Pikiran Yang Kalut

1050 Kata
Ancaman yang di berikan Bagas mampu membuat otak Ningsih bekerja dengan sangat ekstra. Otaknya tengah di gunakan untuk memikirkan bagaimana cara agar mendapatkan uang sesuai nominal yang di minta sang berondong kurang ajar. "Gil4 aja ini si Bagas. Mau ngerampok gue ngga tanggung tanggung. Bikin pusing aja dah ah." Racau Ningsih kepada dirinya sendiri. "Gue harus dapetin itu duit. Tapi gimana caranya ya?" Racau Ningsih lagi. Otaknya betul betul buntu sekarang, dia harus segera mendapatkan uang itu. Karena kalau tidak, masa depan Farah akan sangat terancam. Tentu saja Ningsih tidak akan rela hal itu terjadi. *** Di saat yang sama, Mahfud sedang memeriksa berkas keluar masuk barang yang baru saja di berikan asistennya. Dahinya mengernyit cukup dalam, setelah membaca baris demi baris tulisan yang ada di hadapannya. "Rino Rin, Masuk ke ruangan saya sekarang." Ucap Mahfud di ujung telepon. Tanpa menunggu jawaban lawan bicaranya, Mahfud segera meletakkan kembali gagang telepon yang barusan dia pegang. Tak berselang lama, Rino sang asisten pun datang menghampiri Mahfud. "Ada apa, Pak?" Ucap Rino pada saat dia telah berada di hadapan Mahfud. "Ini lihat." Ucap Mahfud sambil menyodorkan berkas yang baru saja di bacanya. "Data barang masuk kenapa lebih banyak dari barang keluar? Kalau seperti ini kan berati di gudang kita ada penumpukan barang kan? Artinya modal kita macet dong?" Jelas Mahfud dengan sangat menggebu-gebu. Kepalanya saat ini terasa mau pecah. Memikirkan usahanya yang di duga sedang tidak baik-baik saja. "Maaf pak, Dalam satu bulan ini penjualan kita memang mengalami sedikit penurunan. Untuk barang yang kita restock itu barang yang memang stoknya sudah menipis di gudang pak. Jadi tidak ada penumpukan barang. Sejauh ini pendapatan kita masih stabil pak. Memang mengalami penurunan sedikit di banding bulan lalu, tapi saat ini keuangan kantor masih dalam status baik pak." Jelas Rino kepada Mahfud. Mendengar penjelasan Rino yang menyebutkan adanya penurunan pendapatan membuat Mahfud manjadi sangat tidak tenang. Otak dan hatinya seketika mengalami kegundahan yang luar biasa. Walaupun Rino mengatakan bahwa keuangan kantor masih stabil, tetap saja tidak membuat Mahfud menjadi tenang dia justru semakin berpikir bagaimana cara untuk segera menaikkan pendapatan usahanya lagi. "Kenapa bisa sampe ada penurunan pendapatan Rin? Saya tau dalam bisnis naik turun penghasilan itu biasa, tapi untuk kali ini saya ngerasa dari data keluar masuk barang aja bisa kita baca kalo ada yang ngga beres." Jelas Mahfud sambil menggerutu di depan Rino. "Coba ini lihat item lemari kaca tiga pintu, kenapa bisa jomplang? Yang keluar cuma 2pcs dalam 1 bulan tapi kita restock sampai 10 Buah ini gimana? Berati kan numpuk itu lemarinya di gudang kan?" Mahfud masih mencoba menjelaskan kegundahan hatinya sejak melihat berkas tersebut. "Iya itu karena ada cancel dari pelanggan pak. Yang di cancel sampai 6 pcs padahal saat itu kita udah terlanjur order lagi dari pemasok dan ngga bisa di cancel. Jadi ya seperti yang tertulis di kertas itu pak." Jelas Rino perlahan. Dia sangat paham perangai bosnya satu ini. Salah bicara sedikit saja, meja yang ada di hadapannya ini bisa saja langsung terbang menabrak tembok. Maka, Rino teramat berhati-hati dalam menghadapi Mahfud. "Kenapa pelanggan kita bisa cancel? Apa yang salah?" Tanya Mahfud meminta kejelasan dari Rino. "Setelah di kroscek lebih lanjut, ternyata ada kerusakan di lemarinya pak. Seperti engsel pintu yang tidak melekat kuat, cat yang mengelupas dan saat ini saya masih menyelidiki asal muasal lemari itu bisa cacat pak. Padahal saya sudah yakin, sebelum di lepas untuk dipasarkan, divisi Quality control kita sudah mengecek keseluruhan. Mohon maaf untuk keteledoran kami pak." Ucap Rino kepada Mahfud. Untuk sesaat Mahfud tidak menjawab perkataan Rino. Dia termenung mencoba mencerna setiap kata-kata dari Rino. Sedangkan sang asisten, sedang menunggu balasan jawaban dari Mahfud dengan perasaan yang tidak karuan. Dia hanya takut bahwa penjelasannya tidak cukup memuaskan Mahfud. Karena, kalau sampai hal itu terjadi dapat di pastikan Mahfud akan uring-uringan selama berada di kantor. "Setelah makan siang nanti tolong kamu susun rapat dadakan sama semua kepala divisi ya, semua tanpa terkecuali. Saya tidak mau kecolongan dalam hal sekecil apapun. Ini masalah serius, saya tidak mau bermain main. Masa depan usaha saya ini jadi taruhannya." Ucap Mahfud akhirnya setelah beberapa saat ia termenung memikirkan langkah terbaik untuk kemajuan usahanya. "Ini tolong kamu bawa sekalian. Revisi yang perlu di revisi, untuk barang retur tidak perlu di cantumkan di dalam sini, kita kembalikan saja ke pemasok. Nanti saya yang bicara langsung, untuk item ini pemasoknya dari PT abadi kan?" Tanya Mahfud sembari memberikan perintah kepada Rino. "Iya pak, PT abadi yang owner-nya pak Anwar Setiadi." Jawab Rino sambil menerima berkas yang di serahkan kembali kepadanya. "Ya nanti biar saya hubungi beliau biar hadir juga di rapat dadakan nanti, biar jelas semua ini masalah bisa langsung clear. Ya sudah Rin saya mau istirahat sebentar. Sambil nunggu rapat tolong kamu minta OB bikin kopi buat saya ya. Nanti saya juga mau keluar dulu jemput anak-anak. Rasa-rasanya kepala saya mau pecah ini Rin." Ucap Mahfud sembari merebahkan kepalanya ke sandaran kursi yang sedang dia duduki. "Baik pak Mahfud, saya permisi keluar dulu." Pamit Rino akhirnya sembari berjalan menuju pintu keluar ruangan Mahfud. Mahfud tidak menjawab ucapan Rino. Mendengar permasalahan yang menurut orang lain mungkin sepele, tapi tidak untuk Mahfud membuat kepalanya sedikit melayang-layang. "Aku harus menemukan sumber masalah dari usaha ku ini, jangan sampe toko meubel yang dirintis papa-mama bertahun lalu hancur di tangan ku. Itu tidak boleh terjadi." Gumam Mahfud pada dirinya sendiri. Saat ini Mahfud adalah generasi ke 2 dari usaha meubel yang di bangun orangtua nya. Sebagai anak tunggal, menyebabkan semua harta peninggalan orangtuanya resmi menjadi miliknya. Meskipun tidak ada jiwa pengusaha dalam diri Mahfud, hal itu tetap tidak menghalanginya untuk menjadi satu-satunya pewaris kekayaan orang tuanya. Sedangkan orangtua Mahfud sendiri sudah berpulang ke haribaan sang pencipta tepat 1 Minggu setelah dia menikahi Ningsih. Kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan tunggal dalam perjalan bisnis ke luar kota. tok tok tok Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Mahfud akan orangtuanya yang sudah meninggal. "Masuk" Ucap Mahfud Sedetik kemudian sang OB yang tadi di minta tolong untuk membuatkan kopi pun datang. Ia meletakkan kopi di meja Mahfud dan segera berlalu pergi setelah Mahfud mengucapkan terimakasih. Pintu ruangan tersebut kembali tertutup. Dan, pikiran mahfud pun kembali mengarungi kenangan manis bersama orangtuanya dulu. ... Bersambung... Semangat Mahfud. Kamu pasti bisa menyetabilkan perusahaan. Jangan biarkan usaha yang di bangun orang tua mu hancur di tangan mu yaaakkk... You are strong Mahfud...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN