Bridesmaid - 01

1352 Kata
Braaakkk... Pintu salah satu ruang pegawai di sebuah perusahaan kelas menengah terbanting keras setelah seorang gadis masuk dengan penuh semangat. "Woohoo... akhirnya hari ini tiba juga!!" sorak gadis itu. Clara. Namanya adalah Clarita Shinta Putri. Dia adalah salah satu customer service di sebuah perusahaan asuransi swasta. "Kenapa, Cla? Kamu naik pangkat?" "Dapat bonus ya, Cla?" "Wah jangan-jangan gaji kamu naik nih," "Eh... trantir dong kalau beneran," Teman-teman Clara yang awalnya sempat kaget dan hampir saja marah langsung mengurungkan niatnya saat melihat keceriaan di wajah Clara. Dapat dipastikan gadis itu baru saja mendapat rezeki nomplok, namun entah dalam bentuk seperti apa. "Cla, cerita dong! Kamu habis dikasih apa sama Pak Bos?" Kali ini giliran wakil manajer Clara, Mbak Kiky yang ikutan kepo. "Clara dipecat, Mbak. Alhamdulillah banget, kan? Akhirnya Clara bebas!" girang Clara. Orang-orang dalam ruangan itu saling berpandangan. Mereka tidak salah dengar? Clara dipecat dan dia malah terlihat sebahagia ini? "Cla, kamu sehat?" tanya Adel, salah satu teman Clara. "Sehat. Dan habis ini aku pastiin aku akan tambah sehat. Hmm... nggak sabar banget bisa menghirup udara bebas," balas Clara. Beberapa orang mulai menggelengkan kepalanya, merasa aneh dengan jalan pikiran Clara. Kemudian mereka memilih kembali fokus pada pekerjaan masing-masing. "Jadi kamu-" "Iya, Mbak Kiky. Saya mau resign, ya? Boleh, kan? Pak Bos aja udah acc," potong Clara kelewat senang. Kiky mengangguk kaku. Memangnya dia bisa apa kalau Clara bilang bosnya juga sudah setuju. "Ini kamu dipecat atau kamu yang mau resign?" selidik Kiky. "Hmm.. bisa dibilang dua-duanya sih, Mbak. Soalnya saya sudah benar-benar tidak betah sejak dua bulan lalu. Saya sering lembur tapi uang lembur tidak seberapa. Mau resign duluan, takut kena pinalty. Eh.. Pak Bos malah bahas kesalahan saya kemarin yang bikin empat customer protes. Ya udah dengan senang hati saya setujui permintaan Pak Bos agar saya mundur," terang Clara. Kiky melongo tak percaya mendengar ucapan Clara. "Jadi kamu sengaja ya, buat kesalahan biar dipecat?" tanya Kiky lagi. Clara mengangguk cepat. "Ya sudah ya, Mbak. Kata Pak Bos saya sudah bisa mengemasi barang-barang saya sekarang. Tadi sambil jalan ke sini saya juga udah lihat-lihat harga paket liburan," pamit Clara, kemudian berjalan riang ke kubelnya untuk beres-beres. "Clara, benar kamu mau resign?" tanya Panca, teman Clara yang duduknya paling dekat dengan gadis itu. "Benar dong. Ini udah mau beres-beres. Masih tanya," balas Clara sambil sibuk memasukkan barang-barang ke kardus. "Benar-benar sudah terplanning dengan baik. Kardus aja udah dia siapin," bisik Mia pada Adel yang ada di sebelahnya. Clara memilih tidak menanggapi lagi ucapan teman-temannya. Yang ia inginkan kini, hanya untuk segera pergi. Ia merindukan udara luar. Ia rindu sengatan matahari di siang hari. Sudah hampir dua tahun rasanya ia jarang menikmati suasana luar. Karena selama hampir dua tahun ini pula Clara terlalu sibuk bekerja indoor. * Clara berjalan memasuki rumah dengan riang. Sedari tadi ia juga memanggil ibunya dengan penuh semangat. "Kamu kenapa? Kayak baru dapat bonus aja. Terus ini apa? Kenapa kamu bawa barang sebanyak ini ke rumah? Kayak orang mau pindahan," tegur Indah, ibu Clara. "Iya, Ma. Clara mau pindahan. Mulai besok Clara udah nggak kerja lagi. Jadi Clara pindahin semua barang Clara ke rumah, hehe," jawab Clara sambil nyengir. "Ap.. apa? Kamu berhenti bekerja? Kamu gila?" kaget Indah. Ternyata tidak teman-teman Clara saja yang tidak bisa mengerti jalan pikiran Clara. Tapi bahkan ibunya pun dibuat sangat kaget mendengar kabar itu. "Ma, tenang dulu dong, Ma! Lagian Clara masih punya tabungan cukup tebal. Pokoknya angkanya ada delapan digit. Mama nggak perlu khawatir kita akan kelaparan selama aku menganggur," balas Clara santai. "Nggak. Bodo amat Mama nggak ngerti lagi sama jalan pikiran kamu," ujar Indah. Clara menuntun ibunya untuk duduk. Lalu, ia menggenggam jemari wanita itu hangat. "Katanya Mama mau dapat menantu. Ya udah biar sekarang aku fokus cari jodoh dulu aja. Mama terima beres pokoknya. Tabunganku masih oke kok," terang Clara santai. Indah memijat keningnya yang terasa pening sebelum menjawab, "Ya udah kalau ini berhubungan dengan calon mantu Mama, terserah deh. Yang penting bener ya, kamu beneran fokus cari jodoh! Jangan main-main doang. Umur kamu itu sudah dua puluh lima tahun. Tapi, pacar aja nggak punya. Gimana Mama mau dapat mantu?" oceh Indah. "Iya iya, Ma. Santai aja," balas Clara. "Oh iya. Sepupu kamu, si Natlyn katanya mau nikah. Kamu disuruh jadi bridesmaidnya. Nikahnya di Bali. Kamu mau kan? Siapa tahu ketemu jodoh di sana," Indah. Mata Clara berbinar mendengar nama sebuah pulau yang sangat tersohor itu. "Acaranya di Bali, Ma? Beneran? Kaya dong calon suami Natlyn sampai bisa gelar resepsi di luar pulau?" telisik Clara. "Kaya. Kaya banget malah, kalau kata ibunya Natlyn. Punya perusahaan, sama kebun sawitnya luas, katanya. Di Bali saja mereka nyewa full satu hotel untuk menginap tamu-tamu pentingnya," terang Indah. Mata Clara membulat. Apakah benar sekaya itu calon suami sepupunya? Kok mau ya? "Duh jadi pengin deh punya suami tajir juga. Lumayan liburan tanpa keluar dana," gumam Clara. "Makanya cari sana! Ada yang mau sama kamu saja Mama bersyukur. Nggak perlu kaya, ganteng, atau apalah. Yang penting mau sama kamu saja, sudah lebih dari cukup," ungkap Indah. Clara memutar bola matanya malas. Ia bisa menangkap sindiran halus dari ibunya. Memang sebegitu memprihatinkannya kejomloan Clara sampai ibunya sendiri bilang seperti itu. "Iya, Ma, iya. Nanti di nikahan si Natlyn sekalian deh aku nyari gandengan. Kan lumayan, nginep di hotel gratis beberapa hari. Ya masa di antara banyaknya tamu penting nggak ada yang nyantol sama aku?" "Nah itu, Mama juga ragu kalau ada yang mau sama kamu. Tapi pokoknya kalau beneran nggak ada, memang nasib kamu yang kebangetan jeleknya," pungkas Indah sebelum akhirnya pergi meninggalkan Clara yang masih cengo dan berusaha mencerna perkataannya. Setelah sekian lama, akhirnya ia tersadar dan bisa mengerti maksud dari ucapan ibunya. Clara pun bertekad, akan benar-benar mencari jodoh sekalian ketika ia di Bali nanti. Kalau calon suami Natlyn benar-benar pengusaha kaya, berarti tidak menutup kemungkinan ia punya banyak teman konglomerat tajir melintir yang bisa Clara gebet juga kan? Clara tersenyum miring dan mulai menyusun rencana. "I get it. Tinggal pelaksanaannya aja nih harus lancar. Langkah pertama, sok akrab dulu deh sama Natlyn. Padahal nomornya udah aku blokir dua bulan lalu karena dia sering ribut minta anterin ke salon. Ck, sok-sokan tanya kabar dulu deh," gumam Clara kemudian membuka screen lock ponselnya dan mencari kontak Natlyn yang sempat ia blokir karena ia anggap mengganggu. "Halo, Nat, apa kabar? Kata Mama, kamu bulan depan nikah, ya?" tanya Clara to the point. "Akhirnya, kamu telepon aku juga, Cla. Aku kira nomorku kamu blokir," Duh.. tepat sasaran banget. "Nggak lah, mana mungkin? Kan kamu sepupuku yang paling dekat. Kemarin tuh HP-ku rusak, jadi pakai yang punya kantor dulu selagi HP-ku dibenerin mas-mas konter," dusta Clara. "Oh.. oke. Syukurlah HP kami sudah balik lagi. Oh iya, Tante Indah sudah bilang belum kalau acaranya di Bali?" Natlyn. "Udah kok, Nat. Pokoknya aku tinggal otw aja sih," jawab Clara. "Tapi kamu datang H-10 ya? Nemenin aku di sini. Soalnya sekalian di sini aku ada project, jadi aku datang lebih cepat," pinta Natlyn. "Gampang itu mah. Tapi, calon suami kamu ada, kan?" Oke. Tampaknya Clara akan mulai bergerilya. "Ada dong. Dia memang lagi di Bali beberapa bulan ini. Kenapa? Pasti mau minta kenalin teman-teman calon suamiku, kan?" Sial. Tepat sasaran lagi. "Tenang aja, Cla. Pergaulan Simon luas kok. Kalau cuma teman pengusaha, dia punya banyak. Kamu pilih aja mau yang sudah beristri dua, duda anak satu atau opa-opa?" canda Natlyn. Clara tertawa hambar. Sebenarnya candaan Natlyn sangat garing. Tapi... namanya juga lagi pendekatan. Demi memperlancar jalannya bertemu jodoh yang mapan. "Nggak nggak. Aku bercanda. Yang single banyak kok. Nanti kamu pilih saja," imbuh Natlyn. "Hehe.. iya.. nggak kok. Eh.. maksud aku, aku ke sana pure, murni, tulus, ikhlas buat kamu kok, Nat. Jodoh mah bonus," elak Clara. "Iya bonus. Tapi kalau dapat, mau juga, kan? Siapa gitu yang nggak mau dapat bonus?" 'Wo ya jelas,' jawaban itu cukup Clara simpan dalam hati. Lalu, apakah semudah itu Clara akan menemukan pasangan untuknya? Dan apakah laki-laki itu akan memenuhi standar Clara yang bisa dikatakan tidak tahu diri itu?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN