Bulan purnama telah bulat sempurna di langit yang cerah. Cahaya putih dan indah menyinari dunia memenuhi malam yang ramai. Lolongan serigala menandakan pestas sudah dimulai. Para Vampire menghisap darah bersamaan memuaskan nafsu dan hasrat. Para penyihir berada di aula penobatan penyihir agung. Sorak gembira menyambut Bien yang sudah berada di dekat api suci.
“Sudah waktunya Bien,” ucap Tetua. Semua terdiam menunggu Bien melewati api suci.
“Apa kamu sudah siap?” tanya Tetua lain dan pria tampan itu mengangguk.
“Sekarang!” perintah Ayah Bien. Lelaki tinggi dengan jubbah putih dan rambut perak melangkahkan kaki dengan penuh percaya diri melewati api suci. Dia yakin pada dirinya yang akan baik-baik saja.
“Ahhh.” Semua orang berteriak karena terkejut melihat ujung jubbah Bien terbakar.
“Apa?” Bien mengeluarkan sihir memadamkan api yang telah membakar jubbah putihnya.
“Kenapa ini bisa terjadi?” Semua mata menatap pada Bien. Mereka tidak percaya dengan yang dilihat. Pria yang paling sempurna dan tidak pernah mendekati wanita itu bisa terbakar oleh api suci.
“Ini tidak mungkin.” Morai menggelengkan kepalanya. Ada rasa kecewa dan sedih di dalam hati karena itu bisa membuktikan bahwa Bien sudah tidak suci lagi.
“Siapa?!” teriak Ayah Bien mencambuk pria itu hingga tersungkur di lantai.
“Aku tidak percaya ini.” Hecate ikut terkejut.
“Sudah aku katakan. Ini adalah takdir kehancuran penyihir putih.” Chepi tersenyum.
“Bien!” teriak Tetua. Bien terdiam, dia sendiri tidak percaya dengan apa yang telah terjadi.
“Siapa wanita itu? Kenapa kamu tidak bisa menunggu hingga penobatan ini untuk menikmati nikmatnya bercinta?” Seorang wanita yan juga tetua dari penyihir putih berdiri dihadapan Bien.
“Maafkan. Aku tidak tahu siapa wanita itu. Karena aku tidak pernah bertemu dengannya,” jelas Bien.
“Bagaimana kamu bisa terbakar? Jika bukan karena ilmu sihir kamu yang tinggi, kemungkinan kamu akan mati di dalam api suci.” Ayah Bien menatap putra kebanggaan semua orang yang telah mengecewakan.
“Aku hanya melakukan di dalam mimpi dan aku tidak tahu siapa wanita itu. Aku pikir mimpi tidak akan bisa merenggut kesucian seseorang.” Bien membungkuk.
“Apa ini? Apa ada wanita yang sengaja masuk ke kamar Bien menggunakan ilmu untuk menidurinya?” Morai mengepalan tangannya. Dia sudah jatuh cinta pada pria itu.
“Maaf, Tuan. Beberapa malam ini kami selalu melihat bayangan hitam masuk ke kamar Tuan Bien,” ucap seorang penjaga.
“Apa?” Tetua menatap tajam pada penjaga.
“Kenapa kalian tidak melapor?” tanya Tetua dengan suara tinggi.
“Karena setelah bayangan itu hilang kami tidak menemukan apa pun,” jawab penjaga.
“Apa yang terjadi pada kamu, Bien?” tanya wanita tua.
“Setiap malam aku terus bermimpi di datangi seorang wanita cantik dengan rambut hitam panjang, mata cokelat dan kulit putih bersih. Dia mengaku sebagi istriku,” jelas Bien yang masih duduk dengan tenang.
“Siapa namanya?” tanya wanita tua.
“Aku tidak tahu. Dia tidak pernah menyebutkan namanya,” jawab Bien.
“Kamu berbohong,” ucap Hecate.
“Aku tidak pernah berbohong,” tegas Bien.
“Bawa, Tuan Muda Bien ke menara tujuh. Dia harus dihukum hingga menyebutkan nama wanita itu!” perintah Tetua dari kubu penyihir hitam.
“Tidak. Bien tidak berbohong,” bela Tetua dari penyihir putih.
“Bien tidak lulus melewati api suci, itu membuktikan dia sudah tidak suci lagi,” ucap Chepi.
“Pengawal, bawa Tuan Muda Bien ke menara!” perintah Ayah Bien. Pria itu sangat kecewa pada putra yang sudah dibanggakan selama ini yang terlahir istimewa dan memberikan harapan yang besar pada semua penyihir.
“Maaf, Ayah. Aku tidak tahu kenapa semua ini bisa terjadi.” Bien membungkuk. Pria itu tidak melawan ketika dibawa penjaga menuju menara keabadian.
“Tidak! Bien.” Morai berlari mendekati Bien.
“Apa yang terjadi? Aku tidak percaya dengan semua ini.” Morai menatap Bien.
“Aku sendiri tidak pecaya.” Bien tersenyum tipis. Pria itu melanjutkan langkah kaki yang sempat terhenti.
“Bagaimana ini?” tanya Tetua.
“Tidak ada penobatan. Semua bubar!” perintah Tetua lain. Semua penyihir meninggalkan aula. Mereka kembali ke kamar masing-masing. Kejadian yang tidak bisa mengerti. Bien yang sudah diyakini menjadi penyihir agung terbaik dengan kemampuan luar biasa dan tidak biasa harus dipenjara karena kesalahan yang tidak dilakukannya.
“Tuan Muda, bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Seven yang membuka pintu menara untuk Bien.
“Aku juga tidak tahu. Wanita itu hanya datang dalam mimpi.” Bien melangkah masuk ke menara ke tujuh. Dia duduk di dalam penjara dengan tenang.
“Tuan Muda, ilmu sihir tidak bisa digunakan di alam ruangan ini,” jelas Seven.
“Aku tahu.” Bien tersenyum.
“Pantas saja aku tidak bisa bertemu dengan hewan suci.” Bien mendongak dan melihat langit.
“Aku masih tidak percaya mimpi setiap malam yang aku rasakan adalah nyata. Siapa wanita itu?” Bien berusaha mengingat wajah cantik Lovetta.
“Kenapa dia tidak menyebutkan namanya?” Bien melihat jari-jari tangannya yang pernah menyentuh wajah dan tubuh Lovetta.
“Jika kamu memang ada. Aku harap kita bisa berjumpa di dunia nyata. Hukuman ini tetap akan aku jalanani, jadi hidup bersama kamu lebih baik karena aku tidak akan pernah bisa menjadi Penyihir Agung.” Bien merebahkan tubuhnya. Dari ujung menara dia bisa melihat cahaya bulan purnama yang masih sangat terang. Lolongan serigala masuk ke telinganya.
“Malam indah harus menjadi kehancuranku hanya mimpi erostis itu.” Bien memejamkan matanya.
Escanor terbang cepat menuju gunung bersalju. Pria itu tidak berani mendekat karena ada dinding pelindung yang tidak bisa dia tembus. Para Serigala menyatukan kekuatan untuk melindungi mereka dari gangguan makhluk lainnya dan kekuatan sihir yang dimiliki Signy.
“Bagaimana Serigala bisa membuat dinding pelindung?” Escanor berdiri di atas puncak pohon. Dia bisa melihat Lovetta yang menjadi pusat perhatian para Serigala jantan.
“Dia milikku.” Escanor mengepalkan tangannya.
“Aku sangat merindukan kamu, Lovetta. Cepatlah pulang dan kembali padaku.” Escanor terus memperhatikan Lovetta dari kejauhan.
Lovetta menghindari kerumunan. Dia merasa sangat lelah. Tubuhnya terasa lemah dan tidak bertenaga setelah melolong panjang. Wanita itu duduk di tepi danau bersalju. Memandangi air yang menampilkan pantulan bulan purnama sempurna. Wajah Bien muncul di sana.
“Apa kamu sudah tidur?” Lovetta tersenyum.
“Dia sangat cantik. Apa yang membuat kamu tersenyum?” Escanor terus memperhatikan Lovetta dari jauh.
“Lovetta, kenapa kamu di sini?” Signy duduk di samping Lovetta.
“Aku bosan, Ma.” Lovetta tersenyum.
“Tunggu, Sayang. Kamu harus sabar.” Signy mengusap kepala Lovetta.
“Ma, aku mengantuk,” ucap Lovetta.
“Ayo, ada kamar di gua sana.” Signy membawa Lovetta berjalan menuju gua.
“Halo, Lovetta,” sapa seorang pria yang tampan dan tingga gagah.
“Siapa pria itu?” Escanor mengepalkan tangannya.
“Tidak ada seorang pun yang boleh mendekati kamu.” Escanor memperhatikan pria yang berdiri di depan Lovetta.
“Maaf, aku harus beristirahat,” ucap Lovetta.
“Kamu belum bermain bersama kami.” Pria itu tersenyum.
“Maaf, Lovetta sedikit berbeda.” Signy menahan pria yang ingin mendekati Lovetta.
“Baiklah.” Pria tampan tersenyum melihat Lovetta yang masuk ke dalam gua bersama Signy.
“Kenapa dia terus menghindari Serigala jantan?” Pria itu memperhatikan Lovetta yang telah menghilang dari pandangan.
“Ma, kapan kita pulang?” tanya Lovetta merebahkan tubuh di kasur.
“Kamu mau tidur?” Lovetta mengusap kepala Lovetta yang mengangguk.
“Beberapa hari ini aku kurang tidur,” ucap Lovetta memejamkan matanya.
“Istirahatlah.” Signy menyentuh pipi Lovetta dengan lembut dan wanita itu tertidur dengan mudah.
Malam berlalu dengan banyak kejadian yang tidak terduga. Bien dengan sangat menyedihkan harus dikurung di dalam menara keabadian karena kesalahan yang dilakukan Lovetta. Wanita itu telah menghancurkan masa depan seorang penyihir hebat tanpa sengaja karena dia tidak tahu akan terjadi seperti itu. Menyerahkan diri pada Bien dan hamil membuat banyak kehancuran yang akan terjadi. Escanor yang terus ingin mendapatkan Lovetta melakukan segala cara dan tidak peduli dengan peperangan.