Morgoth dan Signy mengajak Lovetta duduk bersama di ruang tengah. Pasangan suami istri itu sudah menyadari perubaha putri mereka. Penciuman tajam sang raja Serigala bisa mengetahui ada kehidupan lain di tubuh Lovetta.
“Papa, Mama, ada apa?” tanya Lovetta.
“Love, apa kamu sedang hamil?” tanya Morgoth langsung dan wanita cantik itu terdiam.
“Love, apa itu anak sang penyihir?” Signy menatap Lovetta.
“Maafkan. Karena diriku dia telah dihukum sehingga aku tidak bisa melihatnya lagi.” Lovetta menunduk.
“Love, kamu harus bersembunyi sebelum purnama berikut, karena para Serigala akan mengetahui kehamilan kamu.” Signy memeluk Lovetta.
“Apa yang kamu lakukan, Lovetta?” Morgoth memperhatikan Lovetta.
“Aku mencintainya, Penyihir putih bernama Bien,” jawab Lovetta.
“Kalian tidak akan pernah bisa bersama,” tegas Morgot.
“Aku tahu. Aku akan menjaga bayi ini.” Lovetta mengusap perutnya.
“Sayang, kemana kita akan menyembunyikan Lovetta?” tanya Signy.
“Aku tidak tahu, bahkan Escanor menginginkan Lovetta.” Morgoth memperhatikan Lovetta.
“Papa dan mama tidak perlu khawatir. Aku akan tinggal bersama temanku.” Lovetta tersenyum.
“Siapa?” tanya Morgoth dan Signy bersamaan.
“Quet, naga merah yang baik.” Lovetta menatap kedua orang tuanya bergantian.
“Hari sudah gelap. Sebaiknya kamu segera pergi.” Morgoth berdiri di dekat jendela.
“Sayang, apa kamu mengusir putri kita?” Signy memeluk Lovetta.
“Ma, Papa mengkhawatirkan aku.” Lovetta tersenyum. Wanita itu melepaskan pelukan Signy dan berjalan mendekati Lovetta.
“Pa, Lovetta sayang Papa.” Lovetta memeluk Morgoth. Pria itu hanya terdiam. Dia sangat menyayangi dan mencintai putrinya.
“Love.” Morgoth memeluk erat tubuh putrinya.
“Maaf, Aku yang sangat ceroboh.” Lovetta mencium aroma tubuh dari Morgoth.
“Signy, ayo kita antar Lovetta.” Morgoth melepaskan pelukannya.
“Aku bisa sendiri. Tempat itu sangat rahasia, maafkan aku.” Lovetta menunduk.
“Itu lebih baik.” Morgoth mengusap kepala Lovetta.
“Terima kasih.” Lovetta tersenyum.
“Pergilah,” ucap Morgoth.
“Love, Mama sangat menyayangi kamu.” Signy memeluk Lovetta.
“Aku juga menyayangi Mama.” Mereka bertiga saling berpelukan.
“Aku pergi.” Lovetta melepaskan pelukan. Morgoth dan Signy mencium putri mereka.
“Jangan pernah kembali,” bisik Morgoth.
“Kenapa?” Lovetta mendongak.
“Karena kawanan Serigala tidak aman lagi,” jawab Morgoth mencium dahi Lovetta.
“Jaga diri kamu,” ucap Morgorh.
“Ya.” Lovetta mengganguk. Wanita cantik dan sedang hamil itu mengubah diri dalam bentuk Serigala. Dia berlari menyusuri hutan menuju air terjun pelangi. Air mata Signy mulai mengalir membasahi wajah dan pipinya begitu juga Morgoth. Itu pertama kalinya sang raja mengangis. Dia seakan tahu, tidak akan pernah bertemu dengan putrinya.
“Lovetta.” Quet sudah lama menunggu Lovetta dengan khawatir.
“Quet, aku sangat lelah.” Lovetta duduk di depan pintu air terjun.
“Love, perut kamu sudah membesar,” ucap Quet yang langsung menaruh Lovetta di punggungnya. Naga merah itu membawa temannya menuju gua terdalam.
“Lovetta.” Quet membaringkan tubuh Lovetta.
“Aku sangat lelah berlari. Kekuatanku seakan hilang sejak kehamilan.” Lovetta menatap Quet.
“Bayi penyihir putih. Jika dia laki-laki makan akan menyerap kekuatan kedua orang tuanya,” jelas Quet.
“Quet, tolong jaga aku dan anakku.” Lovetta menatap Quet.
“Tentu saja. Kamu akan baik-baik saja.” Quet mengusap kepala Lovetta.
“Aku akan terus berada di dalam gua hingga melahirkan,” ucap Lovetta memejamkan matanya.
“Aku akan menjaga kalian berdua,” janji Quet.
Morgoth dan Signy terdiam di dalam rumah mereka. Sepasang suami istri yang baru saja ditinggalkan putri semata wayang. Keduanya saling pandang dalam sedih dan khawatir.
“Kemana Lovetta bersembunyi?” tanya Morgoth.
“Aku percaya pada Lovetta,” jawab Signy.
“Dua purnama dia akan melahirkan,” ucap Morgoth.
“Apa kita akan melihat cucu kita?” Signy menatap Morgoth. Pria itu menggelengkan kepala.
“Kita tidak akan pernah melihat mereka lagi,” jawab Morgoth.
“Apa? Kenapa?” tanya Signy.
“Karena vampire akan menyerang kawanan Serigala.” Morgoth menatap Signy.
“Apa kamu sudah tahu ini semua?” Signy membalas tatapan Morgoth.
“Ya, Escanor mencari Lovetta. Pria itu mencintai dan menginginkan putri kita bagaiamana pun caranya. Aku bahkan mendengarkan penyerangan yang telah direncanakan jika dia tidak bisa mendapatakan Lovetta,” jelas Morgoth.
“Karena itu, aku ingin Lovetta segera sembunyi agar dia dan anaknya bisa selamat,” lanjut Morgoth.
“Apa kawanan Serigala akan musnah oleh vampire?” Signy menunduk.
“Aku tidak tahu. Mereka adalah makhluk paling jahat dan licik,” jawab Morgoth.
“Ini adalah hari terakhir kita bertemu dengan Lovetta.” Morgoth memeluk Signy.
“Kenapa kamu berbicara seperti itu?” Signy mendongak.
“Kita harus segera pergi ke gunung bersalju,” ucap Morgoth.
“Suamiku. Kenapa kita tidak menjaga Lovetta hingga titik darah terakhir?” tanya Signy melihat Morgoth yang sudah berkemas.
“Karena itu akan sia-sia,” jawab Morgoth.
“Aku sudah mencium gelagat mencurigakan dari kaum vampire. Mereka akan menyerang kita,” jelas Morgoth.
“Bagaimana dengan penyihir?” tanya Signy.
“Kamu vampire tidak bisa memasuki kawasan penyihir karena pelindung dan api suci,” jawab Morgoth.
Malam semakin larut. Makhluk kegelapan telah berkeliaran di hutan untuk mencari mangsa hingga pasangan, begitu juga dengan Escanor yang menunggu Lovetta di sungai. Pria itu selalu mencari putri serigala setiap malam.
“Di mana dia? Apa dia tidak mencari makan? Setiap malam aku menunggu dan mencarinya.” Escanor duduk di atas batu dan memperhatikan air jernih yang bergerak cepat, mengalih bersama ikan-ikan yang berenang lincah. Pria itu mulai bosan. Dia terbang di atas dahan pohon dan mengawal para kawanan serigala serta hewan lain yang sedang berburu.
“Di mana rumah raja Serigala?” Mata tajam Escanor memperhatikan sekeliling.
“Kamu tidak berniat untuk berkelahi dengan raja Serigala kan?” Danter berdiri di dahan samping Escanor.
“Apa mereka menyembunyikan Lovetta?” tanya Escanor tanpa menjawab Dante.
“Aku tidak tahu. Penciuman Serigala lebih tajam dari kita,” jawab Dante.
“Aku sangat ingin membunuh hewan jelek itu.” Dante tersenyum melihat dua Serigala yang sedang menikmati makannya di bawah mereka.
“Ada banyak jenis Serigala. Dare lebih menjijikan,” ucap Escanor.
“Jika, sampai purnama bulan depan aku tidak melihat Lovetta. Siapkan pasukan vampire. Kita akan menyerang mereka semua hingga menemukan Lovetta!” Escanor menatap tajam pada Dante.
“Kenapa kita harus perang hanya untuk mendapatkan seorang wanita? Tapi, aku suka.” Danter tersenyum.
“Bagus, sudah lama tidak membunuh makhluk berbulu itu. Ini pasti sangat menyenangkan.” Escanor turun dari pohon dan mengeluarkan pedang dari punggungnya. Pria itu menghunus senjata berkilau pada perut Serigala dan memenggal leher hewan berbulu itu.
“Jika kalian menyembunyikan Lovetta dariku. Aku akan menghabisi para kawanan Serigala tanpa sisa.” Escanor tersenyum. Pria itu membersihkan pesang dengan lidahnya. Lolongan kesakitan dari hewan itu masih terdengar hingga kematian menjemput.
“Kenapa kamu biarkan hewan itu melolong?” Dante memperhatikan Escanor.
“Biarkan ia menyampaikan pesan pada kawannanya, bahwa Escanor siap berperang dan membantai habis mereka.” Escanor tersenyum lebar. Pria itu sedang menyembunyikan marah dan kesal karena tidak melihat Lovetta.
“Malam ini, aku sangat ingin membunuh semua serigala yang aku temui.” Escanor menghilang dan kembali ke kamar meninggalkan Dante sendiri.
“Jika, Escanor menggila. Ini akan sangat bebahaya. Dia akan menghancurkan banyak kehidupan.” Dante memperhatikan sekeliling.
“Di mana wanita itu? Aku khawatir, Escanor akan memanggil semua vampire di seluruh dunia hanya untuk mencari Lovetta di lembah ini.” Dante terbang ke puncak tertinggi dari pohon. Dia melihat hutan yang lebat dan jurang sebagai pemisah kehidupan.
“Kawanan peri yang tidak bersalah akan terganggu.” Dante melihat hutan lain yang bercahaya. Dunia peri yang damai dan tenang bersebelahan dengan pekampungan manusia biasa dan para penyihir agung. Ada banyak tempat tinggal yang dilindungi dengan kekuatan masing-masing. Kesunyian menyelimuti hutan yang terlihat sepi tanpa kehidupan. Hewan-hewan malam bergerak dalam kegelapan dengan tenang dan berhati-hati.