Tiba-tiba wajah Davis memerah. Dia beringsut maju mendaratkan kecupan kilat di bibir Aurel. Telapak tangan yang besar mendorongnya mendekat tepat ketika gadis itu hendak menarik diri. Pria itu membungkuk untuk mengintensifkan ciumannya. Aurel Smith membuka matanya ketika mereka selesai melakukan itu dengan terengah-engah. Wajah tampan Davis memasuki pandangannya. Gairah Aurel yang sangat besar membara di bawah matanya yang dalam. “Tinggal satu bulan lagi.” Davis tampak terkejut, tetapi dengan cepat dia mengerti apa yang dimaksud oleh Aurel Smith. Matanya bersinar dan dia menelan hasrat yang membara dalam dirinya. “Kau sudah berjanji padaku. Tidak bisa mundur sekarang,” bisik Aurel. Davis mengangguk lembut. Setengah jam kemudian, dia meninggalkan kamar tidurnya dan menuju kamar tamu d