11.Isshy

1686 Kata
Kalila masih memandang kearah perginya Akash dan Gwen. Bersama seorang anak kecil. Sabrina dan yang lainnya sudah duduk di tempat masing masing. Kalila masih terpaku menatap kearah itu, pikirannya berkelana, memikirkan hidupnya dulu. Sabrina terlihat sibuk dengan buku menu di tangannya. "Mbak mau pesen apa? Kayanya cumi goreng saus tiram enak ya Mbak!" Sabrina bertanya kepada Kalila tapi masih tetap tak mendapat jawaban. Wanita berhijab itu mengangkat kepalanya melihat Kalila tengah melamun. "Mbak, Mbak Lila ngelamun?" Kalila tersadar dari lamunannya lalu menatap Sabrina yang menatapnya dengan dahi berkerut. "Eh, ya kenapa?" Sabrina berdecak menatap Kalila yang terlihat masih bingung dari mimik wajahnya. "Kenapa sih Mbak, masih mikirin masalah itu lagi?" Kalila menghela nafasnya menggeleng singkat. "Enggak kok!" Sabrina memegang tangan Kalila yang terlihat jelas dari raut matanya jika ia sedang bersedih. Sabrina mencoba menguatkan Kalila dengan mengusap lembut tangan Kalila. "Sudahlah Mbak, jangan menyesali keputusan yang sudah Mbak ambil, ingat kata Mama. Semua akan baik baik saja, jika Allah memberikan kesempatan untuk Mbak bertemu dengannya, pasti akan Allah kabulkan, mungkin tidak saat ini!" Kalila menunduk sambil mengangguk. Ia merasakan sesak di hatinya, ia ingin menemui putrinya, seperti apa putrinya saat ini? Kalila mencoba tidak menangis di hadapan Ardan. Pria yang menerima Kalila apa adanya. "Mbak merindukannya, Sabrina, ibu mana yang tidak tahu siapa nama anaknya, bagaimana dia sekarang. Cuma Mbak yang berbuat seperti itu! Mbak begitu jahat di masa lalu!" Kalila berkaca kaca menatap Sabrina. Ia membelakangi Ardan yang masih asyik cerita dengan Ayaz. "Sudahlah Mbak, jangan memikirkan masa lalu terus, lihat!" Sabrina mengedikkan dagunya kearah Ardan. "Sudah ada masa depan yang menanti Mbak Lila," Kalila tersenyum mengangguk setuju. "Terimakasih sayang, sudah menemani Mbak, saat suka dan duka!" Sabrina mengangguk, gadis itu tersenyum lalu memberikan buku menu makanan pada Kalila. "Sudah, sekarang waktunya makan, bukan bersedih!" Kalila tertawa menerima buku menu tersebut. Mereka memesan banyak makanan disana. Untuk menemani perbincangan panjang mereka. *** Mobil Akash menjauhi pelataran mall tersebut. Isshy sedang berada di pangkuan Gwen. Gadis itu masih asyik menjawabi pertanyaan demi pertanyaan yang Isshy lontarkan. Akash fokus menyetir mobilnya sambil berkelana memikirkan hubungannya dengan Kalila dulu, "Menikah denganmu, heh. Mau jadi apa aku menikah denganmu, kau hanya bisa menghabiskan waktu mu dengan lensa dan camera. Apa semua itu cukup membutuhi aku dan anakmu!" ucapan Kalila yang terdahulu terus terngiang di kepala Akash. Penolakan demi penolakan yang di lakukan Kalila membuat hatinya benar benar sakit. "Tentu saja aku lebih memilih Ayaz, meskipun kau adalah ayah kandungnya. Tapi Ayaz lebih memiliki segalanya, di banding kamu yang gak punya apa apa!" Akash mengeratkan pegangannya pada setir mobil. Hatinya sesak, begitu hinanya ia di mata Kalila, hingga dulu ia mengemis meminta, dan memohon agar wanita itu menikah dengannya. "Aku benci anak ini, aku akan membunuhnya. Mengapa kau tanamkan benihmu yang menjijikan ini, dasar brengseek!" teriakan Kalila saat berontak mengetahui dirinya hamil membuat hati Akash begitu sakit. Kalila begitu merendahkan dirinya saat itu. Akash melihat Isshy yang duduk di pangkuan Gwen. Akash mengusap kepala Isshy membuat putrinya menatap Akash. "Daddy kenapa?" Isshy menatap kearah mata Akash yang terlihat berkaca kaca. Akash tersenyum lalu menyeka sudut matanya. "Tidak apa apa Sayang," Isshy tampak mengerutkan dahinya mendengar ucapan Akash. Gwen hanya menatap Akash heran, pria itu terlihat menangis. "Gak kenapa-kenapa, tapi nangis!" Gwen tersenyum mendengar ucapan Isshy. "Mata Daddy kemasukan debu sayang, jadi berair!" Akash menatap putrinya dengan mata yang sudah berubah menjadi berbinar. "Mommy, mengapa orang dewasa selalu saja bertingkah aneh?" Gwen mengerutkan dahinya menatap Isshy. "Aneh? Aneh kenapa sayang?" "Itu, seperti Daddy!" Gwen tertawa, begitu juga Akash, tatapan mata Gwen dan Akash bertemu. Seketika mereka jadi salah tingkah, Gwen melempar pandangannya kearah jendela pintu, sedangkan Akash menatap lurus kejalanan. Kembali fokus ke menyetir. Mereka tiba di rumah yang hanya di huni oleh Isshy dan ayahnya serta Surti dan Diman sebagai pesuruh Akash. Diman supir pribadi Isshy. Sementara Surti adalah kepala asisten rumah tangga Akash, sekaligus mengasuh Isshy, dan di bantu asisten rumah tangga yang lainnya. Mobil itu berhenti di depan rumah berlantai dua, bergaya minimalis moderen. Rumah bercat putih dengan kombinasi abu abu itu terlihat mewah meskipun dengan ukuran yang tidak bisa di bilang besar. Isshy tertidur saat mereka tiba di rumah Akash. Pria itu mengambil alih Isshy dari pangkuan Gwen. Gwen mengikuti langkah Akash masuk kedalam rumah tersebut. Akash terus naik membawa tubuh Isshy dalam gendongannya. Sementara Gwen duduk diam di ruang tengah. Surti mendekati Gwen yang sedang duduk memegang ponselnya. Ia membawa segelas jus jeruk lalu meletakkannya di meja dengan sepiring kue. Gwen mengangkat wajahnya tersenyum kearah Surti. "Loh, Non ini bukannya yang membantu saya, ya, waktu itu?" Gwen mengerutkan dahinya menatap Surti, gadis itu melirik Surti dari atas hingga bawah. "Maksud Mbak?" tanya Gwen bingung. Surti terus meneliti wajah Gwen yang tampak bingung. "Itu loh Non, yang waktu anak kecil lari dari saya, yang Nona tolongin!" Gwen melupakan kejadian itu sambil garuk garuk kepala. "Maaf Mbak, saya memang payah soal ingatan, kapan ya?" "Tepatnya kurang inget sih Non, tapi beneran ini Non yang bantuin, Nona Isshy!" Gwen berpikir keras, Isshy? Bantuin? Gwen ingat sesuatu, ia pernah menolong anak kecil yang hampir tertabrak mobil. "Oh, ternyata Isshy yang waktu itu, Isshy anak kecil ini?" Surti mengangguk. "Ya iya, anaknya Tuan Akash!" Gwen mengerutkan dahinya, kok Anak? Bukannya Isshy adalah ponakan pria itu? "Anak? Bukan ponakan ya Mbak?" Surti malah mengerutkan dahinya mendengar ucapan Gwen. "Bu,_!" "Surti, temani Isshy di kamarnya, saya mau mengantarkan Gwen pulang!" ucapan Akash yang mendadak timbul disana memotong pembicaraan mereka. Gwen masih penasaran tapi ia tidak ambil pusing. "Ba, Baik Tuan!" Surti mengangguk sambil berlalu keatas menemani Isshy yang sedang beristirahat. Akash melirik Gwen lalu berjalan keluar. "Ayo akan saya antar kamu pulang, saya masih ada pekerjaan lain!" Gwen mengikuti langkah Akash yang meninggalkannya begitu saja. Gadis itu meneguk jus jeruk itu terlebih dahulu baru berlari mendekati Akash. Mobil Akash berenti tepat di depan rumah Gwen, "Terimakasih!" gadis itu turun dari mobil Akash lalu berdiri di sampingnya menunggu Akash pergi. Akash menurunkan kaca mobil memandang Gwen. "Saya yang berterimakasih, apapun yang kamu minta nanti, saya akan kabulkan!" Gwen mengangguk sambil menunjukkan gerakan tangan oke. Akash membunyikan klaksonnya lalu pergi meninggalkan Gwen yang juga berlalu masuk kedalam rumah. Gwen berjalan santai menaiki tangga. "Pulang sama siapa?" pertanyaan itu membuat Gwen terkejut. Perasaan ia tidak melihat ibunya di mana pun. "Mama, ngapain disitu?" tanya Gwen heran saat melihat mamanya berdiri dekat jendela ruang tamu. Gadis itu turn mendekati ibunya. Mama Gwen melipat lengannya di depan dadaa menatap Gwen dengan mata memicing. "Bukannya itu mobil Akash ya?" tanya sang mama membuat wajah Gwen mendadak gugup. Gadis itu menggaruk kepalanya, "Kalau iya kenapa?" tantang Gwen pada ibunya. Ibunya tersenyum lalu merangkul putrinya. "Nah, gitu dong. Kan Mama sudah bilang kalau dia pria yang baik!" Gwen memutar bola matanya jengah, ibunya mulai promosi kembali. "Aku tetap menolak perjodohan ini Ma!" desah Gwen berjalan mendekati sofa lalu mendudukkan tubuhnya disana. "Kenapa? Akash pria yang baik Nak, dia juga anak yang penurut kepada orang tua. Kamu harus mendapatkannya!" "Gwen gak mau ah, Akash itu ketuaan sama Gwen Ma!" ibu Gwen tampak menghela nafasnya lalu mendekati putrinya. "Lalu kalau dia tua, kok, kamu bisa jalan bareng dia. Hayoo, jangan lain di mulut lain di hati, mama gak mau kamu salah pilih Gwen, Akash cocok untuk kamu. Meskipun dia sudah dewasa." Gwen menghela nafasnya kembali. "Terserah Mama deh, aku pusing!" "Oke, kalau gitu, Mama akan bahas tanggal pertunangan kamu dengan Akash, bersama orang tuanya!" "What!" Gwen langsung bangkit dari duduknya mendengar ucapan sang ibu. "Kenapa? Kamu bilang tadi terserah Mama!" Gwen memutar bola matanya lelah. Maksudnya terserah adalah karena ia lelah membahas soal perjodohan terus. "Rasanya Gwen perlu berendam di air hangat!" Gwen berlalu naik keatas kamarnya. Ia pusing jika harus membahas masalah perjodohan. Helloooo, Gwen masih berusia 23 tahun, itu tidak tua, mengapa orang tuanya memusingkan hal itu. Apalagi di jaman sekarang, masalah umur dan pernikahan itu bukanlah hal yang penting. Ia masih terlalu muda untuk menikah. *** Mobil Akash memasuki pekarangan rumah orang tuanya. Ia hanya ingin mengambil beberapa pekerjaannya yang di bawa sebagian oleh orang tuanya. Akash berjalan masuk melihat sang ibu tengah menikmati secangkir teh di sore hari. Akash berjalan mendekati ruang kerja ayahnya. "Kamu dari mana saja?" pertanyaan yang menurut Akash untuknya itu membuat langkahnya terhenti. "Bekerja, apalagi?" Wirna menoleh melihat putranya yang berada di belakangnya. "Oh ya, seseorang mengatakan pada Mami, jika kau bersama wanita dan anak itu, disebuah Mall!" Akash menghela nafasnya, sudah lima tahun berlalu orang tuanya tetap tidak menerima keberadaan putrinya. "Dia cucu Mami, bukan orang lain!" Wirna meletakkan tehnya yang sedang ia seduh. Lalu menatap Akash yang terlihat marah, "Tidak, berapa kali Mami katakan, dia bukan cucu Mami, siapa wanita yang bersamamu siang tadi? Jangan mencari masalah Akash, jika orang tua Gwen melihat itu, apa yang bisa kami katakan!" Akash menghela nafasnya lelah menatap sang ibu. "Bukan siapa siapa, dia Gwen, gadis yang Mami jodohkan denganku!" Wirna tampak terkejut, wanita itu berdiri lalu menatap putranya yang terlihat serius. "Kamu serius?" tanya Wirna meyakinkan. "Ya, dia Gwen. Kenapa? Mami takut Gwen mengetahui jika aku bukanlah seorang pria lajang?" Wirna mengepalkan tangannya mendekati Akash. Dengan cepat ia melayangkan tamparan keras di wajah Akash. Akash menunduk merasakan perih di pipinya. "Anak sialan, sudah berapa kali Mami ingatkan, jangan membawa bawa anak sial itu. Aku tidak pernah menganggapnya ada. Dia bukan cucuku, kenapa kau mengatakan hal ini pada Gwen. Jika Papimu tahu, dia akan menjauhkanmu dengan anak itu!" Akash mengepalkan tangannya, ayah seperti apa dirinya yang bisa bisanya tidak memberikan Isshy kebahagiaan. Hanya sekedar kasih sayang seorang nenek dan kakek. Akash tidak menjawab ucapan ibunya, ia berjalan menuju ruang kerja itu dengan cepat agar tidak lagi merasakan sesak yang menghimpit dadaanya. Akash masuk, dan mengambil beberapa pekerjaannya, lalu keluar Ia berjalan menjauhi ibunya, Wirna masih menatap kepergian Akash. "Jika keluarga Gwen tahu, kamu bukan lagi seorang lajang. Dan membatalkan pernikahan ini, Mami dan Papi akan mengambil keputusan untuk anak itu. Jangan sampai kamu menyesal Akash!" Akash terus berjalan tidak menghiraukan ucapan ibunya. Sebelum itu yang di lakukan orang tuanya, Akash akan membawa Isshy lebih dulu pergi, meninggalkan orang tuanya, meninggalkan kehidupan yang memuakkan ini. Lalu menjauh tanpa ada orang yang mengetahui dan mengganggu ia dan putrinya. __________________________________
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN