Aurel Smith berjinjit untuk mencium bibir Davis. Di sisi lain, di balik monitor, pria tua itu bersemangat dengan ciuman itu. “Hei, anak muda menurutmu apakah mereka akan membuat keponaanmu malam ini?” Pria tua mungkin senang, tetapi dia masih berpikir jernih. Dia mendengar suara pemuda di sampingnya, “Tidak mungkin. Aku pikir Davis masih ingin menjadi artis, mengapa dia membuang-buang waktunya untuk memikirkan anak?” Saat itulah, Tuan tua menyadari bahwa Davis masih sibuk bekerja. Kegembiraannya sirna seketika seolah-olah seember air dingin memadamkan gairahnya yang membara. “Lihat, ini sudah malam, kenapa kita tidak pergi tidur?” Tuan tua menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku masih ingin menontonnya!” “Kakek, ingat kesehatanmu itu sangat penting.” Tuan tua mengangguk, “Baiklah.”