Daffa menenteng kantung belanjaan di sebuah minimarket. Kini ia dan Freya sibuk memilih s**u ibu hamil manakah yang cocok untuk kebutuhan nutrisi calon buah hati mereka. Ah rasanya perut Daffa seperti tergelitik mendengar kata 'buah hati'.
Freya mengambil satu kotak s**u ibu hamil dengan rasa cokelat ke hadapan Daffa. "Ini aja kali ya?"
"Rasa cokelat kamu mau?"
Freya mengangguk lucu. Daffa tersenyum lalu membelai rambut istrinya. "Yaudaah ambil yang ini," katanya. Tangannya bergerak memasukan s**u yang Freya pilih dan langsung memasukannya ke dalam kantung belanjaan.
Freya berjalan lagi ke arah rak-rak bagian makanan. Matanya langsung berbinar kala melihat ciki-ciki dengan varian rasa yang berbeda itu. Dengan gatal, tangannya menggapai semua ciki yang berada di etalase. Daffa yang melihatnya hanya membiarkan Freya seperti itu. Bundanya pernah bilang, bahwa orang hamil memang mengidam. Tapi Daffa tidak tau apakah Reya sedang mengidam atau tidak kini.
"Udah cantik?" Daffa menarik pinggang Reya dengan posessive kala ada seorang pramuniaga laki-laki yang melihat istrinya dengan pandangan yang-Ah Daffa tidak suka menyebutnya.
Reya hanya miliknya.
"Udaaah bby!" Reya balas melingkarkan tangannya pada pinggang Daffa.
Mereka berdua berjalan dan mengantri di minimarket ini. Semua orang memperhatikan mereka. Tapi mereka berdua tidak peduli. Toh mereka sepasang suami-istri.
"Abis ini kerumah bunda mau?" Tawar Daffa ketika dirinya sudah berada dibalik kemudi. Freya menoleh kehadap Daffa.
"Kamu mau kesana?"
"Kalo kamu mau aku juga pasti mau. Jadi gimana?"
"Yaudah ayo ke rumah bunda duluu. Aku juga kangen sama bunda,"
Daffa menarik kepala Freya pelan lalu menciumnya. Ah Daffa mencintainya.
***
Nara dan Raka sangat bahagia sekali kala mereka mengetahui bahwa mereka akan segera memiliki cucu. Raka sibuk memperingati Daffa bagaimana menjadi ayah yang siap siaga. Pun Nara juga memberi wejangan berupa 'hal hal yang harus' dilakukan Daffa.
"Kalo sama ibu hamil harus extra sabar A. Ibu hamil itu maunya di manja, emosinya juga ga stabil," Kata Nara sembari mengusap kepala Freya yang ada di dadanya.
"Iyaa bundaaaaa,"
"Kamu juga jangan sering sering main sama Reya. Nanti anak kalian kenapa-kenapa. Boleh sesekali, tapi jangan sering!"
Raka menepuk paha anaknya. Membuat Daffa meringis pelan tapi tak urung ia mengangguk.
"Sakit yaah," kata Daffa. Raka menatap anaknya lalu meninju bahunya pelan. "Cemen kamu! Masa mau jadi ayah diginiin aja sakit sih,"
Daffa hanya menatap Raka dengan sebal lalu tertawa bersama setelahnya.
***
Daffa melepas kaus nya lalu membiarkan dirinya bertelanjang d**a. Freya sedang mencuci muka di kamar mandi. Badannya terasa pegal sekali. Mereka baru sampai di apartemen pukul 20.15 tadi.
Freya keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang sudah lebih fresh dari yang sebelumnya. Perempuan itu mengambil tanktop hitam dan celana pendek dari dalam lemari. Freya melihat Daffa sudah terbaring telungkup di atas ranjang. Tangannya mengusap punggung Daffa pelan.
"Sayang bobonya benerin yuk. Jangan telungkup gini ah, ga baik."
Daffa yang sudah memejamkan matanya pun lantas membalikan badan dan menaruh kepalanya di paha mulus Reya. "Kamu capek nggak?"
Freya menggeleng lalu mengusap rambut Daffa yang tebal. "Kenapa emang hhm?"
"Mau minta tolong pijetin. Mau nggak?" Matanya menatap mata Freya. Freya mengangguk.
"Ya mau dong sayang. Kan itu tugas aku juga. Bentar ya aku ambil minyak angin dulu!"
Freya berjalan ke arah nakas lalu mengambil sebotol minyak kayu putih. Freya mengusap kan nya ke punggung tegap Daffa. Memberinya sedikit pijatan disana. Daffa memeluk bantal yang ada dibawahnya.
Daffa membalikan tubuhnya menjadi ke arah Reya. Menarik badan Freya untuk mencium bibirnya. Freya kaget, wanita itu diam beberapa detik sebelum akhirnya membalas pangutan Daffa pada bibirnya.
***
"Mau apa lagi kamu kesini?"
Seorang pria berkemeja merah maroon dan celana bahan berwarna hitam mendekati seorang wanita yang sedang duduk memangku anaknya di depan televisi. Matanya melirik kearah mantan suaminya yang berdiri tidak jauh dari tempatnya berada.
"Menemui anakku. Memang apalagi?"
Caca menatap Galen, mantan suaminya dengan agak sangar. Perempuan itu menaikkan wajahnya didepan Galen. Tidak peduli apakah Galen suka atau tidak dengan tindakannya ini. Galen menatap Caca remeh.
"Bukannya kamu yang ngga menginginkan dia?"
"Jaga bicara kamu Galen!"
Galen tertawa sinis. Lalu memanggil Sonya, pembantu rumah tangganya untuk segera membawa putrinya pergi dari sana. Galen mencium bau-bau akan adanya pertengkaran setelah ini.
"Apa yang perlu aku jaga? Kamu aja gapernah jaga perasaan aku, Caca!" Sentaknya keras. Caca menarik rambut nya ke belakang lalu menatap intens mata biru safir Galen.
"Galen kamu!"
"Apa? Pergi kamu dari sini! Ini sudah malam!"
Galen meninggalkan Caca sendirian di ruang tamu. Dita menatap punggung Galen lirih. Tidak, ia bukan mencintainya. Ia hanya tidak bisa untuk tidak bertemu dengan anaknya, Dita. Caca mengambil ponselnya lalu mengirimi pesan kepada seseorang. Ia tau mungkin ia akan menganggu jam tidur orang itu, tapi ia tidak peduli.
Ia akan egois.
***
Daffa menaruh gelas nya di atas meja makan lalu membuka ponselnya. Ia sedikit mengernyitkan dahinya. Caca mengiriminya pesan.
Caca
Daffa? Bisa kamu temenin aku di McD Kemang sekarang?
Daffa melirik jam di pergelangan tangannya. Jam 23.15 dan ini sudah malam. Kenapa Caca ada diluar jam segini?
Daffa menggelengkan kepalanya. Tangannya membalas pesan itu dengan seadanya.
Daffa
Ya.
Daffa masuk ke kamarnya dan Reya. Ia melihat istrinya sudah tertidur setelah tadi memijatnya. Daffa memakai kaus polos berwarna hitam dan celana jeans pendek serta jaket berwarna putih. Ia mendekati Freya lalu membisikan sesuatu ke telinganya.
"Aku pergi dulu ya. Aku minta maaf, aku sayang kamu,"
Daffa memberi Reya ciuman di dahi dan bibirnya. Lelaki itu menggapai topi di balik pintu dan segera keluar dari apartemen.
***
"Kamu kenapa?"
Caca terlihat menarik nafas lalu mengusap air matanya. Daffa menatap Caca dengan intens. Wanita ini dari dulu memang rapuh. Dan Daffa tau betul bagaimana sifat wanita ini.
Caca menggeleng lalu matanya menatap balik mata Daffa. "Aku ngga papa kok. Maaf ya ngerepotin malem-malem."
"Iya ngga papa. Kamu ngga mungkin nangis kalo ngga ada apa-apa. Ayo coba cerita, ada apa?"
Caca menatap Daffa lama. Daffa mengalihkan tatapannya. Tidak ingin terbuai oleh hangatnya tatapan Caca. Masih seperti dulu.
"Aku tadi kerumah Galen, nemuin Dita kayak biasanya."
Daffa menyimaknya. Ia diam membiarkan Caca menceritakan semuanya. Ketika air mata Caca semakin deras keluar, Daffa refleks menjalankan tangannya untuk menghapus air mata itu.
"Jangan nangis, Caca."
Caca menggeleng. "Aku-aku ngga tau harus apa selain nangis. Aku tau ini memang salah aku Daff. Salah aku yang lebih mentingin perasaan aku dibanding perasaan mereka."
"Kamu cinta sama Galen?"
Caca menggeleng kuat-kuat. "Nggak. Aku bukan cinta sama dia. Gimana bisa aku cinta sama dia kalo rasa aku aja masih stuck di kamu?"
Dan Daffa tidak bisa untuk tidak terkejut mendengarnya.
Oh God, please jangan. Aku sudah milik Freya.