PART. 1 STEVE FAIZ AL FAUZI
Sidik membuka mata. Ia bergumam karena merasa sakit kepala.
"Steve!"
Sidik terpana saat tiga orang wanita mendekat ke arah ranjang tempat ia berbaring.
"Aku siapa?" Sidik tidak yakin dengan pendengarannya.
"Kamu Steve, putra kami. Ini Ria istrimu. Kamu kecelakaan." Seorang wanita cantik bermata biru bicara padanya.
"Ibuku?" Sidik melongo. Sidik memang hanya ingat namanya Sidik, tapi tidak ingat kalau ibunya bule.
"Ya kami berdua ibumu. Ibu bernama Stella. Aku ibu kandungmu, dan Ini Ganindri, ibu tirimu. Ini Ria, istrimu." Stella memperkenalkan dirinya dan dua orang wanita yang bersamanya.
"Aku tidak ingat apa-apa." Sidik menggelengkan kepala.
"Kata dokter kemungkinan besar kamu amnesia." Ganindri memberitahu kalau kemungkinan besar Steve amnesia. Karena kepalanya terbentur.
"Amnesia?" Sidik melongo. Sidik menatap sekelilingnya. Mereka berada di sebuah kamar yang besar. Ada dipan satu lagi selain yang menjadi tempatnya. Ada kulkas, ada dispenser besar. Ada televisi besar, ada lemari pakaian besar, ada lemari kecil, ada wastafel, dan ada AC.
"Aku dimana?"
"Masih di rumah sakit."
Sidik berusaha mengingat apa yang terjadi padanya. Tapi Sidik lupa selain mengingat namanya, dan mengingat ia tidak kenal dengan tiga wanita ini.
"Dengarkan Ibu. Kamu kecelakaan tapi ada yang menyelamatkan kamu. Namamu Steve Faiz Al Fauzi. Usiamu 33 tahun. Ini istrimu, Ria, usianya 22 tahun. Kalian baru menikah empat bulan lalu. Tantenya Ria menikah dengan ayahmu."
"Apa!?" Steve (kita sebut Steve dari sekarang) sangat terkejut.
"Kamu jangan pikirkan yang lain dulu. Kita fokus untuk penyembuhan kamu. Ayahmu dan istri barunya sedang pergi liburan ke Dubai." Perkataan Stella begitu lembut.
"Oh." Steve tidak tahu harus bicara apa.
"Bagaimana orang yang menyelamatkan aku?"
"Namanya Sidik Sutanto. Jenazahnya di jemput oleh adiknya. Kami yang mengurus pemulangan jenazahnya, mengurus pemakamannya, dan membiayai pengajiannya sampai pengajian satu tahun." Stella menjelaskan apa yang mereka lakukan untuk jenazah Sidik.
"Oh."
Steve merasa ada pukulan di dalam d**a. Steve berusaha menyembunyikan kesedihannya. Yang dikubur adalah tubuhnya, tanpa jiwanya. Sidik masih merasa aneh, dirinya berada di tubuh orang lain.
Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya untuk melihat dirinya.
"Apakah ada cermin. Aku ingin melihat wajahku." Steve sangat ingin melihat wajahnya. Stella dan Indri saling tatap. Indri membuka tasnya, lalu mengeluarkan cermin kecil dari dalam tasnya.
Cermin diserahkan kepada Steve.
Steve memegang cermin di tangannya. Steve sangat terkejut melihat wajahnya. Wajah yang sangat tampan, perpaduan antara bule dan Timur Tengah. Steve percaya kalau Stella adalah ibunya. Ada kemiripan di antara mereka. Tangan Steve agak gemetar menerima kenyataan ini. Menurutnya, Steve terlalu tampan.
"Ibu berharap, kecelakaan ini merubah sedikit sifat kamu. Kasihan Ria."
Steve tidak mengerti apa maksud Stella. Sifat mana yang harus di rubah. Steve menatap Ria yang sejak tadi hanya diam saja. Tidak ada satu patah kata ke luar dari mulutnya. Ria menundukkan kepala saat Steve menatapnya.
"Ceritakan tentang aku."
"Seperti yang Ibu katakan. Nama kamu Steve Faiz Al Fauzi, usiamu 33 tahun. Kamu anak tunggal ibu dan ayahmu. Ayahmu bernama Farid Al Farizi, usianya 60 tahun. Ayahmu seorang pengusaha sukses. Dia banyak memiliki hotel di Indonesia maupun di luar negeri. Ayahmu seorang playboy. Entah sudah berapa wanita yang ia nikahi. Tapi yang dinikahi secara resmi hanya Ibu, Indri, dan Ine. Indri sepuluh tahun lalu dinikahi ayahmu. Ine baru enam bulan dinikahi ayahmu." Stella menatap wajah Steve. Bagi Stella wajah Steve terasa berubah. Sebelum kecelakaan, wajah Steve kaku, tampak dingin, tapi memikat banyak wanita. Steve seperti ayahnya, playboy. Ayahnya tidak bisa menegurnya, karena Steve mengikuti cara ayahnya.
"Setelah ayahmu menikah dengan Ine, Ayahmu minta kamu menikahi keponakan Ine. Ria. Ayah Ria meninggal dalam kecelakaan. Ria juga menjadi korban kecelakaan itu hingga kakinya lumpuh. Kate Dokter, hanya kelumpuhan sementara saja. Suatu saat kakinya bisa sembuh, asal rajin berlatih."
Stella menatap Ria. Senyumnya mengembang untuk menantu kesayangannya. Stella tidak menolak saat Steve diminta menikah dengan Ria. Walau Ria dalam keadaan lumpuh. Ria kini yatim piatu. Ayah dan ibunya sudah meninggal. Ibunya meninggal delapan bulan lebih dulu dari Ayahnya. Ayahnya meninggal satu tahun lalu. Ine adalah adik ibunya Ria. Ine tinggal bersama mereka setelah menjanda.
"Ibu berharap kamu bisa bersikap baik pada istrimu. Hanya kamu harapan Ibu untuk memberi cucu. Ibu mohon lemahkan hatimu, Steve." Stella menatap mata Steve.
"Memangnya sekeras apa hatiku?"
"Kamu keras kepala, keras hati. Bahkan Ibu pikir, jantung dan ginjal kamu juga keras."
Steve melongo, baru kali ini ia mendengar orang sekeras itu.
"Kamu tidak percaya dengan penilaian ibumu, Steve?" Indri menatap wajah Steve.
"Aku tidak percaya, aku sekeras itu." Steve menggelengkan kepala.
"Hanya satu yang membuat kami bisa menyayangimu. Karena kamu memperhatikan, menyayangi, dan mencintai kami. Walau kamu tidak bisa kami perintah." Lanjut Stella. Walau Stella merasa kecewa melihat sikap anaknya yang persis ayahnya, tapi tidak ada yang bisa dilakukan.
Anaknya memang kerap berbuat dosa, tapi tidak berbuat kejahatan. Meski sering tidur dengan wanita, tapi itu atas dasar senang sama senang. Sehingga anaknya tidak pernah dituntut pertanggung jawaban oleh wanita manapun. Stella senang saat Steve bersedia menikah dengan Ria. Stella berharap Steve mau berubah. Ternyata pernikahan itu hanya sandiwara. Steve tidak mau menyentuh Ria yang lumpuh. Mereka sudah menikah beberapa bulan, tapi belum pernah melakukan hubungan suami istri. Stella kecewa, tapi tidak bisa memaksa putranya.
*