Bab 2 : Ungkapan Cinta dari Sam Nicholas

2242 Kata
*** Malam setelah pertemuan Maggie dengan Sam, saat itu juga Maggie harus mengikuti perintah lelaki itu, mau tidak mau, suka atau pun tidak suka. Menurut Maggie cinta adalah uang. Tanyakan kepada seribu wanita Los Angeles, apa ada yang mau hidup menjadi gelandangan miskin? Jawabannya tentu tidak ada. Hidup itu uang bukan cinta. Kau bisa mati jika hanya mengandalkan cinta. Satu kata kosong yang tak berguna. Maggie kini terbaring di atas kasur empuk berwarna putih di salah satu kamar hotel milik Sam. Mereka adalah pasangan dewasa. Baru saja mereka melakukan hubungan intim. "Ini ATM dan juga kunci Bentley untukmu. Ingatlah bahwa sekarang kamu milikku," ujar Sam sembari memberi apa yang dia maksudkan. "Kamu benar-benar memberikan ini?" Maggie kegirangan sebab Sam memberikan ATM seakan benda kecil itu cuma kartu nama? "Ya. Aku tidak pernah ingkar janji." Maggie mengambil ATM dan kunci Bentley pemberian Sam sembari sumringah. Tujuan hidup Maggie adalah kemewahan dan kini Sam bisa memberikan semua itu. Kenapa tidak dari dulu saja Maggie bertemu lelaki itu? Maggie tersenyum riang. Apa yang dia harapkan kini menjadi miliknya. Tidak perlu susah payah mengemis lagi, dalam sekejap kehidupan mewah Maggie kembali. Semuanya instan tidak seperti dia yang dulu selalu memohon pada ayahnya agar diberi uang. Sam mengamati wanita itu sambil meneguk minuman beranggur di dalam gelas mewahnya. Bagi lelaki itu cinta adalah pengorbanan. Bagaimana kau mengorbankan hartamu untuk orang yang kau cintai. Dia dan Maggie adalah pasangan simbiosis mutualisme, saling menguntungkan satu sama lain. "Ganti pakaianmu sekarang. Kita akan menghadiri acara bersama beberapa selebriti," kata Sam datar. Pria itu punya banyak urusan dalam industri hiburan. Maggie mendengus kesal. Apa dia harus ikut? Rencananya ia ingin jalan-jalan mengelilingi kota Los Angeles dengan bentley barunya. Semua kesenangan Maggie sirna karena ucapan Sam. Pria dingin nan misterius baginya. Bagaimana bisa ada cinta pada pandangan pertama? Mungkin pria itu tidak laku sampai harus menggunakan cara kotor menjerat dia. Tunggu, yang setampan itu tidak laku di Hollywood? "Apa aku mesti ikut? Di dalam surat perjanjian tidak ada kalimat yang menegaskan aku harus ikut di setiap acaramu," sela Maggie kesal. Inikah kehidupan barunya? Yang dia bayangkan mewah tanpa harus peduli dengan Sam. Justru sekarang dia malah masuk ke dalam lubang kehancuran. Dia telah terperangkap, dia akan menjadi wanita tersibuk. Itu bukan dunia Maggie. Dunia dia hanyalah hura-hura dan foya-foya. Sam tertawa melihat ekspresi kesal Maggie. "Kamu itu milikku, Nona Margareth. Dan kau sudah menyetujui itu kemarin tanpa berpikir lebih lanjut. Itu adalah risikomu yang gegabah tanpa berpikir," balas Sam disertai senyum miring. Maggie merasa ditipu. Dia memikirkan cara mengelak dari pria itu. Namun tak ada satu pun yang ia pikirkan sekarang. Poin pertama perjanjian itu sudah jelas bahwa dia diperbudak? Akhirnya dia pasrah dan bangkit menuju kamar mandi. "Oke, kali ini aku menuruti kemauanmu," kata Maggie datar, "tapi nanti tidak akan kuturuti. Ingat itu!" Maggie berlalu dan masuk kamar mandi. Dia masih punya harga diri dengan mempertahankan kesombongannya. Sam terkekeh saat mendengar kalimat wanita itu. "Cantik dan bodoh merupakan perpaduan yang hebat. Kamu memang cocok jadi wanitaku," batin Sam. Selagi menungggu Maggie selesai mandi, Sam menatap ke arah luar hotel hingga pemandangan kota Los Angeles tampak jelas di mata coklatnya. Kota Hollywood, tempat para artis dunia bekerja. Kiblat dunia hiburan. Indahnya Los Angeles justru mengingatkan Sam pada Maggie. Wanita itu? Sungguh metropolitan. Otak lelaki itu terus memutar ingatan tentang ekspresi kesal Maggie di kepalanya. Dan itu bagaikan sebuah candu. Sam suka ekspresi itu. Dia tahu betul cara menjerat wanita itu. "Kau memang menggemaskan, Maggie," kata Sam bermonolog. Setengah jam kemudian Maggie keluar dari kamar mandi. Sam memandangi wanita itu, setiap kali pandangan mereka bertemu selalu ada getaran di hati lelaki itu, jantungnya berdegup kencang dan otaknya bagai tersengat listrik. Maggie melangkah menuju lemari pakaian. Adakah pakaian di sana? Maggie mengeceknya sendiri. Dan ya, ada banyak gaun mewah di sana. "Aku tidak pernah berpikir kau suka mengoleksi barang wanita." Maggie mencibir. Sam mencebik. Dia berujar, "Oh, kukira begitu. Setiap kali kencan aku tak pernah membiarkan wanitaku memakai gaun yang sama untuk kedua kali. Aku ini kaya raya, menerapkan sistem sekali pakai." Maggie meringis mendengarnya. Sesekali matanya melirik Sam yang sedang menatap dia serius. Seperti tatapan yang ingin menelanjangi wanita itu. Maggie jadi salah tingkah. "Kenapa kau melihatku seperti itu? Kau mulai jatuh cinta?" Sam terkekeh-kekeh. Menertawakan kalimat yang keluar dari bibir Maggie. "Kau terlalu narsis, Maggie. Aku hanya melihat kasurku yang berantakan karena ulahmu," sela Sam. Jelas-jelas Sam tidak melihat ke arah kasur. Maggie terlalu blak-blakan dan itu kadang membuat Sam cukup gugup. Maggie mengangguk-angguk. "Baguslah kalau begitu. Jadi kau tidak akan patah hati jika suatu hari nanti aku pergi," jawab Maggie santai. Kalimat itu justru membuat Sam terbelalak. Untungnya Maggie tidak melihat ekspresi itu. Wanita itu lebih sibuk memilih gaun untuk ke pesta. "Akan kupastikan kamu tidak ada celah untuk pergi," tegas Sam kemudian berjalan masuk ke kamar mandi. Maggie bagaikan bom bagi Sam. Sewaktu-waktu bom itu akan meledak dan menghancurkan dia. Tapi Sam yakin bahwa dialah penjinak bom itu. Dia tidak akan membiarkan Maggie meledak. Maggie ingin membalas perkataan Sam tapi tak diberi kesempatan. Sam telah lenyap menyusup ke dalam kamar mandi. Maggie merasa kalimat Sam seolah lelucon yang membuat dia bisa tertawa kecil. Siapa lelaki itu? Beraninya dia menekan hidup Maggie. Jika Sam miskin maka tentu saja Maggie akan pergi. Maggie memakai riasan wajah seperti biasa, Ia selalu memakai lipkit produk milik adik tiri Kim Kardharsian, Kylie Jenner. Maggie tak lupa memakai gaun bermerek Balmain Paris. Penampilan Maggie kini bagai artis Hollywood yang akan berjalan di atas karpet merah. Oh dia lupa sesuatu. Riasan mata bermerek Maybelline New York ia gunakan, terakhir parfum bermerek Victoria's Secret disemprotkan di bagian lehernya. Apakah semua cewek menyemprotkan parfum di lehernya? Karena Maggie suka melakukan itu. Saat Sam keluar dari kamar mandi, tanpa sadar mulutnya terbuka lebar melihat sosok wanita di depannya. Dia bagaikan melihat bidadari. Sam mendekat pada wanita itu dengan langkah pelan. Maggie terdiam gugup melihat lelaki yang bertelanjang d**a itu mendekatinya. "Aku suka aromanya!" Sam menciumi bibir Maggie, merusak lipkit yang dipakai wanita itu. Tubuh Maggie merespon perlakuan Sam hingga hasratnya mulai bangkit. Kedua tangan Maggie meremas kuat punggung Sam. Matanya terpejam menikmati sentuhan laki-laki itu. "Stop Maggie," pinta Sam. Aktivitas itu membuat bagian bawah lelaki itu berdemo. Dia harus tetap dalam kondisi sadar. Acara yang diadakan selebritisnya tak boleh dia lewatkan. "Kita akan terlambat," bisik Sam. Maggie berhenti meski rangsangan itu masih ada. Wanita itu mengatur napasnya. Kenapa dia begitu menginginkan laki-laki itu. Dia tidak boleh jatuh cinta. Uang adalah cinta baginya. Tidak ada lelaki spesial dalam daftar riwayat hidupnya. "Maaf." Satu kata yang keluar dari bibir Maggie. Keduanya merasa canggung karena respon tubuh yang tak terkendalikan. Sam melangkah menuju lemari berwarna coklat. Dia memilin pakaian di dalam lemari tersebut. "Kamu cocok pakai tuksedo warna navi itu," tunjuk Maggie. "Pilihan yang bagus." Sam mengambil tuksedo itu. Sedangkan Maggie kembali merias ulang wajahnya di depan cermin akibat ulah Sam yang mendadak menciumi dia tapi tak melakukan apa-apa selanjutnya. Kedua orang itu sibuk dengan urusan masing-masing. "Kamu ada waktu kosong besok pagi?" Sam mencoba mencairkan suasana kaku di antara mereka. Maggie berhenti memakai riasan bibirnya. Di balik cermin dia memandang Sam penuh tanya, ada apa dengan lelaki itu. "Mungkin ya dan mungkin juga tidak," jawab Maggie dengan jawaban nyaris bukan jawaban. Itu sungguh membingungkan bagi Sam. Lelaki itu sudah selesai memakai baju dan menoleh ke arah Maggie. "Jawabanmu membuatku bingung. Besok pagi aku ingin mengajakmu mendaki gunung. Dan aku mengharuskan kamu ikut." Maggie terdiam sejenak, Wanita itu masih gugup karena kejadian beberapa menit yang lalu. "Baiklah, aku juga sudah lama tidak melihat alam liar. Tapi setelahnya kamu harus menemaniku mengecat rambut dan perawatan tubuh. Kau bisa, bukan? Meski tak ada cinta, aku ingin kita saling menguntungkan. Aku tidak mau jadi pihak yang selalu mengalah." Sam berpikir sejenak. "Baiklah. Aku setuju dengan pendapatmu." Bagaimanapun juga perkataan Maggie ada benarnya juga. Toh, dia tidak rugi sama sekali bila pergi ke salon kecantikan. Maggie dan Sam sudah berpakaian rapi. Sam menggandeng tangan Maggie menuju mobil mewah yang dia miliki. Awalnya Maggie menolak karena merasa risih. Mereka belum akrab satu sama lain. Satu malam tidak menjamin mereka bisa bertahan lama hidup bersama. Maggie terpaksa menerima perlakuan dari Sam. "Kamu harus terbiasa dengan perlakuanku. Karena rekan bisnisku akan mengenalmu sebagai kekasihku. Bersikaplah seolah aku pacarmu." Maggie hanya bisa mengangguk setuju. Status mereka hanyalah pasangan sementara. Dia selalu mengulang hal itu dalam hatinya. Mereka hanyalah pasangan pura-pura. "Baiklah, aku akan mencobanya." Sam dan Maggie pun berangkat menggunakan Ferrari Italia berwarna silver milik Sam. Mobil yang dia beli dua bulan yang lalu. Setiap setahun sekali Sam mengganti mobilnya. Dia adalah pengusaha kaya yang tidak tahu cara membelanjakan uang. "Di mana Bentley-ku? Apakah ferrari ini juga milikmu?" Maggie sudah mendapatkan kunci Bentley seharusnya dia sudah melihat penampakan mobil mahal itu. "Hm, seperti yang kau lihat! Aku punya hotel, kemewahan, dan tentu saja mobil mewah. Marchedes Benz di apartemen New York, BMW di South Hampton," kata Sam. "Bentley-mu akan segera kau lihat." Maggie mangguk-mangguk. Lalu tercenung. Sam lebih dari sekadar kaya. Dia bisa membeli apa saja yang dia mau. Sam bahkan membeli hidup Maggie. Sam kembali memikirkan bisnis serta uang yang dia peroleh selama ini. Adanya Maggie mungkin akan mengurangi kehadiran dollarnya yang tiap hari terus bertambah. Itu sangat wajar, dunia hiburan Hollywood adalah dunia bisnis paling sukses di dunia. Sam beruntung bisa menjadi salah satu pebisnis sukses di Los Angeles dalam bidang itu. Tiga puluh menit kemudian mereka sampai di hotel Beverly Hills, tempat di mana pesta para selebritis Sam. "Jangan kaget jika kamu bertemu selebritis favoritmu. Kuharap kau jaga sikapmu," bisik Sam membuat Maggie menyeringai. Paling hanya model kelas bawah atau artis baru yang belum berpengalaman. "Aku tidak akan terkejut. Karena aku tahu kamu tidak akan mampu menggaet Theo James ke pestamu," tegas Maggie. Sam tersenyum datar. "Terserah kamu saja," balasnya sambil menarik tangan Maggie masuk ke gedung itu. Sampai dalam acara pertemuan itu, mata Maggie terbelalak saat berpapasan dengan Karlie Kloss, mantan model Victorias Secret. Belum lagi, model yang disapa dengan KK itu menyapa Sam Nicholas. Benar-benar menakjubkan. "Apa dia pacarmu, Sam?" tanya Karlie. Sam mengangguk lalu memeluk wanita itu sebagai tanda hormat. Maggie juga dipeluk oleh KK. Maggie masih tak percaya apa yang dialaminya. Semua seperti mimpi baginya. Ataukah dia sedang berada di dalam cerita fanfiction? Mungkinkah. "Namaku Maggie. Senang berkenalan denganmu," ucap Maggie gugup. Karlie Klos tersenyum. Model itu menepuk bahu Maggie. "Aku senang. Sam tidak sendiri lagi. Selamat untukmu," ujar Karlie lalu pamit pergi. Maggie tak percaya takdir baik yang datang dalam hidupnya. Mengagumkan melihat langsung model KK. Belum lagi di barisan yang tak jauh darinya ada Theo James dan Anselt Elgort. Hah, itu Theo James asli. Sungguh menakjubkan. "Wah, kamu dan Theo James? Kenapa bisa lelaki itu ada di sini?" "Ini adalah project film baru dan salah satu produser mengenal Karlie Kloss dan mengundangnya datang ke pesta ini," jelas Sam. Pria itu merasa harus menjelaskannya pada Maggie agar wanita itu mengerti. Mata Maggie tak berkedip menatap surga di depannya. Untung selama ini dia merawat tubuhnya. Jadi dia tidak perlu malu muncul di hadapan para aktor andalannya itu. "Aku pergi dulu. Tunggu aku di meja sana, aku ada janji ketemu teman bisnis. Hanya sebentar." Maggie hanya mengiyakan permintaan pria itu. Sementara Sam menyapa rekan kerjanya. Maggie melangkah menuju bartender khusus. Wanita itu ingin mengambil minuman untuk membuat otaknya stabil. Namun bukannya stabil otaknya malah semakin rumit untuk berpikir. "Maggie?" panggil seseorang. Maggie berbalik dan alangkah terkejutnya dia. "Christ, Apa kabar?" tanya Maggie pada laki-laki yang bernama panjang Cristhoper Mike itu. Christ tertawa sebentar. Dia tak menyangka bisa bertemu Maggie cinta monyetnya di SMA. "Aku baik-baik saja. Kamu datang dengan siapa?" Maggie mulai berpikir harus bicara apa. Dia sangat gugup bertemu mantan kekasihnya. Tadi dia gugup karena Sam dan sekarang karena Christ. Tuhan, betapa sengsara hidup Maggie. "Aku datang bersama..." "Dia datang bersamaku, Christ. Aku dan Maggie sekarang berpacaran," jelas Sam yang tidak diketahui datang dari arah mana. Maggie terdiam. Dia hanyalah wanita bayaran yang harus menuruti tuannya. Christ menatap Maggie isyarat pertanyaan. Bagaimana bisa Maggie bisa berpacaran dengan pengusaha sedingin dan sekaku Sam Nicholas. Itu adalah pertanyaan besar bagi Christoper. Mengingat Maggie adalah wanita manja dan suka menghabiskan uang atau kata lainnya materialis. Apa Sam buta? "Hmm, iya. Aku dan Sam berpacaran." Maggie mengucapkannya ragu. Seakan kalimat itu adalah sesuatu yang kotor untuk diucapkan. Sam terlalu serius untuknya dan dia butuh lelaki santai seperti Christoper. Tapi itu tidak mungkin karena penyebab mereka putus karena sifat manja Maggie yang terlalu berlebihan. "Maggie, Ayo ikut denganku," ajak Sam sambil menarik tangan wanita itu. Maggie hanya bisa mengikutinya. Dia hanyalah wanita murah yang disewa Sam. Bagaimanapun juga dia tak punya kekuatan untuk melawan. Sam membawa Maggie ke dalam kamar hotel. Raut wajah lelaki itu sulit ditebak oleh Maggie. "Aku tidak suka kamu dekat dengan pria lain, Margareth. Kamu tahu posisimu, bukan?" Pertanyaan dari pria itu membuat Maggie ingin mengetes maksud lelaki itu. Maggie bertanya, "Kenapa? Kenapa aku tidak boleh dekat dengan lelaki lain? Kamu cemburu?" tantang Maggie. Wanita itu ingin mendengar respon Sam. Jujur saja paras Sam Nicholas membuat Maggie mulai tergoda, Dia mulai terhipnotis dengan bentuk tubuh pria itu. Sam mengernyitkan alis, ada kontak yang membingungkan di sini. "Ya, Aku cemburu. Aku tidak suka kamu dekat dengan mereka. Karena... karena aku..." Sam ingin mengatakan mencintaimu, tetapi tidak ia katakan. "Karena apa?" "Karena aku sudah menyewamu. Kamu tidak bisa seenaknya dekat dengan siapapun apalagi Christ! Dia adalah rivalku."' Ya. itu terdengar lebih masuk akal
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN