Suara dari lift yang baru saja terbuka berhasil menarik perhatian Olivia. Olivia menoleh, lalu berdiri ketika melihat kalau Crisstianlah yang datang.
"Olivia jangan gugup, tenang, ok," gumam Olivia pada dirinya sendiri. "Selamat pagi, Pak," sapanya sambil menundukkan sedikit kepalanya ketika akhirnya Crisstian melewati meja kerjanya.
Crisstian mengabaikan sapaan Olivia. Jangankan membalas sapaannya, menoleh saja tidak. Crisstian terus melangkah menuju ruangannya sambil membalas pesan Crisstina.
Senyum sendu menghiasi wajah Olivia. Sudah Olivia duga kalau Crisstian pasti akan mengabaikannya, jadi Olivia sama sekali tidak terkejut. Olivia menarik dalam nafasnya, lalu menghembuskannya secara perlahan. Olivia meraih beberapa dokumen yang sejak kemarin sudah selesai ia kerjakan, kemudian membawanya ke ruangan Crisstian. Sebenarnya Olivia tidak mau menemui Crisstian, tapi ia harus melakukannya.
Crisstian baru saja duduk di kursinya ketika Olivia memasuki ruangannya.
Dengan ragu, Olivia mendekati Crisstian. Setelah memberikan semua dokumen yang ia bawa sekaligus memberi tahu Crisstian apa saja kegiatannya hari ini, Olivia kembali ke meja kerjanya.
"Dia benar-benar hanya diam." Keluh Olivia sambil menyandarkan kepalanya ke atas meja. "Sampai kapan dia akan terus bersikap seperti itu?" tanyanya penasaran.
Olivia mau semuanya berjalan sesuai keinginannya. Olivia mau, Crisstian bisa bersikap secara profesional supaya dirinya bisa merasa nyaman selama bekerja sebagai sekretaris Crisstian.
***
Suara heals yang cukup nyaring berhasil menarik perhatian sebagian besar orang-orang yang saat ini ada di loby. Saat ini, loby dalam keadaan ramai karena sudah masuk jam makan siang.
"Semoga gue enggak salah alamat," gumam Rose sambil melepas kaca mata hitam yang sejak tadi bertengger di hidung mancungnya. Rose terlebih dahulu mengamati isi loby, setelah itu melangkah menghampiri meja resepsionis.
"Selamat siang, Miss, ada yang bisa saya bantu?" Vanya menyapa ramah Rose, tak lupa untuk bertanya.
"Saya ingin bertemu dengan Crisstian."
Rose hanya menyebut nama Crisstian tanpa adanya embel-embel Pak atau semacamnya, membuat Vanya terkejut. Vanya langsung berpikir kalau wanita di hadapannya ini adalah teman dekat sang atasan. "Apa sebelumnya Anda sudah membuat janji, Miss?"
"Belum." Rose menjawab singkat pertanyaan Vanya.
"Tunggu sebentar, saya akan menghubungi sekretarisnya dulu."
Rose hanya mengangguk. Rose berbalik memunggungi Vanya, dan mulai memperhatikan suasana di sekitarnya. "Suasananya sangat nyaman," gumamnya sambil tersenyum tipis.
"Halo, Vanya." Olivia terlebih dahulu menyapa Vanya. "Ada apa?"
"Ada yang mau bertemu Pak Crisstian." Sesekali Vanya melirik Rose.
"Siapa?" Seingat Olivia, hari ini Crisstian tidak memiliki jadwal untuk bertemu klien.
"Tunggu sebentar, biar gue tanya dulu siapa namanya."
"Ok."
"Maaf, dengan si–"
"Rose." Rose memotong ucapan Vanya yang belum selesai. Sejak tadi, Rose mendengar pembicaraan Vanya.
Setelah mengucap terima kasih, Vanya kembali berbicara dengan Olivia. "Namanya Rose."
"Ok, tunggu sebentar ya, biar gue konfirmasi dulu sama Pak Crisstian."
"Ok."
Tanpa mengakhiri panggilannya dengan Vanya, Olivia menghubungi Crisstian.
"Ada apa?" Suara bariton Crisstian terdengar.
Olivia meneguk kasar ludahnya ketika mendengar nada bicara tegas Crisstian. "Seorang wanita bernama Rose ingin bertemu dengan Anda, Pak."
"Rose?" Ulang Crisstian dengan nada tinggi.
Olivia terkejut sekaligus juga bingung, kenapa Crisstian sangat terkejut begitu mendengar nama Rose. "Iya, Pak. Rose."
"s**t!" Tanpa sadar, Crisstian mengumpat.
Umpatan Crisstian mengejutkan Olivia, sekaligus membuat Olivia penasaran, kenapa Crisstian sangat terkejut? Dan siapa Rose sebenarnya?
Crisstian ingin sekali melarang Rose masuk, tapi Crisstian yakin kalau Rose pasti akan memaksa untuk bertemu dengannya. "Biarkan dia masuk."
"Baik, Pak." Setelah mendapat jawaban dari Crisstian, Olivia kembali menghubungi Vanya, memberi tahu Vanya untuk mengizinkan Rose masuk.
Binar bahagia terlihat jelas di mata Rose begitu tahu kalau Crisstian mengijinkannya untuk menemui pria itu. Awalnya Rose pikir Crisstian tidak mau menemuinya.
Saat ini Rose sudah berada dalam lift. Rose meraih ponselnya, lalu memeriksa riasan di wajahnya. "Perpect," ucapnya sambil senyum lebar.
Tak sampai 1 menit kemudian, Rose sampai di tempat tujuannya.
Sebelum keluar dari lift, Rose kembali memeriksa penampilannya, setelah yakin kalau semuanya sempurna, barulah Rose melangkahkan kedua kaki jenjangnya dari dalam lift.
Kedatangan Rose di sadari oleh Olivia. Sejak tahu kalau ada wanita yang mau menemui Crisstian, Olivia sudah merasa sangat penasaran, seperti apa sosok Rose?
"Wow." Itulah kata yang langsung terlontar dari mulut Olivia ketika melihat penampilan Rose. Rose memakai dress berwarna merah. Dress yang menurut Olivia sangat kekecilan mengingat tubuh Rose sangat berisi. Belahan d**a Rose sampai terexpose, begitu juga bagian pahanya.
"Apa dia tidak merasa kesulitan bernafas?" Olivia seketika membayangkan kalau dirinya mengenakan dress yang sama dengan Rose, ia pasti akan merasa engap, tidak akan bisa bernafas dengan benar. "Tapi gue kan enggak seberisi dia," lanjutnya berbisik.
Rose mendekati Olivia.
Olivia pun tersadar dari lamunannya ketika jaraknya dan Rose sudah sangat dekat. Olivia berdiri untuk menyapa Rose. "Selamat siang," sapanya ramah, namun sayangnya, Rose tidak membalas sapaan Olivia.
"Di mana ruangan Crisstian?" Rose bertanya dengan nada bossy. Rose memindai penampilan Olivia, sayangnya hanya bisa sampai sebatas pinggang karena pandangannya terhalang oleh meja.
Sikap Rose membuat Olivia merasa tidak nyaman, apalagi ketika melihat reaksi yang Rose berikan sesaat setelah mengamati penampilannya. Rose seperti tidak suka dengan penampilannya, padahal Olivia merasa kalau pakaian yang melekat pada tubuhnya jauh lebih tertutup dari pada pakaian yang Rose kenakan.
"Mari saya antar ke ruangannya Pak Crisstian."
"Enggak usah!" Dengan tegas, Rose menolak ajakan Olivia. "Saya bisa sendiri," lanjutnya sambil mengibaskan rambut panjangnya.
Olivia mengurungkan niatnya untuk keluar dari area ruang kerjanya.
"Ah, itu pasti ruangan Crisstian," ucap Rose sesaat setelah melihat pintu bercat hitam yang terletak tak jauh dari posisinya. Rose berlalu pergi meninggalkan Olivia tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Cantik sih, tapi sombong banget." Olivia mulai menggerutu. Olivia kembali duduk, melanjutkan pekerjaannya.
Crisstian mendongak untuk melihat siapa orang yang baru saja menerebos memasuki ruangannya. Raut wajah Crisstian berubah datar begitu melihat Rose.
"Hai, Crisstian!" sapa Rose penuh semangat. Rose tidak bisa menahan diri untuk tidak menyapa Crisstian.
"Seharusnya sebelum masuk, kamu terlebih dahulu meminta izin, Rose." Crisstian menatap tajam Rose.
Respon Crisstian tidak sesuai harapan Rose, membuat Rose cukup terkejut, langkah kedua kaki Rose pun secara otomatis langsung terhenti. "Ma-maaf," ucapnya penuh sesal.
"Jadi ... ada apa kamu datang ke sini?" Crisstian kembali fokus pada pekerjaannya, mengabaikan Rose yang sampai saat ini masih berdiri di dekat sofa. Crisstian tidak berniat untuk mempersilakan Rose duduk.
"Aku mau menemui kamu, Criss." Rose menjawab jujur pertanyaan Crisstian sambil terus menatap lekat Crisstian, pria yang sudah lama tidak ia lihat sekaligus pria yang sangat ia rindukan. Crisstian yang sekarang berbeda dengan Crisstian yang dulu. Crisstian terlihat jauh lebih dewasa, berwibawa, dan Rose akui, ketampanan Crisstian naik berkali-kali lipat dari sebelumnya.
"Lo harus jadi milik gue, Crisstian!" Rose membatin, seketika bertekad untuk menjadikan Crisstian miliknya.
Crisstian malah terkekeh.
Respon Crisstian diluar dugaan Rose. Rose pikir, Crisstian akan menyambutnya dengan senyuman juga pelukan.
Crisstian mengangkat wajahnya, menatap Rose dengan tajam. "Untuk apa?"
"Aku merindukan kamu, Crisstian." Rose menatap sendu Crisstian.
Tawa Crisstian semakin menjadi setelah mendengar jawaban Rose.
