Bab 2. Dibela Levan

1032 Kata
"Mas Arya, kami bukan mantan, Mas. Aku hanya bingung harus bagaimana, Mas sudah mentalakku. Aku bahkan takut untuk pulang," jelas Andira agar Arya mengerti. "Sudahlah, jangan berkilah lagi. Sudah tertangkap basah masih saja ngeles, jangan-jangan kamu sengaja dan kamu bekerja sama dengan dokter di sini agar mengatakan kamu sulit hamil. Dan otak dari semuanya adalah dokter b******k ini!" tukas Arya emosi. "Sumpah, Mas. Aku dan kak Levan tidak ada hubungan sama sekali, benar kan, Kak?" "Apa? Kak Levan katamu? Hahaha, mesra sekali kamu memanggilnya. Dan kamu mau aku percaya? Sudahlah ternyata keputusanku sudah benar menceraikanmu. Sebaiknya kamu jangan kembali ke rumah, aku akan kirim barang-barangmu ke panti. Atau aku kirim ke rumah dokter ini?" tanya Arya sinis. "Maaf, Pak. Anda salah sangka, saya dan Andira sama sekali tidak ada hubungan. Kami hanya saling mengenal, tidak lebih dari itu. Jadi tolong jangan jadikan pertemuan kami sebagai alasan Anda menceraikan istri Anda, karena memang sejak tadi Anda sudah mengatakan itu. Bukankah itu artinya sudah jatuh talak, karena Anda tidak bisa menjaga ucapan Anda sendiri." Levan berusaha membela diri, dia tidak mau dituding sebagai orang ketiga dalam rumah tangga orang lain. "Alah, kalian sama saja." Arya hendak berbalik dan pergi, Andira berusaha menahan dengan meraih tangan arya. "Mas, aku mohon jangan ceraikan aku. Aku pasti bisa hamil dan semua tuduhan kamu tidak benar," ucap Andira menghiba agar suaminya luluh. "Lepas, apa kamu tuli, hah! Aku menceraikanmu sejak tadi, jadi aku akan kirim barang-barangmu ke panti kalau pria ini tidak mau menerimamu. Jangan berusaha membujukku, Andira!" "Tapi, Mas. Jika sampai bunda di panti tau, beliau pasti sedih. Bukankah Mas janji akan membahagiakanku saat meminangku pada Bunda, mana janji itu, Mas." Andira berusaha mengingatkan Arya, saat dia hendak melamar Andira dulu. "Semua sudah tidak berlaku, karena semua ini kesalahanmu. Siapa suruh kamu mandul, sudahlah jangan berdebat lagi atau aku akan mempermalukanmu." "Anda sudah mempermalukan dia sejak tadi, apa Anda tidak sadar itu?" timpal Levan. "Tidak usah ikut campur, kalau kamu bukan siapa-siapa dia. Kecuali memang kalian pasangan selingkuh!" tuding Arya dengan nada tinggi. "Mas Arya, aku mohon setidaknya biarkan aku membereskan barang-barangku lebih dulu dan mencari kontrakan. Jangan antar barang-barangku ke panti, aku belum siap bunda tau. Aku mohon, Mas." Andira mengatupkan kedua telapak tangannya, memohon agar Arya luluh. "Memangnya apa barang-barang yang kamu punya, kamu tidak lupa kan datang ke rumahku hanya dengan beberapa lembar pakaian? Jadi berikan saja alamat untuk aku mengirim barangmu, jangan injakkan kaki ke rumah lagi!" "Maaf, tidak bermaksud ikut campur. Tapi dalam perceraian semua sudah diatur, harta yang di dapat saat pernikahan itu adalah hal bersama. Jadi Anda tidak bisa begitu saja mengusir Andira, semua sudah di atur dalam pasal 45 ayat 1 UU perkawinan. Jadi harus ada pembagian harta gono-gini, jangan pikir karena Andira begitu polosnya Anda bisa semena-mena." Levan tidak tahan lagi melihat sikap Arya, dia pun langsung mengatakan apa yang dia tahu. "Hahaha, kamu pikir aku bodoh? Aku sudah mempelajari semuanya, dia hanya bisa menuntut jika dia memegang bukti kepemilikan objek gono-gini yang akan dibagi. Sebab berlaku dalil siapa yang menggugat, maka dia yang membuktikan. Artinya, jika pihak yang mengajukan gugatan pembagian harta gono gini tidak memegang bukti kepemilikan objek harta gono gini, maka gugatan pembagian harta gono gini tidak dapat diterima pengadilan. Dan dia tidak memiliki satupun bukti, karena semua aku yang atur. Paham kamu!" Arya tertawa meledek karena berhasil mematahkan ucapan Levan. "Sudah-sudah, baiklah kalau begitu. Tidak apa-apa, Mas. Kalau memang keputusan Mas sudah bulat, aku akan pergi. Hanya saja ijinkan aku membawa pakaianku, agar kita tidak perlu berhubungan lagi. Kecuali saat sidang perceraian nanti," sahut Andita akhirnya menengahi. "Terserah kamu, tapi jangan ikut mobilku. Naik saja angkutan umum, atau minta dokter baik hati ini yang antar." Arya langsung berbalik dan meninggalkan Andira dan Levan di kantin. Andira terduduk lemas, tangannya meraih air mineral yang tadi dibawakan oleh pemilik kantin saat Levan memberikan kode agar dibawakan air. Levan menatap Andira yang terlihat tatapannya kosong, dia tidak menangis tapi Levan tau jika Andira sangat sedih dan terpukul saat ini. "Nanti aku saja yang antar, kamu bisa langsung tinggal di rumahku." Levan akhirnya bersuara, setelah membiarkan Andira sibuk dengan pikirannya beberapa saat. "Tapi, Kak. Nanti mas Arya pikir kita benar-benar ada hubungan, jika Kak Levan yang antar dan aku langsung tinggal di rumah Kakak." Andira menoleh ke arah Levan, dengan tatapan sendu. "Kenapa masih memikirkan pria itu, dia bahkan tidak perduli kamu akan tinggal di mana. Hari ini dia membuangmu tanpa harga diri, kamu masih memikirkan pendapat dia? Jangan bodoh Andira, kamu harus berani dan tegas. Jika tidak selamanya kamu akan diperlakukan seperti ini," sahut Levan memberikan nasihat pada Andira. "Mau bagaimana lagi, Mas. Aku hanya orang miskin, yang bahkan orang tua saja tidak punya. Sejak dulu perlakuan seperti ini biasa unrukku, aku sadar diri dan bisa menerima semuanya. Jika orang tuaku saja tidak menginginkanku, wajar orang lain juga begitu." "Kamu nih, kenapa pikiranmu pendek sekali. Kamu itu manusia, yang tuhan ciptakan dengan hak dan kewajiban yang sama dengan manusia lainnya. Apa karena orang tuamu membuangmu, lantas kamu harus menerima perlakuan semena-mena orang lain. Tidak Andira, itu bukan pemikiran yang baik. Sudahlah, ayo sekarang aku antar kamu mengambil barang-barangmu!" ajak Levan seraya berdiri. Andira tidak langsung berdiri, dia menatap Arya untuk beberapa saat. Sampai akhirnya Arya memberikan kode agar Andira mengikutinya, Andira pun akhirnya ikut berdiri. Mau tidak mau dia harus ikut Levan, karena tidak mungkin dia naik angkutan umum saat ini. Karena sebenarnya Andira sama sekali tidak memiliki uang, selama ini Arya tidak mengijinkannya memegang uang. Semua kebutuhan Arya yanh atur dan Andira benar-benar selalu menerima apapun perlakuan Arya. "Masuklah," ujar Levan setelah membukakan pintu mobil. "Apa Kak Levan tidak kerja?" tanya Andira sebelum masuk ke mobil. "Jadwal kerjaku kebetulan sudah habis, aku kerja shift malam. Aku tadi habis menemui dokter senior saat melihat kalian berdebat," sahut Levan seraya membuka jas dokternya. "Oh." Andira pun masuk ke dalam mobil, pikirannya benar-benar kacau. Dia yakin Arya akan mempermasalahkan kepulangannya dengan Levan, tapi mau bagaimana lagi. Dia tidak mungkin pulang dengan berjalan kaki, tanpa uang sepeserpun. Dia akan menjawab seperti itu jika Arya mempermasalahkan hal itu. "Halo, Sayang. Apa kamu sudah di rumah? Kamu bereskan pakaian-pakaian milik Andira dan letakan diluar," ucap Arya di panggilan telepon entah pada siapa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN