Seattle Coffee Shop.
10:30 am.
Noel dan Smith kini duduk di sebuah meja persegi panjang di sudut kedai kopi yang letaknya tidak jauh dari kantor kepolisian kota Seattle dengan ketiga orang lain yang belum pernah mereka berdua temui sebelumnya; Christian, Carl dan Nicole. Orang-orang yang namanya ditulis oleh Alexandra dalam secarik kertas yang dilemparnya kemarin.
Nama pertama yang tertulis dalam secarik kertas lusuh pemberian Alexandra adalah Christian. Ia adalah pria bertubuh atletis dengan rambut ikal kecokelatan. Wajahnya tampak lebih tua dari pria 27 tahun pada umumnya dan yang paling menarik perhatian adalah ia memiliki t**i lalat di atas bibirnya.
Christian duduk di sebelah Nicole. Wanita berambut pirang sebahu dengan tubuh nyaris 'sempurna'. d**a yang menonjol, b****g yang besar dengan pinggul berlekuk indah dan bibir penuh yang seksi. Nicole masih memberikan kesan s*****l meski blus hitam berlengan panjang telah menutupi bagian atas tubuhnya.
Sementara Carl, ia adalah pria berusia 30 tahun dengan kacamata bulat besar yang menutupi kedua mata hijaunya. Ia menggunakan kemeja kotak biru berlengan pendek dan menutup semua kancing pada pakaiannya tersebut.
Nicole lalu menyilang kedua tangannya di d**a dan mencebik. "Apa yang sebenarnya ingin kau tanyakan pada kami?" Ia melirik Carl dan Christian yang duduk di sisi kanan kirinya, sebelum kembali pada Noel. "Aku sangat sibuk hari ini. Jadi bergegaslah," titahnya tak sabar.
Noel lalu berdeham keras. "Baiklah. Aku akan memulainya denganmu, Christian," katanya seraya menatap pria bermata cokelat itu dengan datar. Seperti yang dilakukannya pada saksi-saksi lain, Noel juga turut memicing penuh selidik ke arahnya ketika Christian justru tampak santai dengan memainkan sendok di dalam cangkir kopinya yang mengepulkan uap panas. "Kudengar kau dan Louis sempat berkelahi di sebuah club malam. Polisi bahkan memiliki catatan laporan pemukulan yang kau lakukan pada Louis. Bisakah kau menjelaskannya kepada kami, seberapa buruk hubunganmu dengan Louis, Mr. Christian?"
Christian tertawa pendek dan menatap Noel remeh. "Lalu kenapa? Orang-orang biasa berkelahi saat mereka mabuk, bukan?" Ia ternyata bersikap defensif. Nada suaranya jelas terdengar menantang di telinga Noel ataupun Smith. "Kau tidak bisa menuduhku melakukan kejahatan hanya karena kami berkelahi, Detektif. Aku tahu latar belakang keluarga Louis, semua orang sepertinya juga tahu.
Tapi hanya karena dia orang kaya dan memiliki banyak hal dalam hidupnya, bukan berarti dia tidak pernah melakukan kesalahan apalagi kejahatan. Kau harus catat itu di kepalamu, Detektif."
Smith kemudian menyela, "Apa yang membuat kalian berkelahi malam itu?"
"Pria angkuh dan tidak tahu diri seperti dia memang pantas dipukuli," tandas Christian tanpa rasa bersalah. "Tapi yang paling membuatku kesal adalah saat dia mendekati wanita yang sudah lama kusukai."
Noel dan Smith saling bertukar pandang. Namun belum sempat keduanya membuka suara, Nicole memotong, "Bukan begitu, Christ!" dengan nada tak suka. "Stella-lah yang mendekati Louis," ujarnya membela Louis.
Lagi-lagi Carl tertawa, ringan tapi terdengar mencemooh. "Siapapun yang bergerak duluan, mereka pada akhirnya tetap berkencan. Kita sedang dikhianati, bukan?"
"Tunggu dulu," potong Smith. "Jadi kalian berdua berkata bahwa Louis mendekati wanita lain bernama Stella, begitu? Bukankah Louis seharusnya berkencan dengan Alexandra dan akan segera melangsungkan pernikahan?"
"Dia tidak pernah mencintai model itu." Suara itu tidak berasal dari Christian ataupun Nicole, melainkan dari Carl.
Semua orang di meja itu kemudian beralih pada sumber suara yang sama sekali tidak melepas pandangannya dari cangkir kopi berwarna putih di atas meja. Ia mendengus geli sebelum akhirnya melanjutkan kata-katanya, "Saat b*****h itu menolak perpanjangan kontrak kerja sama dariku, aku melihat wanita lain masuk dan ia langsung mengusirku. Ia bahkan tidak mencoba mempertimbangkanku dahulu dan memperlakukanku seperti sampah." Christian dan Nicole tampak terkejut saat Carl mengatakan hal sepersonal itu dengan santai. Sementara Carl menatap Noel lurus-lurus. "Aku juga mendengar kalau mereka akan menyingkirkan wanita bernama Alexandra itu sebelum hari pernikahan mereka."
Kali ini, Noel dan Smith-lah yang menatap Carl tak percaya. Pria itu kemudian bergerak dan menyesap Americano miliknya seraya memandangi orang-orang di sekitarnya bergantian. "Selama ini kalian tidak tahu siapa Louis sebenarnya, bukan?" tandasnya misterius. "Dia bukanlah seperti yang kalian lihat sekarang."
Nicole bergidik ngeri. "Kau berbicara seolah-olah Louis adalah malaikat sempurna yang menyembunyikan seribu kebusukan di belakangnya." Lalu beralih pada Christian. "Kau seharusnya beruntung karena dia sudah mati sebelum menyingkirkanmu juga."
Christian bersedekap dan menimpalinya dengan cibiran. "Pria lemah seperti dia memangnya bisa melakukan apa?" Ia melihat Noel lalu ke Smith bergantian. "Dia hidup dan bertahan karena kekayaan yang dilimpahkan orang tuanya selama ini. Jika bukan karena harta, dia bisa apa?" Christian menyeringai dan mengerlingkan satu matanya pada Nicole. "Aku senang dia sudah mati sekarang."
Nicole mengedikkan kedua bahunya. "Aku juga. Tidak peduli dia tewas karena kecelakaan atau dibunuh, yang terpenting sekarang adalah pria sombong itu sudah tidak ada di sini." Matanya yang biru lalu beralih pada Carl. "Bagaimana menurutmu?"
"Untukku, cerita ini akan lebih menarik jika dia menderita sebelum detik-detik kematiannya."
Noel lalu memukul meja di hadapannya hingga semua orang terperanjat. "Bagaimana kalian bisa mengatakan hal-hal mengerikan itu di depan seorang detektif yang tengah mengintrogasi kalian?" Ia meninggikan suaranya sekarang. "Kalian tahu, kalian bertiga tampak seperti tiga orang yang menjadi pelaku dalam kematian Louis, bukan?"
Christian mendesah kasar. "Tenanglah, Detektif. Kau membuat kami takut sekarang," katanya sarkastik.
Tanpa menggubris sedikitpun ucapan Christian, Noel langsung bangkit dan melenggang pergi meninggalkan kedai kopi. Sehingga tiga orang yang sengaja dihubungi untuk berkumpul di sana pun merasa bingung dengan sikap Noel.
"Dia sangat agresif dan tidak sabaran," kata Nicole. "Sama sekali bukan tipeku."
Carl lalu meneguk habis kopinya dan berkata, "Apa kita sudah selesai di sini? Bolehkah aku pergi sekarang?" sambil menatap Smith yang duduk di seberangnya.
"Kau juga bukan tipeku, Carl," sahut Nicole meski Carl tidak menanggapinya.
"Sebentar," sergah Smith. "Apa kalian, mungkin tahu, kalau Louis sering mengalami sakit kepala belakangan ini?"
Ketiga orang di hadapannya lalu bertukar pandang. Christian dan Nicole langsung menggeleng, tapi Carl tampak mengerutkan dahinya. Ia terlihat sedang mengingat-ingat sesuatu.
"Apa kau tahu sesuatu, Carl?" Smith yang menyadari perubahan ekspresi pada Carl langsung mencondongkan tubuhnya ke depan. "Katakan padaku apapun yang kau ketahui."
"Sebelum wanita itu datang, aku melihatnya menelan beberapa pil yang diambil dalam kotak obat," ucap Carl dengan hati-hati. "Tapi setahuku, itu bukan obat untuk meredam rasa sakit kepala."
Nicole tiba-tiba mencebik dan berkata, "Lalu itu obat apa? Jangan bertele-tele, langsung katakan saja padanya!" dengan tak sabar.
Carl mengembuskan napas kesal dan menimpalinya dengan satu kalimat yang membuat ketiga orang di sekelilingnya langsung melotot kaget. "Obat yang kulihat hari itu adalah ... obat penenang yang biasa digunakan pasien dengan gangguan jiwa. Aku mengetahuinya karena nenekku juga mengonsumsi obat yang sama." []