Hujan adalah segalanya. Hidup kian membabi buta hanya karena tetesan air yang jatuh membasahi bumi.
Aku pernah tersenyum pada hujan. Aku berdoa, bersyukur, dan berterimakasih untuk segala nikmat yang sudah diberikan. Hujan pernah memberiku bahagia. Melambungkan bahagiaku setinggi langit.
Hujan tak mudah pergi untuk beri pelangi. Hujan pun pernah membiarkan badai. Menghempaskan hati dan jiwa ini dalam satu hentakan ke permukaan. Melalui peristiwa itu, aku dan dia tidak diizinkan untuk bersama dalam keselimutan bahagia. Kami mencoba untuk melaluinya, hingga pelangi bertebaran.
Kemudian aku sadar, aku terlalu egois untuk mencintai dan memiliki pria yang cintanya bahkan tidak untukku. Kemudian, ini terlalu egois untukku mendapatkan jiwanya yang dicintainya.
Apakah aku egois ingin memiliki seutuhnya pria yang mencintai kembaranku?