"Kenapa kamu malah tertawa, Criss?" Tanpa sadar, Rose meremas kuat dressnya, benar-benar bingung dengan respon yang Crisstian berikan. Kenapa Crisstian tertawa? Apa yang lucu?
Crisstian menghentikan tawanya. Raut wajahnya berubah kembali menjadi serius. "Memangnya apa yang kamu harapkan, Rose?" tanyanya dengan nada mencemooh.
Situasi di dalam ruangan Crisstian saat ini berubah menjadi tegang, sedangkan hal berbeda justru di alami oleh Olivia. Sejak Rose memasuki ruangan Crisstian, Olivia sudah mencoba untuk fokus pada pekerjaannya, namun sayangnya, Olivia tidak bisa berkonsentrasi. Olivia terus memikirkan Crisstian dan Rose. Kira-kira, apa yang saat ini sedang mereka berdua lakukan? Itulah pertanyaan yang terus menerus menghantui pikiran Olivia, membuatnya pusing.
"Akh! Kenapa gue harus mikirin mereka sih?" Olivia membenamkan wajahnya di meja, tapi kembali menegakkan posisi duduknya ketika mendengar suara lift terbuka.
"Hai," sapa Crisstina sambil melambaikan telapak tangannya.
Olivia akan berdiri untuk menyapa Crisstina, tapi Crisstina memberi isyarat supaya Olivia tetap duduk di kursinya.
"Apa Crisstian ada di ruangannya?"
"Pak Crisstian ada di ruangannya."
Crisstina sontak tertawa begitu mendengar Olivia memanggil Crisstian dengan sebutan Pak.
Olivia menatap bingung Crisstina. "Kenapa? Apa ada yang salah?"
"Enggak ada apa-apa kok," jawab Crisstina sambil menggelengkan kepalanya. "Crisstian sendiri atau sedang bersama klien?"
"Pak Crisstian sedang bersama tamu."
Crisstina berbalik menghadap Olivia. Rasa penasaran terlihat jelas di raut wajahnya. "Tamunya pria atau wanita? Siapa namanya?"
"Wanita, dan namanya Rose."
"What!" Secara spontan, Crisstina berteriak sambil menggebrak meja kerja Olivia, terlalu terkejut dengan jawaban yang baru saja Olivia berikan, di saat yang sama, Olivia juga terkejut. Olivia terkejut karena teriakan dan gebrakan yang Crisstina lakukan.
"Kenapa wanita sialan itu bisa ada di sini?" Crisstina berlari menuju ruangan Crisstian, lalu membuka pintu secara kasar, mengejutkan Crisstian dan juga Rose. Keduanya kompak menoleh ke arah Crisstina.
"Kenapa dia harus datang sekarang sih?" Crisstian meringis sambil memijat keningnya. Menurut Crisstian, Crisstina datang di saat yang sama sekali tidak tepat.
Rose melangkah mundur menjauhi Crisstina yang kini melangkah mendekatinya.
"Kenapa Kakak ngizinin dia buat masuk sih?" Crisstina menatap tajam Crisstian, sebelum akhirnya menatap sinis ke arah Rose. "Btw, ini kantor ya, bukan club malam, kalau berpakaian itu yang sopan, jangan pakai pakaian kekurangan bahan dong," lanjutnya ketus.
Crisstian mengangguk, menyetujui ucapan Crisstina. Apa yang Crisstina katakan memang benar, seharusnya Rose bisa mengenakan pakaian yang jauh lebih sopan.
Crisstina kembali menatap tajam Crisstian.
"Kakak hanya ingin tahu, apa maksud serta tujuan dia datang ke sini." Crisstian akhirnya menjawab santai pertanyaan Crisstina.
Crisstina berdecih. "Sebaiknya lo pergi, dan jangan pernah lagi datang ke sini untuk menemui kembaran gue."
Tanpa pamit, Rose langsung berlari keluar dari ruangan Crisstian.
Atensi Crisstina beralih pada sang saudara kembar, Crisstian.
Crisstian menaikan salah satu alisnya. "Apa?" tanyanya.
Crisstina berdecih, tanpa permisi duduk di sofa yang menghadap langsung ke arah meja Crisstian. "Sejak kapan Rose kembali?"
Crisstian mengangkat kedua bahunya. "Entahlah, mungkin kemarin."
Jawaban tak pasti Crisstian membuat Crisstina kesal. Crisstina sibuk mengintrogasi Crisstian, sedangkan keluarnya Rose dari ruangan Crisstian mengejutkan Olivia.
Olivia terkejut karena suara pintu yang tertutup dengan kencang. Sekilas Olivia menatap Rose, dan Olivia bisa melihat betapa marahnya Rose saat ini. Olivia memilih untuk tetap duduk, dan pura-pura tak melihat Rose.
"Dasar wanita sialan!" Rose mengumpat, dan umpatannya barusan didengar oleh Olivia.
Olivia terkejut, dan tak butuh waktu lama baginya untuk berpikir kalau wanita yang Rose maksud adalah Crisstina.
"Kenapa dia?" Olivia melirik Rose yang baru saja memasuki lift. Olivia seketika penasaran, kira-kira apa yang baru saja terjadi di dalam ruangan Crisstian?