Sembilan

1017 Kata
*** Api amarah kini merasuki otak Maggie. Ia berjalan dengan cepat menuju arah Sam dan seorang wanita cantik. Suara yang ditimbulkan heels Stuart Weitzman-nya terdengar sangat memekakkan telinga. Bunyinya sangat keras bagaikan sebuah pengumuman bahwa raksasa wanita sedang marah. Sam berbalik saat mendengar suara langkah itu. Plakk.. Tamparan keras mulus di pipinya yang putih. Sam terbelalak dengan apa yang dilakukan Maggie. Matanya menerawang mencari jawaban di mata Maggie. "Siapa dia Sam? Kasar sekali! She is bitch." Ucap wanita cantik di dekat Sam. Dia tidak terima Sam di perlakukan dengan kasar tanpa alasan. Maggie rasanya ingin memukul wanita itu juga. Untungnya Sam menahan tangannya. "Jangan, Maggie. Jangan lakukan itu," ucap Sam lembut pada Maggie. Dia bicara seolah ia tak bersalah. Perkataan Sam membuat Maggie muak. Dia semakin marah, dia menjambak rambut wanita cantik di dekat Sam."b***h? Ya, aku b***h. Aku sudah dibayar Sam. Kenapa? kau marah? Kau sama saja denganku. Dengan membeli berlian, kau pikir Sam akan mencintaimu? Jangan bermimpi bodoh. Dia bahkan tiap dua kali sehari mengatakan hal itu padaku. Aku ingatkan jauhi Sam sekarang juga!" Teriak Maggie di tengah ramainya Mall. Dia tak peduli dengan aksinya. Tangannya membuat rambut wanita cantik itu super berantakan. Sam memegangi kepalanya. Dia pusing karena tingkah Maggie yang keterlaluan. Rasanya ia tak punya wajah lagi. Image-nya sudah hancur karena ucapan wanitanya. Semua mata tertuju padanya. Sam menghembuskan nafas dan menghentikan tingkah gila Maggie. "Stop, Maggie," kata Sam sambil menarik tubuh wanitanya. Pertengkaran tanpa perlawanan itu selesai. "Maaf, Queen. Mungkin lain kali kita bisa bertemu," ucap Sam pada wanita cantik itu. Entah dimana Sam harus menaruh wajahnya. Dia sangat malu sampai semua orang menatapnya. Tindakan Maggie sungguh keterlaluan. Dia membawa wanita itu ke restoran terdekat. Dia harus bicara dengan Maggie. Pasangan itu diam tanpa kata. Maggie masih memandang sinis ke arah Sam. Pria itu terlihat frustasi, Dia memijat alisnya. Bukan karena ia barusaja melakukan sulam alis, melainkan karena dia stres menghadapi tingkah Maggie hari ini. "Jelaskan sekarang juga. Siapa dia?" Tanya Maggie kesal. Pramusaji datang membawa pesanan mereka. Perlahan Sam meneguk segelas wine di depannya. "Dia rekan kerjaku, Maggie. Aku sudah mengatakannya padamu kan? Namanya Queen, dia punya koneksi dengan Justin bieber dan Shawn Mendes. Dia mengenal kedua penyanyi Kanada itu. Tadi aku mencoba melakukan negosiasi padanya. Hampir saja berhasil Namun.." Ucapan Sam terpotong. Dia menatap Maggie dengan tatapan serius. Dia takut Maggie tersinggung. "Gagal karenaku?" Tanya Maggie. Seketika api amarah wanita itu padam. Dia menyesal karena tingkah bodohnya. Maggie menggigit bibirnya. Dia sangat malu. Sungguh malu. Andai ada lubang di depannya, mungkin dia sudah loncat dan mengubur dirinya. Sam mengangguk ragu. Matanya terus mengamati tingkah Maggie. "Argghhh.." Teriak Maggie frustasi. Dia mengacak rambut pirangnya sendiri. Memukuli kepalanya karena tingkah bodohnya. Dia melakukan hal konyol di depan Sam. Dia sudah mempermalukan lelaki itu di depan Queen. Belum lagi mulut embernya mengungkapkan bahwa Sam membayarnya. Oh tuhan, andai ia jadi Sam mungkin dia sudah mengutuk dirinya dan mencampakkannya. Baru kemarin mengungkapkan cinta. Dan sekarang? Semuanya hancur seketika. Amarah dan egonya tidak terkendali. Ini semua karena disleksia sialannya. Pasti Sam sudah ilfil padanya. "Tak usah dipikirkan. Aku tidak apa-apa, Maggie," kata Sam sambil tersenyum. Benak Maggie berkata lain. Ucapan Sam pasti tidak tulus. Semua pria akan jengkel ketika wanita seperti Maggie bertingkah gila di depan umum. Menatap Sam pun ia tak bisa. Dia terlalu konyol untuk bersanding dengan Sam. "Lebih baik kau makan," lanjut Sam. Maggie tak bisa melakukan apapun. Dia diam tanpa kata. Menidurkan kepalanya di atas meja. Sam terus meyakinkan Maggie tapi wanita itu enggan mendengarnya. Akhirnya Sam memutuskan mendekati kursi Maggie. Dia mengangkat wajah wanita itu hingga mata keduanya saling bertemu satu sama lain. "Apa yang kau pikirkan? Sudah kukatakan aku baik-baik saja. Uangku sudah terlalu banyak. Percayalah, ini hanya proyek kecil. Aku bersyukur, karenamu aku tidak harus lelah bekerja. Aku bisa istrahat," jelas Sam. Maggie tahu lelaki itu tidak ingin dirinya stres. Tipe pria seperti Sam tidak akan suka berdiam diri di rumah. Sam adalah pekerja keras, Dia sungguh bodoh membuat pria itu sukses jadi pengangguran untuk beberapa hari. "Maafkan aku, Sam. Aku tidak akan mengulanginya. Aku janji akan meminta maaf pada Queen. Ini semua karena efek samping disleksia sialanku. Aku akan meyakinkan Queen," ucap Maggie menyesal. Rasa bersalah kini menjalar ke seluruh tubuhnya. Bagaikan pepohonan berakar tunggang. Sam menggeleng. "Aku mengerti posisimu. Apa penjelasanku terlalu singkat sampai kau tidak mengerti? Aku tidak apa-apa, Maggie. Sudahlah, lupakan saja masalah ini," balas Sam lembut. Dia tidak mau Maggie kepikiran karena masalahnya. Dia sungguh, menyayangi Maggie dan siap menanggung resiko yang terjadi. Dia sudah banyak membuka artikel tentang disleksia dan menemukan banyak pengetahuan tentang penyakit itu. "Makanlah, kau tak perlu memikirkan aku. Aku terlalu agung untuk kau pikirkan. Otakmu tak akan cukup menampung cerita tentangku," canda Sam pada Maggie. Semburat tawa keliar dari bibir Maggie. Seketika rasa bersalahnya hilang. Sam membuat Maggie merasakan arti sebuah keteduhan, arti sebuah cinta sejati. "Dasar pria aneh," ejek Maggie pada lelaki itu. Sam sukses terkekeh dengan memperlihatkan giginya yang putih nan bersih. Keduanya terlihat bahagia meski tadi sempat memalukan di tengah banyaknya orang di dalam mall. Mengingatnya saja membuat Maggie jijik. Dia bahkan tidak ingin mengingat kejadian itu lagi. Dia sangat trauma dengan kejadian bersama Queen. Drama yang ia lakukan sungguh membuat perut terasa mual. Bagaimana bisa ia bertingkah seperti anak SMA. Bahkan anak SMA pun mungkin berpikir sebelum melakukan aksi konyol nan gila di dalam mall. "Bagaimana kabar Dad-mu?" Tanya Sam saat Maggie mulai rileks. Sebenarnya, Maggie masih memikirkan aksi gilaya. Tapi, ia tetap berusaha tenang agar Sam tidak khawatir. Pertanyaan Pria itu membuat Maggie teringat sosok ayahnya. Kebersamaannya dengan Sam membuatnya lupa. Dia sungguh durhaka. "Terakhir kali ia pindah ke Ware. Disana ada nenekku. Tak usah khawatirkan dia. Dad adalah lelaki kuat. Dia berpesan padaku agar tak mengkhawatirkannya." Jelas Maggie. Sam mengangguk tapi hatinya tak tega pria yang menyatukannya dengan Maggie menghilang. "Apa dia butuh uang? Kau bisa mengirimkan uangku. Dia terlalu tua untuk bekerja," kata Sam tulus. Dia khawatir ayah Maggie kesulitan dalam hal ekonomi. Dia ingin menjadi orang berarti bagi ayah Maggie. "Aku akan menanyakannya nanti." Balas Maggie. Dia juga baru menyadari semuanya. Bagaimana bisa ia lupa ayahnya sendiri. Untungnya Sam mengingatkannya. Sam memang pria yang baik. Dia semakin mencintainya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN