Saat pagi datang menyapa, sinar terang menyelinap masuk ke dalam kamarku dari sela gorden berwarna hijau yang aku gunakan menutup jendela kontrakan yang aku tempati.
Tubuhku masih tergolek dengan malas, tubuh ini begitu beratku diajak bangun. Ada rasa sepi yang menghinggapi di dadaku kalau kedua anak-anakku tidak di rumah, biasanya aku bangun cepat untuk mengurus semua keperluan mereka,membuat serapan pagi dan banyak hal harus ku persiapkan layaknya seorang ibu mengurus anak anak nya, walau kadang sangat repot mengerjakannya karena sebagi orang tua tunggal di rumah ini, tetapi, aku tidak pernah merasa capek dan mengeluh untuk mereka, aku selalu dengan senang melakukannya dan bangga masih bisa berbuat yang terbaik untuk mereka.
Harusnya aku sudah menjemput mereka saat ini ke rumah ayahnya, karena waktu bersama ayah mereka sudah habis, waktunya tinggal bersamaku lagi, karena sesuai kesepakatan kedua anak-anakku akan tinggal bergantian tiap bulan di rumah ayahnya dan di rumahku.
Suara-suara riuh anak-anak bermain di depan rumah kontrakan tidak lantas membuatku terganggu, pikiran ku bergentayangan memikirkan banyak hal, tetapi yang paling menyita hati dan otak ini lelaki yang menikmati tubuh ini tadi malam.
Ia adalah Mas Virto, seorang lelaki berprofesi anggota keamanan, bertugas sebagai Intel, lelaki tampan, bertubuh tinggi kekar.
Kriiing ….
Kriiing ….
Saat sedang melamun sampai ke langit ke tujuh, tiba-tiba ponselku berdering.
“Ibu, tidak jadi jemput anak-anak hari, ini?” tanya Dimas mantan suamiku.
“Aku lagi malas, entar saja.”
“Lagi sakit, mau aku bawa ke dokter?”
“Tidak usah, anak-anak pada lagi
ngapain?”
“Anak-anak lagi pada nonton, tadi Jeny nanya, apa ibu jadi jemput apa tidak, dia ingin pulang katanya.”
“Nanti aja, Aa, bilang anak-anak aku lagi malas.”
“Baiklah, nanti aku bilangan,” ujar Dimas menutup teleponnya.
Kembali melanjutkan rebahan manja, tidak ada anak-anak di rumah membuatku malas untu masak.
Untuk mengisi perut yang sudah keroncongan ini, aku hanya akan memesan aplikasi online saja, otakku kembali lagi berkelana memikirkan Mas Virto dengan keluarganya.
‘Ia pasti sedang bersenang-senang, mana waktu untuk memikirkan ku’ aku membatin dengan sedih, batinku terluka, padahal ini bukanlah hal pertama ia pergi liburan dengan keluarganya.
Polisi bertubuh tinggi besar itu sudah bersamaku sekitar lima tahun, ada banyak alasan kenapa aku tidak bisa lepas dengan lelaki yang sudah memiliki istri itu.
Tiiing …!
Suara notif ponsel.
Dengan malas ku raih benda pipih persegi empat berwarna putih itu, tanganku dengan cepat mengusap layar.
Pesan dari Mas Virto.
[ Lagi ngapain?] Isi pesan lelaki yang selingkuhan ku itu.
[Lagi tidur di kamar] balasku dengan tidak bersemangat
[Jangan kemana-mana!] balasnya lagi.
Ada bagian dalam hati yang tiba-tiba menolak.
‘Kenapa aku tidak bisa kemana-mana, sementara dia bersenang-senang dengan keluarganya, apakah ini adil?’ tanyaku dalam hati.
Walau sebenarnya aku tidak ada hak untuk cemburu padanya, tetapi hati ini masih saja sulit terkadang menerima kenyataan itu.
Terlalu sibuk memikirkan hal-hal yang tidak jelas membuatku lupa membalas pesan Mas Virto, aku membiarkan ponsel di nakas, dan aku bangkit dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi, mungkin dengan mandi akan menyegarkan hati dan otak liar ku.
Tetapi saat ada di kamar mandi, suara motor terdengar di samping rumah, suara motor yang aku kenal, itu milik Dimas, mantan suamiku.
Tok …
Tok …
“Sebentar aku lagi di kamar mandi!” sahutku dari dalam.
Sialnya lagi, aku lupa mengunci pintu kamar mandi.
Dimas masuk ke kontrakan saat aku di kamar mandi, aku pikir tidak apa-apa, jika ia bersama anak-anakku, aku keluar dari kamar mandi, hanya menggunakan handuk dililitkan di atas d**a.
“Eh, Aa, anak-anak kemana?” tanya ku dengan perasaan tidak enak, walau ia ayah dari anak-anakku tetapi ia mantan suamiku.
“Tidak ikut,” jawabnya, sebagai lelaki normal aku tidak menyalahkan nya menatap ku dengan tatapan mata tanpa berkedip
Ia berdiri dan mendekat, membuat jantung ini hampir melompat karena berdetak dengan kencang.
“Aa, mau apa kesini kalau tidak ikut anak-anak?” tanyaku membelikan badan menuju lemari dan membukanya.
“Kamu wangi bangat Neng,” ujar Lelaki yang pernah menjadi pasangan hidupku dengan tangan melingkar di pinggangku.
“Aa, mau apa?” tanyaku melepaskan tangannya
.
Rumah kontrakan yang aku tempati hanya satu ruangan, yang di huni satu ranjang ukuran king size, sebagai tempatku menjemput rezeki dari pria beristri, sengaja aku pilih yang mewah, agar siapapun yang tidur di sana merasa nyaman.
Rumah yang aku tempati hanya satu petak, dan aku sekat dengan lemari dan gorden sebagai kamar untuk anak-anakku, saat Mas Virto datang untuk menghangatkan tubuhnya.
Kalau ia tidak datang, anak-anak akan tidur denganku, kalau lelaki itu datang, mereka berdua tidur di ranjang bertingkat milik keduanya.
Apakah anak-anak tahu tentang apa pekerjaanku? Jangan di tanya, anak-anakku tahu, bahkan beberapa kali tepergok sedang melakukannya.
Apa aku sedih?
Saat pertama waktu itu sedih dan hina, tetapi saat ini sudah terbiasa, dan anak-anakku juga sudah memahami ku dan untuk apa aku seperti itu, tentunya untuk mendapatkan uang menyambung hidup.
“Tadi kamu pikir kamu pikir kamu beneran sakit Neng, makanya Aa datang,” ujarnya, dengan satu kecupan mendarat di cerukan leherku.
Untuk sesaat tubuh ini sangat mendambakannya, bau tubuh lelaki yang sudah memberikanku dua anak itu, masih melekat di ingatanku.
“Jangan, Aa … nanti di lihat ibu,” ujar ku sedikit mendorong, walau tubuh ini sangat mendamba, karena kesepian yang aku rasakan saat ini butuh pelarian. Namun, hatiku masih memiliki sedikit kewarasan, menyuruhku untuk menolak.
“Kenapa Neng …” ujarnya parau dengan tatapan mata sendu dengan napas memburu.
“Jangan, Aa apa kata orang nanti,” ujar ku dengan sedikit menolak, tetapi tubuhku menginginkannya.
“Terus … apa bedanya aku dengan lelaki simpanan mu itu, apa karena uang?” tanya dengan lembut dengan tatapan hangat.
“Bukan ,Aa, aku hanya tidak ingin-"
“Aku akan memberikan uang seperti di lakukan lelaki itu Neng, kalau itu yang kamu butuhkan”
“Aa, kalau ia tahu kamu di sini yang ada nanti kamu akan di hajar lagi seperti yang dulu Jan-”
Belum juga bibir ini selesai berucap, tetapi dengan cepat ia menempel jari telunjuknya, tatapan matanya dan wangi dari tubuhnya membuat tidak berdaya, hingga terjadi begitu saja, melakukan dengan lelaki yang sudah jadi mantan suami hal yang sangat salah, tetapi mau gimana lagi? otakku memang sudah rusak.
Bersambung