Bab 1: Arion

1726 Kata
"Weekend ini ada acara, Ar?" tanya mama saat aku menyalami beliau, hendak berangkat kerja. "Nggak ada, Ma. Kenapa?" "Nginep di sini Jum'at, ya? Sabtunya nanti ada acara makan-makan di sini. Tapi kalau nggak bisa nginep, enggak apa-apa. Yang penting, kamu usahain buat datang." Dua tahun belakangan, aku tinggal di salah satu apartemen milik papa yang sedang dalam proses berganti nama menjadi milikku. Papa memiliki beberapa aset seperti apartemen, rumah, tanah dan lainnya. Tiga apartemen untuk kami ketiga anaknya, akan tetapi baru boleh ditempati ketika sudah menginjak 25 tahun. Dan di antara ketiga anaknya, baru aku yang bisa menempati salah satu apartemen tersebut karena umurku sudah 25 tahun lebih. Meski sudah punya tempat tinggal sendiri, aku masih sering bolak-balik ke rumah orang tuaku. Rumah tua yang sudah beberapa kali renovasi sejak zaman eyangku, kata papa. Eyang meninggal saat aku masih SD. Di rumah besar yang terdapat paviliun di sisi kanan dan kirinya itu, ada oma dan opa yang masih tinggal bersama orang tuaku. Opaku yang merupakan mantan pilot dan omaku adalah mantan pramugari. Karena aku merupakan cucu pertama, aku begitu disayang oleh mereka.Opa berharap aku tidak menjadi pilot sepertinya, biar seperti papa saja. Entah apa alasannya pastinya, opa tak banyak bercerita. Aku mengangguk—mengiyakan ucapan mama. Aku sudah menebak tujuan mama, sama seperti sebelumnya sejak tahun lalu. Mama yang ingin mengenalkanku dengan seorang perempuan, entah dengan siapa lagi kali ini. Aku selalu menurut untuk dikenalkan karena tak berminat juga mencari pasangan sendiri untuk saat ini. Akan tetapi, aku mengingatkan kepada mama agar tidak berharap lebih. Tidak marah ketika aku merasa tidak cocok. Sejauh ini, mamaku menerima saja apabila aku mengatakan tidak cocok dengan seseorang yang dikenalkan mama tersebut padaku. Aku adalah anak sulung dari pasangan Arka Zachary Widyatama dan Hara Samitra. Usiaku saat ini 27 tahun dan mempunyai seorang adik perempuan yang akan memasuki 25 tahun sebentar lagi. Dan yang terakhir, adikku yang bontot baru saja menyelesaikan program sarjananya dan akan mengambil lanjut kuliah S-2 di luar negeri. Bukan hanya aturan dari mama dan papa yang meminta kami kuliah minimal S-2, dari kami sendiri juga memiliki kesadaran yang tinggi akan pendidikan. Contoh saja adik perempuanku yang bernama Ayyara, dia malah ada keinginan suatu saat nanti lanjut hingga S-3. Ayyara itu aktif disejak sekolah hingga kuliah. Dia malah sekarang ikut mencalonkan diri menjadi calon legislatif untuk tingkat provinsi. Kami saling mendukung satu sama lain. "Kali ini sama cucu dari temannya oma kamu. Sesama pramugari dulunya sama oma. Dan kebetulan cucunya sekarang itu pramugari juga. Coba kenal dulu aja ya, Ar? Enggak dijodohkan, kok. Kenalan seperti biasa. Tapi kalau cocok... ya kami semua bersyukur." Aku lagi-lagi mengangguk paham. "Ar?" Aku baru beberapa langkah berjalan dan menoleh seketika mendengar mama yang memanggil. "Beneran nggak ada perempuan yang lagi kamu naksir, gitu?" Mama itu tidak hanya mengenalkan seseorang padaku, akan tetapi berharap aku bisa mencari sendiri juga. Aku tersenyum tipis. "Enggak ada, Ma. Aku kan udah bilang, lagi fokus kerja aja. Belum kepikiran buat cari pasangan, tapi kalau Mama ada pilihan, ya nggak apa-apa aku coba kenal dulu." Sudah tiga orang perempuan yang dikenalkan kepadaku, tak ada satu pun yang berhasil. Kesan pertama atau ada satu yang sampai bertemu lagi setelah dikenalkan, setelah itu aku langsung cut off karena merasa tak tertarik—tak akan ada kemajuan bila diteruskan. Aku tak mau memberi harapan yang tak pasti. Aku sudah 2 kali berpacaran. Ketika waktu SMA dan kuliah. Paling lama pacaran ketika kuliah, yaitu selama 2 tahun. Yang SMA sekitar 8 bulan, hanya saja begitu berkesan bagiku dibanding waktu kuliah di mana aku menjalankan apa adanya saja. Bisa bertahan lama, mungkin karena kesabaran perempuan itu akan sikapku. Lama-kelamaan dia mulai jengah dan minta putus. Aku malah biasa saja setelah putus dengannya. Setelah itu, aku sempat dekat dengan dua perempuan lagi, tapi tidak sampai jadian. Aku tetap saja masih sulit melupakan cinta pertamaku waktu SMA, meski dia adalah seseorang yang mengenalkan cinta untuk pertama kalinya, sekaligus menorehkan luka padaku. Parasnya tidak begitu cantik dibanding banyak perempuan lainnya yang menyukaiku, tapi aku begitu mencintainya... dulu. Nostalgia masa SMA yang indah dan juga menyedihkan. Belasan tahun lalu... Aku mendongak ketika seorang kakak kelas perempuan menghampiri mejaku dan teman-temanku yang sedang duduk di kantin sekolah. Aku tahu dia kakak kelas karena kemarin dirinya menjadi salah satu pelaksana upacara bendera, dan teman-teman sekelasku banyak yang membicarakan dirinya. Aku yang awalnya biasa saja, jadi tertarik untuk memperhatikannya. Dari cerita yang beredar, perempuan itu berasal dari keluarga biasa dan bisa masuk ke sekolah ini karena beasiswa. Ini memang sekolah swasta di mana hanya orang-orang berada yang juga pintar bisa masuk ke sini. Namun, ada beasiswa untuk beberapa orang yang kekurangan biaya dengan syarat nilainya bagus. Menurut cerita yang kudengar lagi, perempuan ini merupakan ketua cheerleaders di sekolah kami. "Arion... " Saga, teman yang berada di sebelahku menyenggol lenganku. "Dipanggil tuh!" Aku menatap perempuan yang berdiri di seberang mejaku itu dengan mata menyipit. Dia tahu namaku? Aku sama sekali tak mengenalnya, hanya sekedar tahu saja. "Ada apa?" tanyaku datar. "Bisa bicara sebentar? A-aku... ada perlu sama kamu." "Oke. Lima menit," ucapku datar. Perempuan itu mengangguk. Entah kenapa, aku langsung saja menyetujui permintaannya dan mengikuti langkah kakinya yang berjalan lebih dulu. Dia menuju taman belakang sekolah. Tiba di sana, dia duduk di sebuah bangku dan aku berdiri tak jauh darinya. Aku memperhatikan bagaimana gerak-geriknyq yang tampak gelisah. Dia seperti sedang meremas rok abu-abunya, tampak gugup? "Jadi mau bicara?" Aku menatap jam di pergelangan tanganku. "Waktu kamu tinggal 3 menit lagi." "Aku suka sama kamu," ujar perempuan itu cepat. "Apa?" Dia mendongak dan tatapan mata kami bertemu. "Sejak awal ngeliat kamu di sekolah ini, aku langsung jatuh hati sama kamu." Aku terkekeh mendengar jawaban perempuan itu. "Terus?" tanyaku dengan tangan bersidekap. "Arion, kamu mau jadi pacar aku nggak? Iya sih, aku lebih tua 2 tahun dari kamu. Aku cuma perempuan biasa, beda dari siswi lainnya di sini yang suka kamu. Aku enggak cantik, enggak populer juga. Aku tahu kalau aku nggak ada apa-apanya dibandingkan mereka semua yang menyukai kamu. Aku— " "Ayo kita pacaran." Entah kenapa, kalimat itu keluar begitu saja dari mulutku mendengar kata-kata merendah yang diucapkannya. "A-apa?" Mata perempuan itu membola. "Kamu barusan minta aku jadi pacar kamu, 'kan?" Baru 2 bulan sekolah di sini, aku tak menampik jika banyak siswi yang menyatakan cinta padaku. Mulai dari yang seumuran hingga kakak kelas. Ada juga yang terang-terangan mengatakan perasaannya kepadaku di tengah lapangan. Namun, tak satu pun yang aku tanggapi. "Ka-mu serius?" "Ya." "Jadi, kita... pacaran sekarang?" Perempuan itu bangkit berdiri, lantas memelukku. Tubuhku menegang seketika. Ini pertama kalinya aku dipeluk oleh seorang perempuan selain keluargaku. "Terima kasih... terima kasih." Aku mengedarkan pandangan ke arah sekitar, tampak sepi. Aku pun melingkarkan tanganku membalas pelukannya. "Hmm." "Eh, ma-af... maaf. Aku terlalu senang," ujarnya melepaskan diri dariku. Aku kembali berdehem untuk menetralisir detak jantungku. Alisku terangkat ketika perempuan itu mengulurkan tangannya. "Oh ya, lupa, namaku Jasmine Ayuningtyas, biasa dipanggil Jasmine." Aku terkekeh kecil. Sudah mengungkapkan rasa suka, akan tetapi dia baru ingat menyebutkan namanya. Aku telah mendengar sekilas tentang namanya, hanya saja baru tahu barusan nama lengkapnya. "Kamu udah tahu namaku, bukan?" ujarku menyambut uluran tangannya. "Your full name?" "Arion Raka Widyatama." Perempuan itu manggut-manggut. "Emm, aku balik ke kelas dulu, ya? Terima kasih… Arion.” Dia melangkah pergi dan aku menatap punggungnya. Aku menghitung mundur dari angka lima... perempuan bernama Jasmine itu menoleh ke belakang dan melemparkan senyuman padaku. Aku menggeleng dengan sudut bibir terangkat. Entah apa yang ada dalam pikiranku dengan menerima begitu saja perempuan yang baru kemarin aku perhatikan. Mengingat kenangan saat awal mengenal mantan kekasihku dulu, terkadang membuatku senyum-senyum meski telah begitu lama berlalu. Ada banyak cerita tentangnya, kisah manis yang berakhir menyakitkan bagiku. Di saat mengenang, di sisi lain ada hal yang membuatku membencinya. *** "Ini dari pihak HRD barusan, Pak. Ada 2 berkas CV pelamar. Hari ini mulai jam 9, Bapak nggak ada agenda dadakan, 'kan?" tanya sekretarisku meletakkan berkas yang dibawanya di atas mejaku. "Nggak ada. CVnya taruh aja, setelah ini saya baca." Aku harus mencari sosok pengganti sekretarisku itu pada bulan ini. Sejak menikah, lalu hamil, dia seringkali izin tidak masuk. Aku masih bisa toleransi karena kerjaannya bagus. Hanya saja, seminggu yang lalu dia berkata akan berhenti bekerja. Suaminya yang memintanya untuk di rumah saja. Kalau sudah begitu, aku tak bisa menghalanginya. Sebagai seorang istri, aku menghargai dirinya yang taat menuruti permintaan suaminya. Beralih pada layar di depanku, aku meraih berkas CV yang barusan diletakkan sekretarisku. Aku mengambil berkas bagian atas dulu. Mataku menyipit ketika membaca lembaran pertama CV tersebut. Nama pelamarnya, Jasmine Ayuningtyas. Jantungku berdegup dengan kencang setelah memastikan data diri perempuan si pelamar dengan pas foto yang tertera di bagian kiri atasnya juga. Seseorang yang tak lain merupakan mantan kekasihku waktu SMA dulu. Bahkan, setelah belasan tahun berlalu, nama perempuan itu masih membekas dalam ingatanku. Tepat pukul 09:00, sekretarisku menelepon via interkom dan mengabarkan bahwa barusan pelamar bernama Jasmine telah datang. "Oke. Suruh dia langsung masuk aja,” ucapku. Aku menghela napas sembari memejamkan mata, perasaanku campur aduk rasanya akan bertemu kembali dengan Jasmine. Ada rasa rindu yang menggebu dan juga rasa benci di saat ingat kebohongan yang dilakukannya dulu. Aku tulus mencintainya, ternyata dia... Aku menoleh ketika pintu terbuka dan tatapan mata kami berdua bertemu. Aku menatapnya dengan tatapan dingin. Jasmine sempat menghentikan langkahnya sejenak, sebelum kembali melangkah ke arah mejaku. "Pagi, Pak. Saya— " "Silahkan duduk,” titahku. Ini bukan kali pertama aku melihat Jasmine setelah hubungan kami berakhir dulu. Aku melihat fotonya dari media sosial milik temannya, aku yang terkadang masih penasaran akannya. Pernah juga beberapa tahun lalu melihatnya dari jauh ketika ada acara reuni, hanya saja perempuan itu tidak melihat ke arahku. Setelah itu, aku tak lagi pernah melihatnya di acara reuni. Sekian lama tidak bertemu secara langsung, perempuan itu tak jauh berubah dari segi wajahnya. Hanya saja tampak jauh lebih dewasa. “Perkenalkan diri kamu serta kelebihan dan kekurangan yang kamu miliki.” Jasmine mengangguk, lalu berdiri. “Namaku… “ Aku mengernyit. “Nama saya Jasmine Ayuningtyas.” Jasmine yang awalnya terlihat gugup, sekarang sudah mulai berbicara lancar memperkenalkan diri. “Nggak sabar? Pengen cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan?” Aku terkekeh sinis mendengar perempuan itu yang menyebutkan kekurangan yang dimilikinya. “Yakin cuma itu doang kekurangan kamu?” Perempuan itu mengangguk. “Satu lagi, saya tambahin, ‘pembohong’. Itu adalah salah satu kekurangan kamu juga.” Aku tersenyum puas melihat ekspresi wajah Jasmine yang tampak nelangsa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN