tumpang tindih membuat Key tidak bisa melepas pria tua itu begitu saja. Meski awalnya ia menganggap bahwa itu hanya pemikiran buruknya ketika sedang melamun, tetapi karena hari demi hari gambaran itu semakin lama semakin sering ia lihat … Key merasa takut kalau hal itu benar-benar akan terjadi.            Karena keadaan pria tua itu hampir sembuh, Ken tidak bisa lagi menggunakan alasan membantu keluarga Key untuk mengawasi orang itu. Sehingga ia hanya bisa mengunjungi rumah Key ketika mereka baru saja selesai berburu dan pulang sebelum jam makan malam.            Untuk ke sekian kalinya, mereka tidak menemukan sesuatu yang aneh pada pria tua itu.            .            .            Saat itu, Key, ayahnya dan tentu saja Ken baru saja kembali dari berburu hewan liar di hutan sekitar desanya. Buruan hari itu tidak terlalu banyak, setidaknya bisa cukup untuk makan keluarga Key ditambah satu.            “Bagaimana?” bisik Ken setelah mereka selesai membersihkan hasil buruan mereka. Tentu saja, setelah ayah Key pergi masuk kembali ke dalam rumah.            Key menggelengkan kepalanya dengan sudut bibir yang sedikit tertekuk ke bawah. “Tidak ada yang mencurigakan.”            “Baru beberapa minggu orang itu berada di sini, ‘kan?”            “Itu benar. Meski sudah cukup lama, orang itu tidak pernah pergi terlalu jauh dari rumahku.”            Ken mengerutkan keningnya sambil mengusap dagunya pelan. “Hmm … aku dengar dari ayahku sampai saat ini mereka belum mendapat kabar tentang desa yang ada di sekitar sini yang diserang oleh bandit.”            “Tidak ada hal lain yang mencurigakan juga …”            “Hei. Lagi pula, apa memang benar orang itu manusia?”            Key memukul bahu Ken dengan keras. “Apa yang ada dipikiranmu, hm? Kau pikir orang itu seekor hewan yang berubah menjadi manusia?”            “Ayolah. Bagaimana jika orang itu ternyata sudah mati puluhan atau mungkin ratusan tahun lalu dan kembali hidup karena ingin balas dendam pada bandit yang menyerang desanya?”            Key memutar kedua matanya sambil mendesah pelan. “Candaanmu tidak pernah lucu, Ken.”            Ken mengerutkan dagunya sambil menggerutu pelan. Kemudian setelah selesai membantu Key untuk mengasapkan hasil buruannya pada hari itu, ia kembali pulang.            “Mana ada seseorang yang bisa kembali hidup. Hmph, omong kosong belaka,” gumam Key pelan dan kembali ke ruang pengasapan untuk mengunci pintunya.            Namun, ia bertemu dengan pria tua itu. Untuk sesaat, Key memerhatikan gerak-geriknya. Sedang apa seorang pria tua yang baru saja sembuh berada di tempat tersembunyi ketika hari sudah hampir malam?            Tapi setelah lima menit lamanya Key memerhatikan orang itu, ia tidak bisa menemukan sesuatu yang bisa membuat Key menangkap basah dirinya sedang melakukan sesuatu yang bisa mencelakai orang-orang yang tinggal di desa.            Akhirnya, Key keluar dari tempat persembunyiannya dan mulai mendekati pria tua itu. “Sedang apa kau di sini?”            Seperti gerakan yang diperlambat, pria tua itu membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Key. Setelah tersenyum beberapa saat, akhirnya ia menjawab, “Aku tidak tahu. Aku berpikir untuk pergi dari tempat ini dan kembali ke desaku, mungkin ada seseorang yang masih … hidup di sana.”            Key melipat tangannya di d**a, ia sedikit memiringkan kepalanya ke samping karena tidak terlalu paham dengan pemikiran orang yang ada di depannya ini. “Tapi kau sendiri tidak terlalu yakin di mana letak desamu, ‘kan?”            Seketika, raut wajah pria itu langsung sedih. Membuat Key sedikit merasa bersalah. “Itu benar … aku tidak bisa melakukan apa pun.”            Untuk sesaat, tidak ada seorang pun yang berbicara di antara mereka, sampai akhirnya pria tua itu kembali berkata, “Apa kau baru saja kembali dari berburu dengan ayahmu?”            Key menganggukkan kepalanya. “Itu benar.”            “Oh … apa anak laki-laki yang terlihat seumuran denganmu itu … siapa namanya, Ken? Apa dia kekasihmu?”            Key langsung menghirup udara dingin di antara giginya, kemudian menjawab, “Dia hanya teman kecilku. Kau tahu seberapa luas desa ini.”            Pria itu terkekeh pelan. “Apa salahnya menikah dengan teman kecilmu itu? Bukankah kalian sudah mengenal baik satu sama lain?”            “Ugh, membayangkannya saja aku tidak mau. Rasanya seperti aku disuruh untuk menikahi kakakku sendiri,” kata Key sambil mengusap tangannya yang tiba-tiba saja gemetar. “Aku menganggap semua orang yang tinggal di sini sebagai keluargaku sendiri. Karena itu … jika ada seseorang yang berniat melakukan hal yang jahat dan membahayakan desa ini. Aku tidak akan diam.”            Pria tua itu membalas tatapan mata Key. Dengan senyuman tipis, ia berkata, “Kau seorang pemberani. Apa itu yang membuatmu memilih untuk menjadi seorang pemburu?”            Key mengangkat kedua bahunya. “Apa pendapatmu tentang ayahku? Pikirkan jawabannya, itulah yang membuatku ingin menjadi seorang pemburu.”            Pria tua itu terkekeh pelan. “Jadi, apa kau terpaksa menjadi seorang pemburu karena keinginan ayahmu?”            “Tidak juga. Aku yang menginginkannya.”            “Ha … kau benar-benar seseorang yang menarik. Tapi bukankah terlalu sayang, kalau gadis secantikmu harus mengotori dirinya?”            Key mengerutkan hidungnya mendengar perkataan pria tua itu. “Aku tidak cantik.”            Pria tua itu kembali tertawa mendengar jawaban Key yang singkat. “Aku hanya memberikan pendapatku.”            Key mendesah singkat sambil memutar balik tubuhnya. “Langit sudah mulai gelap. Sebaiknya kita kembali.”            .            .            Setelah makan malam yang singkat, seperti biasa Key dan Keira membantu ibunya membersihkan peralatan makan. Setelahnya, Key pergi ke kamar beserta kedua adiknya untuk tidur terlebih dahulu. Sedangkan kedua orang tuanya dan pria itu masih berbicara di ruang tengah.            “Kak,” panggil Kezia tiba-tiba.            “Hm?” jawab Key singkat.            “Ceritakan bagaimana kakak pergi berburu dengan ayah!”            “Ah, aku juga mau dengar!” timpal Keira tiba-tiba.            Key terkekeh pelan sambil mengusap kepala kedua adiknya dengan sayang. “Tumben sekali? Biasanya kalian tidak pernah tertarik.”            Kezia mengerutkan keningnya. “Aku bosan di rumah! Aku juga ingin pergi keluar untuk berburu!”            “Hmmm? Apa benar itu alasannya? Bukan karena kau ingin menjadi seorang berburu karena Ken juga seorang pemburu?” goda Key.            Keira langsung tertawa terbahak-bahak kepada adiknya yang saat ini wajahnya semerah tomat. “Kakak! Aku hanya ingin kakak dan Ken menjadi ibu dan ayah!”            “Ish, jangan pernah memikirkan hal itu,” balas Key cepat.            Sekali lagi, Keira kembali tertawa terbahak-bahak, sedangkan keira masih memasang wajah cemberut pada Key. Di akhir, Key menceritakan bagaimana ia dan ayahnya menangkap rusa pada hari itu. Meski Key sengaja menceritakan yang mengandung kekerasan dan tumpah darah … kedua adiknya tetap tertidur pulas mendengar cerita ‘seram’ darinya.            Key terkekeh pelan, kemudian mengecup sayang kening kedua adiknya, dan memejamkan matanya untuk tidur.            Besok, kegiatan yang sama akan ia lakukan lagi.            .            .            Tubuh Key serasa diguncang oleh seseorang dengan kencang, mencoba untuk membangunkan dirinya. Dengan mata yang sulit dibuka, Key melihat ibunya dengan wajah yang khawatir dan dipenuhi oleh keringat.            Melihat wajah ibunya yang tidak biasa, rasa kantuk Key langsung menghilang seketika. “Ada apa, ibu?”            “Key, sayang. Cepatlah pergi dari sini dan bawa kedua adikmu. Kalian bertiga pergilah ke tempat persembunyian desa,” jawab ibunya cepat sambil mencoba untuk membangunkan kedua anaknya yang lain.            Seketika perut Key serasa baru saja ditabrak oleh rusa. Melihat ibunya yang panik, membuat jantungnya langsung berdetak dengan cepat. Gambaran yang saling tumpang tindih kembali memenuhi pandangannya.            “Key, tunggu apalagi? Cepat pergi! Desa kita diserang oleh bandit!” []
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN