“Ririn, kamu tidak apa-apa?” wajahnya tampak pucat saat melihatku menunduk memeluk perut. “Ririn …. Apa kamu masih-” “Jangan menyentuhku!” aku menghempaskan tangan Farel, aku berjalan menahan rasa sakit dengan tangan memegang perut, meninggalkan Farel yang tampak kebingungan. Matanya masih menatap ke arahku, entah apa yang ia pikirkan tentang aku saat ini. Aku berjalan ke kamar yang aku tempati, menuangkan segelas air meneguknya sampai habis, aku berharap ia tidak kenapa-kenapa. Tanganku mengelus perut yang masih terasa sakit, gerakan halus sudah mulai aku rasakan. Janin yang dulunya, ingin aku lenyap kan, kini masih bersemayam di dalam rahim ini. Ia si kecil yang paling ajaib, karena sebesar apapun dulu aku ingin menggugurkannya, ia tetap kuat dan bertahan. Bahkan malam saat aku melar