Saat itu sore hari, matahari mulai beranjak senja di langit. Davis sedang berdiri di depan sebuah butik dengan mengenakan tuksedo pengantinnya, wajahnya membeku ketika dia melihat sepasang manusia yang sedang bermesraan di dalam sebuah mobil Porsche.
Seharusnya hari ini adalah jadwal pengepasan gaun pengantinnya dan dia telah berjanji di depan butik itu.
Dirinya terkejut saat disambut dengan sebuah adegan romantis setelah sekian lama menghabiskan waktu untuk menunggu kedatangannya.
Punggung wanita itu menghadap ke arahnya dan ketika itu dia sedang mencium seorang pria yang berpelukan dengan penuh gairah, demikian juga sang pria menanggapinya dengan hal yang sama.
Davis melihat bibir pria itu melengkung membentuk sebuah senyuman puas melalui jendela mobil.
Dia seperti disambar petir di sore hari, tidak pernah terlintas sedikit pun di dalam pikirannya bahwa tunangannya akan bermain gila dengan saudara perempuannya sendiri!
Dia mencoba mengatupkan rahangnya karena perasaan malu dan marah ketika mata memerah. Dia merasa sangat bodoh!
Dia bergegas ke bawah tanpa merasa ragu sedikit pun ketika dia menerima pesan dari Wiska beberapa menit yang lalu saat dia mengatakan kepadanya bahwa dia sudah sangat tidak sabar untuk melihat dirinya terbalut dalam gaun pengantin.
Namun, kini jas yang sedang dikenakannya menjadi sebuah lelucon yang konyol. Davis baru saja mengetahui bahwa sebelumnya Jayson yang telah mengirimkan sebuah pesan kepadanya melalui ponsel Wiska.
Jelas sekali bahwa Jayson menginginkan dirinya untuk melihat adegan itu dan menertawakan kemalangannya.
Sepertinya Jayson dan Ayahnya masih belum merasa puas saat mereka berhasil merebut kasih sayang Kakeknya dan Ibunya. Sekarang dia juga telah merampas tunangannya!
Davis merasa sangat kecewa dengan tindakan Wiska.
Padahal dulunya, wanita itu tidak menyukai Jayson tetapi mengapa sekarang mereka bisa bersama? Itu memberikan satu pukulan yang sangat menyakitkan.
Dia merasa seolah-olah dirinya baru saja terbangun dari sebuah mimpi buruk.
Dia takut tidak bisa mengendalikan emosinya dan mulai melakukan sesuatu hal yang ceroboh.
Dengan begitu, dia segera meninggalkan tempat kejadian itu sebelum Wiska melihatnya.
Tidak lama kemudian, Jayson meneleponnya dan berkata dengan nada yang mengejek, “Kakakku sayang, kau pasti sudah melihat semuanya? Akulah pria yang dicintai Wiska, dia tidak akan pernah menikahimu dan aku tidak akan membiarkan pernikahan itu terjadi. Dia milikku sekarang, jadi lupakan impianmu!”
Davis menghabiskan waktu sepanjang senja dengan menyusuri jalanan dalam keadaan sedih.
Dia tidak memperdulikan dirinya yang menjadi pusat perhatian dengan wajahnya yang murung dan jas pengantin yang dikenakannya.
Dia masuk ke dalam sebuah klub malam dan memesan banyak minuman lalu menghabiskannya sambil menangis.
Dia ingin menenangi dirinya dengan tindakan itu. Malam itu kondisi Davis menjadi semakin buruk dan dia pun pingsan di atas sebuah sofa di dalam sebuah ruangan pribadi.
Keesokan harinya, Davis terbangun karena deringan suara telponnya dan dia mengangkat telponnya dalam kondisi yang masih mengantuk.
Belum sempat Davis bicara, Wiska langsung berteriak kasar, “Hei gendut! Ke mana saja kau kemarin? Aku bahkan menunggu lama di butik! Mengapa kau tidak datang ke sana? Kalau menurutmu pernikahan itu tidak penting... Mari kita batalkan saja!”
Perkataan Wiska membuatnya tertegun dan tersadar dari mabuknya. Sindiran itu sangat tajam hingga dia merasakan semut merayapi tubuhnya. Sejak kemarin, dia sudah muak dengan tindakan Wiska.
Setelah panggilan telpon berakhir, dia bersiap-siap untuk pergi membayar tagihannya.
Seorang wanita bertubuh tinggi dan ramping berjalan tepat di hadapannya ketika dia sedang menyusuri koridor hotel.
Davis tidak terlalu memperhatikan wanita itu hingga terdengar sang asisten berkata dengan nada yang hormat ketika posisi mereka mendekat. “Nona, menurut Tuan Besar, tugas Anda hari ini adalah mengambil surat nikah dengan Tuan Nicolas dan kemudian menghadiri acara makan malam dengannya untuk merayakan pernikahanmu.”
“Aku tidak ingin menikah dengannya.” Kalimat itu keluar dari bibir tipis wanita itu dan suaranya terdengar sangat dingin.
“Tetapi... Tuan Besar berkata bahwa Anda harus menikah. Jika Anda tidak tertarik dengan Tuan Nicolas, beliau akan mengirim beberapa calon kandidat hingga Anda dapat memilih pria yang cocok untuk Anda.”
“Hmmph! Dia bahkan masih memaksakan idenya! Aku akan tetap menolaknya meskipun dia bersikeras dengan gagasannya!” Suara Aurel sangat dingin ketika dia mendengus kesal.
Setelah jeda, Aurel menyeringai saat sebuah ide melintas di pikirannya.
Dia berkata ketika dia memberi intruksi pada sang asisten, “Mathew! Carilah pria sederhana untukku dan aku akan mengontraknya.” Wanita itu berkata ketika membuat rencana singkat.
Sang asisten tertegun sebelum dia berkata, “Nona... Anda pasti sedang bercanda, bukan?”
Wanita itu menatapnya dengan tatapan dingin. “Apakah aku terlihat seperti sedang bercanda?”
Sepertinya tidak! Lagi pula pernikahan adalah sebuah tonggak penting dalam kehidupan seseorang. Mengapa bosnya menganggap bahwa hal itu adalah masalah yang kecil? Pria itu mulai mengatakan sesuatu kembali sebelum akhirnya dia berhenti.
Dia mengurungkan niatnya untuk menasehati sang majikan karena ekpresi tegas dan dingin di wajahnya. Mathew hanya bisa menghela nafasnya berulang kali.
Sudut mata Davis melirik ke arah wanita itu bisa ketika dia tidak bisa mengendalikan dirinya.
Selain itu, dia mendengar percakapan mereka. Wanita itu sangat cantik. Sosoknya sangat indah dan tergambar sempurna.
Dia memiliki bibir tipis, hidung yang mancung, mata yang jernih dan sepasang alis yang tebal yang menambah kesan acuh. Pakaian yang dikenakan, membuat dia semakin terlihat anggun.
Wajahnya memancarkan aura dingin dan bijaksana. Ada sifat penyendiri yang membuat siapa pun sangat sulit untuk mendekatinya dan sikapnya yang mempesona secara otomatis membuat dirinya memang layak untuk dihormati.
Davis mengenali wanita itu sebagai sosok pemimpin perusahaan Internasional Investmen, yang dikenal sebagai seorang bangsawan dalam industri hiburan. Wanita itu bernama Aurelia Briella Smith
Sikap rendah hatinya nyaris tidak pernah muncul di depan umum tetapi dia pernah melihatnya sebelum ini ketika dia masih menjadi mahasiswa jurnalis.
Dia terkejut saat bertemu dengannya di tempat ini di sebuah klub. Tiba-tiba sebuah ide terbesit ketika pria itu melintas di hadapannya.
Aurel sedang mencari seseorang untuk dinikahi sedangkan dia baru saja dikhianati oleh tunangannya, jadi mereka tidak perlu ketertarikan emosional dan hanya akan menjadi pasangan yang cocok untuk mitra.
Selain itu, dia ingin melihat reaksi Jayson saat mengetahui bahwa dirinya menemukan seseorang yang lebih baik dari Wiska.
Dia ingin wanita itu menyesali keputusannya! Davis segera menghentikan langkahnya setelah mendapatkan ide ini. “Tunggu sebentar, Nona Aurel.”
Aurel dan Mathew, asistennya tersentak karena kaget hingga menoleh dengan spontan ke arah pria yang menyapanya.
“Boleh saya tahu mengapa Anda memanggilnya?” Asisten Aurel mulai bertanya dengan sangat hati-hati ketika dia bergerak dan berdiri di depan bosnya.
Davis melangkah dengan cepat ke arah wanita itu dan menganggukkan kepalanya sembari berkata kepadanya.
“Saya tidak sengaja mendengar percakapan Nona sebelumnya, yang mengatakan bahwa dia sedang mencari seorang pria untuk dinikahi, jadi saya penasaran. Apakah saya termasuk ke dalam kriteria yang dicari?”
“Hah?” Asistennya tercengang sesaat sambil memandangi Davis dengan tatapan yang sedikit mencemoohkan sebelum dia berseru. Dirinya terperanjat dengan penuh kebingungan.
Aurel tidak menyangka bahwa pria ini akan berbicara begitu berani kepadanya, jadi dia tidak bisa menahan diri untuk segera menatapnya.
Dia merasa aneh saat melihat pria itu sedang mengenakan jas pengantin dengan sorotan mata yang berkabut. Dia tertegun dengan apa yang dilihatnya.
Davis menjadi gugup ketika dia ditatap oleh wanita itu. Mungkin perkataannya terlihat sangat tenang tetapi dia merasa ragu apakah Aurel akan menerima lamarannya?
Lagi pula, sosoknya adalah sosok bangsawan. Banyak pria yang tergila-gila padanya. Meskipun dia menyakini bahwa ada pria yang lebih baik darinya tetapi apa yang dia ucapkan tadi tidak bisa ditariknya lagi.
Waktu seolah berhenti sesaat dan akhirnya Aurel bertanya kepadanya. “Bagaimana dengan tunanganmu?”
“Dia telah kabur dengan pria lain.” Setelah jeda sesaat, Davis menambahkan. “Jika Anda menyetujuinya, kita bisa menjadi mitra di dalam pernikahan ini. Saya akan menjadi suami yang baik untuk Anda dan saya tidak akan ikut campur dengan urusan pribadi Anda.”
Aurel tersentak kaget dan menatapnya tidak percaya. ‘Apa pria ini serius ingin menikah dengannya? Pernikahan mitra? Apakah dia pikir mereka sedang melakukan suatu misi untuk bisa naik ke level selanjutnya agar membunuh seekor serigala? Bukankah kisahnya begitu menyedihkan?’
“Tuan, saya benar-benar minta maaf tapi...” Pria yang bernama Mathew itu berniat untuk menolak lamaran Davis ketika bosnya melambaikan tangannya dan memotong kalimatnya.
Asisten Aurel terdiam dan tercengang bahkan, dia membeku beberapa saat.
Sementara pupil mata Aurel membelalak dan kemudian menatapnya dengan tatapan yang sangat serius.
Akhirnya dia menyetujuinya. “Tentu, ayo kita menikah.”
“Apa? Apakah aku tidak salah dengar?” Davis tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.
Dia tertegun ketikan wanita itu berkata tanpa menyelidiki keadaannya lebih jauh.
Tidak hanya Davis yang kaget tetapi asistennya juga. “Nona, bukankah ini terlalu cepat untuk mengambil sebuah keputusan? Lagi pula, Anda baru bertemu dengannya, itu tidak bisa menjadi patokan bahwa Tuan ini baik untuk Anda.”
Pria itu bereaksi dengan cepat untuk mengingatkan bosnya agar tidak salah langkah.
Sepertinya pria yang sedang berdiri di depannya ini adalah pria yang tersakiti hatinya.
Dia tidak mungkin memiliki motif tersembunyi apa lagi untuk menguasai kekayaannya.
Meskipun, Aurel penasaran dengan latar belakang pria ini tetapi dia yakin bahwa pria ini adalah pria yang baik.
Namun, sepertinya dia tahu bahwa niat Davis, itu pasti karena ingin membalas perbuatan sang mantan.
Memikirkan hal itu, Aurel kemudian mengangguk setuju. “Tidak perlu! Oke aku setuju kita menjadi mitra di dalam pernikahan ini tetapi kau tidak bisa menarik kata-katamu lagi. Apa kau paham?”
“Tentu.” Davis menjawab dengan tegas.
Tidak ingin bertele-tele, wanita yang bernama Aurel itu bertanya kepadanya, “Apakah kau membawa kartu identitasmu?”
Davis menggeleng kepalanya ketika dia berkata, “Tidak.”
Aurel mengangkat lengannya ketika dia melihat arlojinya sebelum dia berkata, “Pulanglah dan bawa identitasmu. Kita akan bertemu di kantor Biro Urusan Sipil dalam waktu 2 jam.”
"Oke.” Davis menyetujuinya.
“Baiklah. Mathew, antarkan calon Tuan ke rumahnya.” Aurel memberikan perintah pada asistennya.
Tidak ingin membantah, Mathew mengangguk dengan segera. “Baik, Nona.”
Davis kembali bertemu dengan Aurel setelah dua jam kemudian di kantor Biro Urusan Sipil. Mereka mendaftarkan pernikahan mereka saat itu juga.
Setelah melalui beberapa proses, akhirnya mereka menyandang status sebagai suami istri.
Meski begitu, pernikahan yang tidak didasari dengan cinta pada awalnya ini setidaknya menyelamatkannya dari wanita buaya darat seperti Wiska.
Davis mengumpulkan keberanian saat dia menarik nafasnya dalam-dalam sebelum dia berkata dengan penuh harapan, “Nona Aurel, bisakah kita berbicara sebentar?”
Aurel menoleh ke arahnya dan menjawab dengan dingin. “Hmmp! Bicaralah sekarang.”
Dengan begitu, Davis mengajaknya ke sebuah cafe yang terletak di samping kantor ini.
Aurel mengerutkan keningnya saat melihat pria itu menarik lengannya, seolah-olah mereka sudah akrab tetapi yang anehnya dia membiarkan lengan itu melingkari lengannya. Pria ini seperti magnet saja.
Begitu mereka sampai, keduanya duduk di sudut ruangan itu dan dia mulai membuka pembicaraannya. “Apa yang ingin kamu bicarakan?”
Davis mengangguk dan menjawab, “Aku ingin menyampaikan sesuatu padamu.”
Aurel mengangguk sebagai isyarat dari jawaban atas perkataan Davis.
Dengan begitu, dia melanjutkan perkataannya, “Bisakah kita merahasiakan pernikahan kita untuk saat ini? Karena aku ingin menyelesaikan urusanku dan aku tidak ingin melibatkanmu dalam urusan pribadiku. Kamu bisa melakukan apa pun yang kamu inginkan tetapi tolong rahasiakan pernikahan ini.”
‘Apa? Merahasiakan pernikahan? Mengapa? Apa aku memalukan baginya? Hmmph! Itu mungkin lebih baik!’
Setelah memikirkan sesuatu, wanita itu mengangguk. “Baiklah, tetapi aku juga punya syarat untuk kamu penuhi.”
“Tentu, silahkan,” Davis menyahutinya tanpa ragu.
“Karena kau sudah menjadi suamiku, maka kau harus tinggal bersamaku. Jangan membuatku lama untuk menunggu kau mengumumkan pernikahan kita. Apa kau mengerti?” Saat wanita itu berbicara dia menatap Davis dengan ekpresi yang mendominasi. Dengan kata lain, Davis tidak bisa menolak syaratnya.
Dengan begitu, Davis mengangguk setuju. “Oke.” Setelah kesepakatan itu selesai. Davis pergi meninggalkan Aurel sendirian.
Tidak lama setelah itu, Mathew masuk menemui bosnya. “Nona.”
Kemudian Aurel pergi bersama Mathew. Di dalam mobil terjadi keheningan sesaat sebelum wanita itu menginstruksi sesuatu pada asistennya. “Cari tahu latar belakang pria itu secara detail. Aku penasaran dengannya. Berikan info itu dengan segera!”
Pria itu dikenal dengan Davis Steven namun, teman-teman yang dekat dengannya memanggilnya dengan nama Davis.
Dengan begitu, Mathew segera mengangguk. “Baik, Nona.”
Mathew melihat majikannya sekilas dan ingin bertanya sesuatu tentang jawaban konyolnya itu, ‘Mengapa dia begitu cepat setuju menikah dengan pria itu?’ Tetapi nyalinya menciut ketika dia melihat sorotan matanya yang tajam bersinar kejam. Akhirnya, Mathew mengurungkan niatnya untuk bertanya dan kembali fokus untuk menyetir.