SATU
"Sayang, bisa jemput aku? Mobil aku masuk bengkel ... oh, kamu ada meeting? Malam gini? Ya udah, aku pakai ojek online aja." Ada rasa tak percaya yang terselip dalam hatinya. Masak iya malam-malam begini ada meeting? bukankah jam kerja hanya sampai jam lima sore di mayoritas perkantoran.
Wanita cantik berambut keriting di bagian bawahnya itu menghela napas kasar. Sudah selarut ini apa iya masih ada ojek online yang beroperasi. Ah, kalau tidak dicoba dia tidak akan tahu.
"Mbak Lita, gak pulang?" tanya salah satu teman kerjanya ketika mendapati satu temannya masih belum pulang.
"Masih nyari ojek nih, Mbak, susah banget dapatnya. Udah kemalaman banget kayaknya ini," keluh wanita yang dipanggil Lita itu.
Nama lengkapnya Talita Mazaya. Kerap kali dipanggil Lita di tempat kerjanya. Dia salah satu karyawan Mentari departemen store yang cabangnya berada di seluruh Indonesia. Jabatannya cukup tinggi, yaitu supervisor area yang tugasnya hampir setiap hari berada di outlet Mentari store.
Hari ini kebetulan jadwalnya shift sore. Jadi, ia bekerja hingga outlet tutup. Sialnya, tadi siang mobilnya mogok dan harus masuk bengkel.
"Mas pacar gak bisa jemput, Mbak?"
"Dia kayaknya sibuk. Tadi aku telepon bilangannya gak bisa jemput, ada meeting."
"Bareng ke depan yuk, Mbak. Aku temenin nunggu ojek. Siapa tahu nanti di depan bisa cepet dapat driver."
"Boleh deh." Talita berdiri membawa tas selempangnya. Ia menyusul langkah Delima, teman kerjanya.
Dua wanita berseragam Mentari store itu berjalan beriringan menyusuri jalan menuju Lift.
Sampai di luar gedung, memang jalanan sudah terlihat sepi. Hanya beberapa kendaraan yang lewat. Bahkan kendaraan umum pun tak terlihat.
"Coba lagi, Mbak Lit. Semoga bisa dapat driver."
"Iya, aku lagi nyoba ini."
Talita mencoba lagi mencari driver menggunakan aplikasi hijau penyedia layanan ojek online.
"Dapat, Mbak Del! Akhirnya ...." Kelegaan terpancar jelas di wajahnya Talita.
"Syukur deh. Maaf ya, Mbak Lit, gak bisa ngater. Rumah kita gak searah soalnya."
"Gak papa, makasih udah nememin."
Tak berapa lama, sebuah mobil berhenti di depan mereka. Talita menyamakan plat nomor mobil dengan di aplikasi.
"Bye, Mbak Del. Hati-hati!" teriak Talita.
"Mbak Talita Mazaya?" tanya Driver itu.
"Iya, Pak." Talita memasuki mobil berwarna merah itu.
"Sesuai aplikasi ya, Mbak?"
"Iya, itu sesuai kok."
Sepanjang perjalanan, Talita melamun memandang jalanan kota yang sepi. Lampu-lampu rumah yang berada di pinggir jalan raya sudah terlihat gelap. Hanya kafe-kafe dan tempat tongkrongan anak muda yang masih ramai pengunjung.
Sekilas, Talita seperti melihat tunangannya masuk ke dalam sebuah kafe.
"Masa iya itu Rayhan? Ah, gak mungkin!"
"Ada apa, Mbak?" Driver terlihat khawatir mendengar sekilas gumaman Talita.
"Oh, gak papa, Pak. Maaf, ngagetin ya."
Daripada penasaran, Talita mencoba menghubungi nomor kontak Rayhan, sang tunangan. Berkali-kali panggilan yang ia lakukan tidak ada jawaban.
"Ke mana sih dia? Apa masih meeting ya, jadi gak bisa angkat telepon aku?"
*****
Tatapan malas lelaki tampan itu terlihat jelas. Ia mengabaikan ponselnya yang terus saja bergetar.
"Gak diangkat?" tanya wanita yang duduk di sebelahnya.
"Biarkan saja. Nanti juga berhenti sendiri," jawab lelaki itu tak peduli.
"Nanti marah loh."
"Tadi aku pamit ada meeting."
"Terus dia percaya gitu?" Wanita yang duduk di sampingnya sedikit terkejut.
"Kayak gak tahu aja, dia gampang banget dibegoin."
"Tapi, dia cinta mati loh sama kamu."
"Tapi aku cintanya sama kamu. Gimana dong?"
"Gombal!" Wanita itu memutar kedua bola matanya jengah.
"Hey, Bro! Udah lama?" Seorang laki-laki datang menghampiri mereka.
"Lumayan."
"Gila nih anak. Masih aja sama Bela. Talita gimana? Masih lanjut?" tanya lelaki itu melirik wanita bernama Bela yang duduk di hadapannya.
"Rayhan bilang dia cinta sama aku. Gimana dong?" kata Bela mengulang perkataan Rayhan sebelumnya.
"Gila kalian emang. Main api di belakang Talita," kata laki-laki yang baru saja datang itu.
"Udah, diam saja. Dia gak bakal tahu kalau gak ada yang kasih tahu. Dan kamu, mending jangan ikut campur," peringat Rayhan.
Lelaki itu mengangkat bahu. Tak peduli dengan dua orang di depannya. Sebagai teman, ia sudah sering mengingatkan kalau yang mereka lakukan itu salah.
"Brian kayaknya suka sama Talita. Bener gak sih?" tebak Bela sepeninggal lelaki yang sempat duduk bersama mereka.
"Mungkin. Biarkan saja. Dia gak akan bisa mendapat Talita," kata Rayhan dengan percaya diri.
"Kenapa gitu?"
"Karena Talita hanya mencintaiku sejak dulu. Tak mungkin ada pria lain yang bisa menggantikan posisiku di hatinya."
Bela mencibir ucapan Rayhan. Dalam hati kecilnya, ia sangat menahan kekesalannya. Selalu saja Talita, Talita, dan Talita. Saat bersama dirinya saja, masih saja wanita itu yang dibahas.
"Kok cemberut sih? Kenapa, Sayang?" tanya Reyhan mencolek dagu Bela.
"Males aja sih, kenapa setiap sama aku masih aja Talita yang dibahas?"
"Maaf, Sayang, gak akan lagi deh, lagian tadi kamu yang mulai bahas dia duluan. " Rayhan mencuri satu kecupan di pipi kanan Bela.
Semburat merah alami mewarnai kedua pipi Bela yang putih itu. Selalu saja seperti ini setiap kali Rayhan berlaku manis padanya.
*****
Talita menghempaskan tubuhnya yang lelah di atas kasur kamarnya. Pikirannya masih terpusat pada Rayhan yang masih belum menjawab panggilan teleponnya. Pesan-pesannya pun juga tak ada yang dibalas.
"Ck! Ya udahlah, dia bilang sedang meeting, Ta. Kamu harus percaya! Gak boleh mikir negatif," guman Talita untuk menyemangati dirinya sendiri.
Jam yang menempel di dinding kamarnya sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat dua puluh menit. Erangan malas dan lelah keluar dari bibir Talita.
"Kalau gak segera ke kamar mandi pasti nanti ketiduran. Bangun, Lita! Ayo bersih-bersih dulu, baru setelah itu tidur nyenyak! Jangan jadi perempuan yang jorok."
Sebelum tingkat kemalasannya semakin menjadi, Talita segera bangun dan beranjak ke kamar mandi. Berendam air hangat sebentar saja untuk melemaskan otot-ototnya yang terasa kaku seharian ini bekerja.
Usai berendam sejenak dan berganti pakaian tidurnya, Talita mengecek sekali lagi ponselnya. Berharap kekasihnya meneleponnya balik, atau setidaknya membalas pesannya.
Harapan itu pupus saat tak ada satupun notifikasi dari orang yang ia tunggu. Hanya satu pesan dari sahabatnya yang sudah selesai saudara mengirimkan video lucu kepadanya.
"Nih anak ada aja. Kayak gini nemu di mana gitu," guman Talita sambil menonton video itu.
Talita membalasnya dengan mengirimkan stiker tertawa. Video itu membuatnya melupakan perasan sedihnya sesaat.
Ting!
Satu balasan dari sahabatnya langsung dibuka. Mereka saling berbalas pesan hingga tengah malam. Talita sejenak melupakan Rayhan yang tidak menghubunginya lagi hingga saat ini.
Saking asyiknya Talita bertukar pesan dengan Bela, sahabatnya, membuatnya lupa waktu. Tanpa terasa jam di ponelnya menunjukkan pukul setengah dua belas malam.
"Astaga! Besok aku masuk pagi!"
"Udah dulu ya, Bel. Aku besok masuk pagi. Gara-gara kamu nih, aku gak jadi tidur." Talita mengirimkan pesan suara untuk sahabatnya.
"Tidur, Talita. Urusan Rayhan kita pikirkan besok lagi. Badanmu juga perlu beristirahat," guman wanita itu pada dirinya sendiri.
Seandainya Talita tahu, jika saat ini kekasihnya sedang bermesraan dengan sahabatnya sendiri. Menertawakan kebodohannya selama ini. Terlalu percaya dan mencintai Rayhan yang diam-diam mengkhianatinya. Sebuah kepercayaan tulus yang disia-siakan oleh pria bernama Rayhan itu. Hanya saja wanita itu begitu polos dan sangat naif.
Bersambung ....
--------