Prolog
Jodoh itu rahasia Tuhan yang paling kita ingin ketahui dengan segera. Sayangnya, jika belum waktunya… maka sia-sia saja sepertinya mencari tahu siapa jodoh kita.
Pernikahan adalah impian semua pasangan yang tengah menjalin cinta. Bahkan bertahun-tahun menghabiskan waktu bersama pun tidak masalah. Dengan alasan saling mengenal satu sama lain lebih lama dalam sebuah hubungan bernama ‘pacaran’.
Katanya ‘pacaran’ itu adalah tahap permulaan sebelum mencapai sebuah hubungan sacral, yaitu pernikahan. Sayangnya, tidak semua yang melewati tahap ‘pacaran’ itu akan berlanjut sampai ke jenjang pernikahan. Tidak ada yang bisa menjaminnya. Tidak aku, tidak juga kamu.
…………….
Gadis berumur seperempat abad itu mendadak membisu saat melihat surat undangan yang ada di meja kerjanya. Undangan yang katanya dikirim oleh kurir tadi pagi. Undangan yang seharusnya membuatnya ikut merasakan kebahagiaan karena sahabatnya sedari kecil akhirnya menikah. Sayangnya, nama mempelai pria yang tertera di sana membuat nafas gadis itu tercekat. Seolah oksigen di sekitarnya mendadak lenyap.
Diremasnya kertas undangan itu dengan sekuat tenaga walau ia tahu seluruh tenaga bahkan harapannya hancur seiring pengkhianatan yang terkuak di depan matanya. Di depan matanya yang kini mendadak buram karena dipenuhi oleh genangan air mata yang siap jatuh. Sekuat apapun ia berusaha menahan rasa sakit itu, tapi rasa sakit itu kian nyata. Kian nyata untuk semakin merobek hatinya.
Bibir ranumnya mengerut, mencoba menetralisir perasaannya di senin paginya yang mendadak kacau ini. “Jadi ini alasannya. Jadi ini alasannya yang aku tidak mengerti tentang sifat kalian yang mendadak aneh akhir-akhir ini. Kalian sungguh brengsek.”