23. Gosip atau Fakta?

1170 Kata
Selama perjalanan menuju ke sekolah, baik Agnes maupun Landra tak ada yang terlibat perbincangan. Keduanya bak orang yang baru bertemu hari ini dan dipaksa satu mobil karena keadaan padahal kenyataannya mereka adalah teman sekolah, lebih tepatnya adalah teman debat. “Landra, aku turun sini dong!” Agnes tiba-tiba saja berteriak membuat Landra hampir oleng dibuatnya. Namun hanya sesaat karena setelahnya dia bisa menormalkan raut wajahnya. “Berisik lo!” tukas Landra dengan pandangan fokus pada jalanan. Landra bahkan tidak peduli dengan rengekan Agnes yang meminta untuk diturunkan di pinggir jalan. Tingkah Agnes yang seperti itu sama saja menganggap Landra adalah supirnya. Mendengar nada bicara Landra yang sangat tidak enak untuk didengar, Agnes memilih diam karena takut memancing keributan. Gadis itu merutuki bibirnya sendiri yang sudah berkata seenaknya padahal jelas-jelas Landra sudi mengantarnya. Tak sampai tiga menit dari kejadian tadi, mobil Landra kini sudah memasuki sekolah tercinta. Agnes celingukan menatap sekitar dari kaca jendela mobil karena mengantisipasi jika ada paparazi dan sejenisnya. Setelah dirasa aman Agnes langsung turun membawa tasnya. Kakinya sudah bersiap melangkah pergi dari sana sebelum seruan seseorang membuatnya membeku. “Lo ngapain turun dari mobilnya Landra? Hayo ...” Senyum jahil terpatri dari bibir Riel ketika baru saja tiba di sekolah sudah disuguhkan pemandangan yang membuat jiwa gosipnya bangkit. “Ri—Riel?” Agnes kikuk menanggapi. “Heh cupu, sepeda lo udah gue taruh di parkiran!” seru Landra yang posisinya masih di belakang bagasi mobil. Landra bahkan tidak menyadari jika Riel semakin shock karena mendengar ucapannya. Setelah menutup bagasi belakang, Landra melangkah dengan santai menuju tempat Agnes berdiri sebelum akhirnya membelalak karena melihat adanya Riel disana. “Ngapain lo?” Demi menutupi rasa canggungnya, Landra sengaja berucap ketus. Lagi pula wajah Riel terlalu menyebalkan saat ini. “Hehehe ...” Riel cengengesan, “mulai fall in love nih bos?” Landra melotot membuat Riel takut sendiri. Tanpa basa-basi pemuda sengklek itu berlalu dari sana supaya tidak terkena amukan. Selepas Riel pergi, Landra menatap Agnes heran karena gadis itu masih berada di sebelahnya. “Lo juga ngapain masih disini?” ketus Landra. “Terima kasih buat tumpangannya supir, nanti aku kasih bintang tiga karena kurang ramah,” ucap Agnes sebelum memilih berlari tergesa karena wajah memerah Landra. Keduanya tidak menyadari jika sejak tadi ada sepasang mata yang menatap mereka berdua intens. *** Jesslyn tak henti tersenyum selama perjalanan menuju sekolah. Hal tersebut tentu saja disadari oleh Shane meskipun wanita itu tengah sibuk mengemudikan mobilnya. Telinganya bahkan berkali-kali mendengar hembusan nafas putrinya. “Kamu kenapa Lyn?” tanya Shane dengan pandangan lurus. “Apanya, Mi?” sahut Jesslyn masih dalam mode fly. “Kamu loh ngapain senyum-senyum terus?” geram Shane. Bibir Jesslyn membulat karena akhirnya paham dengan ucapan sang Mami. Gadis itu menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi mobil. Hanya sesaat karena kini Jesslyn memiringkan tubuhnya menghadap Shane penuh. “Mami pas muda pernah jatuh cinta kayak Jess gini gak?” Deg! Jantung Shane mencelos kala telinganya mendengar pertanyaan dari sang putri. Ini adalah salah satu pertanyaan yang sangat sensitif untuknya karena terkait masa lalunya. Namun karena tidak mau putrinya curiga, maka Shane memilih untuk mengulas senyum. “Tentu pernah, dong. Memang ada ya, manusia di bumi ini yang gak pernah jatuh cinta?” sahut Shane mempertahankan senyum palsunya. “Ada dong!” Jesslyn menjawab dengan antusias. “Sahabat Jess, si Celine itu gak pernah mau dekat sama cowok, Mi!” jelasnya begitu menggebu-gebu kala mengingat sosok sahabatnya yang bahkan begitu acuh kepada sahabat perempuannya. Shane tentu saja tertawa dengan penjelasan dari putri kesayangannya. Dia ingat betul dengan gadis yang diceritakan oleh Jesslyn. Sepertinya tipikal gadis seperti Celine bukannya tidak pernah jatuh cinta, namun ada yang membuatnya menjadi pribadi seperti itu. “Kalau menurut Mami ya, Celine itu bukan gak pernah jatuh cinta, tapi memang ada hal yang buat pribadinya seperti itu,” tutur Shane. Keduanya terus mengobrol hingga tanpa terasa sudah tiba di depan gerbang sekolahan. Sebelum turun, Jesslyn menyalami dan mengecup pipi Shane terlebih dahulu, kebiasaannya sejak kecil. “Sayang Mami ...” gumam Jesslyn ketika berada dalam pelukan Shane. “Mami juga sayang banget sama Jess.” Shane mengecup pipi dan kening putrinya kemudian menyuruh gadis itu untuk turun. “Sana turun, Mami mau lanjut kerja.” Jesslyn turun dan melambaikan tangannya kepada mobil Shane yang sudah berlalu dari hadapannya. Setelah itu dia melangkahkan kakinya memasuki area sekolah dengan langkah riang. Namun ketika melintasi lapangan utama, telinganya menangkap informasi yang sangat tidak mengenakan untuk didengar. Cupu tadi bareng sama Landra ya? Dia cantik sekarang sih Gue nyesel gak deket sama dia daridulu aja Tapi tadi cupu sama Landra udah cocok jadi couple goals Segera Jesslyn berlalu dari sana seraya mengenyahkan pikiran negatifnya karena ia tau jika Landra tidak mungkin menghianati dirinya. Apalagi Agnes, sangat tidak mungkin karena teman barunya itu begitu sibuk dengan aktivitasnya. Ketika di pertengahan koridor, seorang gadis dengan pakaian ketat menghadang dirinya sembari tersenyum mengejek. “Duh ... jadi inget sama orang yang dulu ngehina dan malu-maluin gue, sekarang justru ditinggal sama cewek lain,” sarkas gadis itu yang tak lain adalah Ailyn. “Setidaknya dia lebih pilih gue yang berkelas daripada sampah,” sahut Jesslyn pedas. Muka Ailyn memerah mendengar ejekan itu. Ingin menjambak rambut Jesslyn, namun ia juga ingin bermain cantik yang pastinya terlihat elegant. Maka dari itu dia kembali menyusun kalimat dalam otaknya sebelum dilontarkan kepada Jesslyn. “Kok diem? Bingung ya mau ngomong apa?” ejek Jesslyn. Ailyn tersenyum sinis dengan pandangan menyorot tajam Jesslyn. “Iya pilih lo karena waktu itu cupu masih belum bisa ngatur style. Sekarang si cupu jauh di atas lo, jadi gak usah banyak mimpi kalau Landra bakal pilih lo.” Jesslyn terdiam seribu bahasa mendengar tukasan Ailyn. Kepalanya menggeleng mengenyahkan itu semua karena masih mencoba berpikir positif. Landra-nya tidak mungkin seperti itu. “JESSLYN ... LO NGAPAIN GELENG-GELENG WOY?!” Dari ambang pintu kelas, Grace yang kebetulan melihat keberadaan sahabatnya langsung berteriak. Dia sedikit sangsi dengan Jesslyn yang seperti dukun akan membacakan mantra. Teriakkan itu membuat Jesslyn tersadar dari lamunannya. Dia melangkah cepat menuju kelas supaya Grace tidak berteriak lagi karena jujur saja suaranya membuat polusi udara. “Ngapain teriak-teriak sih?” sungut Jesslyn setelah berhadapan dengan Grace. “Kalau gue gak teriak, lo bakal ngelamun terus!” tukas Grace jujur. Memang benar, sebelum memutuskan untuk berteriak Grace sudah terlebih dahulu memanggil Jesslyn dengan cara kalem. Sayangnya Jesslyn yang dalam mode budeg tak bisa mendengar panggilannya. Maka dari itu Grace memutuskan untuk menggunakan suara reog andalannya dan benar saja, dengan cara itu Jesslyn bisa mendengar. Ketika Jesslyn memasuki kelas bersama Grace, dia bisa melihat Agnes yang sudah duduk di tempatnya dengan wajah yang santai seolah tak terjadi apa-apa. Jesslyn jadi ragu mengenai gosip yang ia dengar tadi. Atau murid-murid di sekolahnya ingin mengadu domba? “Pagi, Jess,” sapa Agnes dengan wajah yang santai. Jesslyn tersenyum tipis. “Pagi, Nes.” Agnes itu gadis yang sangat polos, jadi dia beranggapan jika tumpangan yang diberikan oleh Landra hanya bentuk kepedulian terhadap anggotanya. Berbeda dengan Jesslyn yang sudah melewati sepak terjang kerasnya dunia. ***

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN