Chapter 1

1518 Kata
Petir menggelegar menyambar bumi, hujan turun dengan lebatnya. Suasana sore itu seolah-olah menggambarkan perasaan orang-orang yang berada di pemakaman umum desa Neling. Satu cangkul tanah turun masuk ke liang lahat, seorang wanita semakin menjerit pilu. Saat putri mereka yang dicintai telah terkubur sepenuhnya. Kini wanita setengah baya itu hanya menangis memeluk pusara putri tercintanya. Sedangkan sekeliling ada banyak orang berdiri dengan wajah tertunduk. Mereka terdiri dari warga setempat, Dan ada empat orang berpakaian serba hitam berjumlah dengan wajah kaku tanpa ekspresi. Sedangkan di ujung lagi seorang laki-laki bernama David. Ikut berbelasungkawa karena salah satu teman istrinya berkerja di rumah tuan Darius pulang dalam keadaan tak bernyawa. Empat orang berbadan besar itu terus saja mengawasi proses pemakaman hingga selesai. Mereka memastikan bahwa tidak ada satu pun dari keluarga mereka yang membuka peti. Sebab kondisi gadis itu sangat mengenaskan karena bunuh diri. Kata salah satu dari mereka. Setelah acara pemakaman selesai, David menanyakan perihal keberadaan istrinya. Sebab ia merasa khawatir, akan tetapi satu dari mereka tidak memberi jawaban apa pun. "Pak, kalian tidak bisa pergi begitu saja. Tolong katakan di mana istri saya?" Mereka terus saja berjalan lurus menuju mobil berwarna hitam di tepi jalan. "Ada banyak pekerja di rumah tuan Darius, kami tidak tahu yang mana istrimu." "Namanya Azami, dia tinggi badannya segini." David meletakkan telapak tangannya seleher. "Saya akan menunjukkan foto pada kalian semua, tunggu sebentar saya akan mengambilnya di rumah." Keempat orang itu bermuka masam. Hingga salah satu dari mereka maju. "Kami tidak ada waktu meladeni orang sepertimu." Menusuk-nusukkan jari ke dadaa David dengan wajah mengancam. "Lagi pula, tadi kau bilang kalau istrimu itu masih mengirim uang dengan jumlah banyak setiap bulan. Itu berarti dia baik-baik saja!" Setelah berujar pria itu menarik tubuhnya menjauh dari David. "Tapi ... Tuan, saya hanya ingin mengetahui kabar istri saya, itu saja tidak lebih." David menahan pintu mobil yang hendak tertutup. Membuat pria itu murka sebab terganggu. Hingga salah satu dari mereka menarik kaos David membawa ke dalam mobil. Suara seperti orang tercekik terdengar dari luar, namun karena derasnya hujan warga tidak ada yang mendengar. "Ampun ... Tu-an." Suara itu terputus-putus sampai mobil jeep berwarna hitam melaju dengan kencang. Salah satu warga yang hendak ke sawah membawa cangkul melihat David duduk sendirian di ujung desa berjarak lima kilometer dari rumah. Sejak saat itulah warga setempat meyakini bahwa mereka menggunakan ilmu hitam. Sebab David keluar dengan keadaan wajah datar dan kosong. Hingga berhari-hari lelaki itu hanya melamun tanpa melakukan apa-apa seperti orang linglung. *** Senja di atas desa Neling tampak kelabu. Di sebuah rumah berukuran kecil terbuat dari kayu terletak di ujung desa Neling, seorang pria berusia 35 tahun tengah berjabatan tangan dengan salah satu tuan tanah sebagai bentuk kesepakatan. David lelaki yang tengah membutuhkan sejumlah uang. Hanya sepetak sawah itulah yang dimiliki. Dan kini sudah dibeli oleh orang lain. "Kau yakin, menjual sawah hanya untuk pergi ke kota, David?" tanya paman David bernama Anhar saudara satu-satunya dari pihak Ibu David yang masih hidup. "Yakin seratus persen, Paman. Aku akan mencari keberadaan Azami sampai ketemu." David memasukkan beberapa pakaian ke dalam tas ransel berwarna hitam. Setelah penuh bergantian memasukkan baju-baju anaknya. "Sudah empat bulan Azami tidak ada kabar, Paman. Ardika rindu ibunya, seharusnya setelah setahun dia kembali karena masa kontraknya telah berakhir. Tapi sampai hari ini, dia tidak kembali," ucap David sambil menepuk-nepuk pundak putranya yang bernama Ardika. "Sebenarnya paman khawatir kalau kamu bersikeras ingin pergi ke kota mencari istrimu. Apa lagi setelah kejadian yang menimpamu beberapa waktu, mereka itu sangat berbahaya ... bahkan, menurut kabar yang paman dengar dari teman, yang tinggal di desa tetangga, salah satu warganya setelah kembali dari rumah Darius kini mengalami bisu dan ling lung seperti kamu kemarin, tapi dia sangat sulit disembuhkan. Anehnya lagi keluarga mereka tidak ada yang berani menggugat kasus ini. Justru mereka bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa pada putrinya." Mendengar informasi dari Anhar semakin membuat niat David semakin kuat. Ia bertekad akan segera ke kota untuk membawa pulang istrinya. "Kecurigaanku semakin kuat, pasti di dalam rumah itu semua pekerja diperlakukan tidak adil. Jalan satu-satunya aku harus menyelediki sendiri karena walau melapor pada pihak berwajib pun tidak ada bukti." Azami sempat mengatakan kalau tidak tahan bekerja di sana. Dia bertahan hanya ingin menghabiskan masa kontrak setelah itu akan kembali. Tapi kenapa sampai sekarang Azami belum kembali? "Menurut cerita dari teman paman, keluarga Darius adalah keluarga kaya luar biasa. Tidak jelas usaha apa yang mereka jalani, tapi keluarga itu memiliki harta yang tidak ada habisnya." Anhar menunduk dengan rasa penyesalan. "Andai saja, paman tahu kabar tentang keluarga Darius sebelum istrimu pergi, pasti semua ini tidak akan terjadi. Mereka itu penganut ilmu hitam, David!" Tentu saja dia merasa bersalah sebab Anhar lah yang memberikan lowongan pekerjaan untuk Azami di keluarga Darius. "Sudahlah, Paman. Yang terpenting sekarang tujuanku satu, mencari keberadaan Azami. Dia itu segalanya bagi kami, maka aku akan membawanya pulang dan mengajaknya hidup di desa seadanya." "Kalau memang benar mereka melakukan kejahatan, pasti tidak mudah untuk mengungkap. Ingat, ilmu gaib bisa mencelakai kamu kapan saja, berhati-hatilah. Terlebih Ardika, jaga dia jangan sampai terjadi apa-apa." Anhar sebenarnya tidak rela melepaskan keponakannya itu. Tapi karena David bersikukuh dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Saat mereka sedang berbincang pintu terbuat dari papan milik David itu digedor-gedor dengan kencang. Ardika seketika terpelonjak takut saat sedang di kamar membereskan barang-barang. Ardika mengintip balik pintu kamarnya yang terarah ke pintu utama. Dua orang berwajah sangar dan menyeramkan berdiri tegak di hadapan David. Satu orang di antaranya membawa sebuah koper mini berwarna hitam. Anak laki-laki itu tidak berani mendekat sebab kejadian yang menimpa ayahnya beberapa waktu lalu cukup menakutkan baginya. Paman Anhar dan juga David saling mengerutkan dahi. Bersitatap bingung meski itu tak dapat menutupi ketakutan mereka berdua. Anhar menelan saliva sebelum kemudian David membuka suaranya. "Ka-lian, siapa?" tanyanya dengan nada takut. Tapi dia tetap berusaha mengangkat wajah supaya terlihat berani. "Jadi benar ini rumah David?" David mengangguk cepat. "Iya, saya David. Kalau boleh saya tau, ada perlu apa kalian datang ke mari?" Tanpa berkata-kata dua orang berwajah datar itu melangkah maju. David memasang badan untuk menghalangi tapi dua orang berbadan tegap itu mendorongnya hingga mundur beberapa langkah. Merasa hal bahaya akan terjadi David mendekat ke samping pamannya seraya berbicara pelan, "Paman lebih baik pergi ke kamar ajak Ardika pergi lewat jendela. Bawa dia menyingkir dari sini, saya takut mereka berbuat keributan, sebab wajah mereka tidak menunjukkan kalau orang baik sama sekali." "Paman, siapa mereka?" tanya Ardika saat Anhar masuk ke kamar. "Paman juga tidak tahu. Sudah, lebih baik kita ikuti perintah ayahmu, kita pergi ke rumah paman lewat jendela." Anhar menarik lengan Ardika yang masih bingung itu. "Tapi paman, bagaimana kalau mereka menyakiti Ayah?" Anhar menghentikan langkah beberapa saat. "Tapi ... yang terpenting kamu harus pergi dari sini dulu, turuti saja perintah ayahmu, ayo!" Suara gaduh dari dalam kamar menyita perhatian kedua orang yang kini tengah duduk berhadapan dengan David. Salah satu dari mereka berdiri akan melangkah, tapi dengan cepat David menghalangi dengan satu tangan. "Lebih baik kalian katakan, memiliki tujuan apa datang ke mari?" tanya David. Dua orang berjas itu saling menatap satu sama lain. Kemudian satu di antaranya mengangguk. Meletakkan koper ke atas meja dengan kasar tanpa melepaskan. David tercengang saat koper kecil itu terbuka sepenuhnya. Di dalam sana terdapat banyak lembaran uang hingga dia tertegun beberapa saat. Namun tatapan David tidak bertahan lama setelah mereka menutup koper tersebut. "Kau lihat sendiri, kan, isi koper ini?" David tidak menggeleng atau mengangguk. Dia masih bingung apa yang mereka inginkan. "Uang ini jadi milikmu, asal dengan satu syarat. Kau tidak perlu cari-cari istrimu lagi!" David seketika menoleh ke arah dua orang itu, seiring dahi yang mengkerut dalam. "Tidak boleh mencari?" tanyanya pelan. "Tuan Darius mengatakan, seluruh pekerja yang bekerja dengan dia dilarang menghubungi keluarganya. Tuan Darius tidak ingin orang seperti kalian, menganggu para pekerja di rumahnya sehingga kinerja mereka berkurang," ucap salah satu pria itu. David berwajah santai menanggapi mereka. Semakin dilarang niatnya semakin terpacu. Seringai tipis tersemat dari bibirnya yang kecoklatan akibat nikotin. "Kamu mengerti, kan, maksud kami?!" tanya pria asing itu dengan nada membentak. Justru membuat David bergeming satu tarikan napas melewati rongga hidungnya kemudian melipat kedua tangan depan d**a. "Apa kau tuli?" Salah satu dari mereka tampaknya tidak terima melihat ekspresi wajah David yang seolah merendahkan. "Saya ingin tau kabar istri saya, apa itu salah?" "Ya jelas salah! Karena itu sudah melanggar peraturan tuan Darius. Siapa yang bekerja di sana harus patuh padanya. Kalau tidak pasti ada hukuman yang dikirim untuk menghukum mereka yang tidak mau nurut!" "Saya akan tetap menjemput istri saya." David tidak takut sama sekali. Ilmu bela diri yang dia kurasai mungkin mampu mengalahkan dua orang sombong itu. "Kau tampaknya keras kepala harus diberi pelajaran!" Satu orang maju dengan tangan mengepal, gerakannya cepat ingin meninju wajah David. David menoleh ke samping sehingga kepalan tangan orang itu tidak mengenai wajahnya. Dengan cepat David menendang meja sehingga mengenai perut kedua orang pria. Dia beranjak, meskipun mereka memegangi perut tapi masih menantang. "Kau berani bermain-main dengan kami!" David menggertak kan gigi seiring kaki terangkat tinggi sehingga mengenai leher satu pria. Satu pria lagi tidak terima kaki yang memakai sepatu pantofel menendang perut David hingga membuat mundur beberapa langkah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN