2

1272 Kata
2 "Tadi malam aku ke rumahmu, menyempatkan diri menjemputmu ternyata kau tak ada, masih sibuk di sini, di kantormu." Syila menyandarkan bokongnya ke meja kerja Pandu yang masih asik mengamati laptopnya. "Menyingkirlah sebentar, aku masih kerja." Suara Pandu terdengar datar. "Tak biasanya kau ke sini, maaf tadi malam aku tak bisa datang." "Siapa wanita muda dan cantik di rumahmu? Aku tadi malam bertemu dengannya bahkan dia yang mengatakan kamu tak di rumah." "Tumben kamu memperhatikan hal kecil?" "Jawab saja siapa dia?" "Asisten mama." "Lalu mengapa di sana?" Syila setengah berteriak. "Karena memang tinggal di sana!” Pandu membalas tak kalah keras. Kening Syila berkerut dan terlihat marah. "Bagaimana bisa? Aneh saja asisten kok sampai tinggal di rumah kalian." "Tanyakan pada mama, dan aku mohon tinggalkan aku, aku masih banyak kerjaan." Tiba-tiba saja Syila duduk di pangkuan Pandu dan Pandu cukup kaget karena Syila langsung mencium pipinya. Pandu mendorong wajah Syila seketika hingga tubuh ringkih itu hampir terjengkang. "Mau apa? Aku sedang tak ingin apapun, aku sibuk, bisa kan menyingkir dari pangkuanku? Aku terganggu! Aku jijik!" Pandu mengusap pipinya dengan keras seolah ada kotoran yang menempel di sana. Syila bangkit dengan wajah memerah, ia terlihat marah, ia merasa dilecehkan dan direndahkan. "Kau tahu, aku rasa ada kemiripan wajah wanita itu dengan wanita yang kau kejar tahun lalu, wanita belia penjaga cafe yang hanya mengejar hartamu, salahku saat itu tak langsung menemui dia, aku hanya mengamati dia dari jauh, aku berhasil membuat dia pergi dari hidupmu dengan menggunakan jasa temannya, aku membayar mahal untuk itu, dan bodohnya lagi aku karena merasa tak penting karena dia wanita dari kelas rendah tak sempat aku meminta foto agar tahu tampang jeleknya hanya masalahnya aku tak mau berurusan dengan orang rendahan, jadi aku katakan pada temannya agar bilang pada wanita pelayan di cafe itu jika kau sudah punya wanita yang siap dinikahi dan dia hanya jadi wanita selingan, lalu kini hadir lagi wanita dengan wajah mirip hanya yang ini penampilannya lebih keren dari pada wanita miskin berpenampilan aneh di cafe itu, meski aku tak jelas wajahnya tapi aku pernah melihat kau dan dia duduk berdua di cafe itu, benar-benar selera rendah untuk laki-laki sekelas kamu!" "Ke luar! Jangan sampai aku berteriak dua kali!" Dan tanpa menunggu Pandu benar-benar berteriak dua kali, Syila segera ke luar, matanya memanas, ia merasa marah dan tak diinginkan. Sementara Pandu menghentakkan tubuhnya bersandar di kursinya, ia menggeram marah saat tahu jika penyebab Dayana menjauh dulu adalah Syila. "b******k! Dan semuanya jadi kacau, dia tak berhak menentukan dengan siapa aku dekat, bahkan jika dia menawarkan tubuhnya aku tak berminat, beberapa kali bersama di apartemen aku hanya menuruti keinginan mama agar lebih dekat dengannya, tapi untuk berhubungan lebih aku tak berminat, tubuh selembarnya membuat aku tak berminat bahkan hanya sekadar berciuman." Dan Pandu menuju kamar mandi yang ada di ruanganya ia hapus lagi bekas ciuman Syila dengan perasaan jijik. . Dayana mendadak rikuh saat di ruang makan ada Abimanyu, niatnya yang hendak makan malam jadi urung dan pelan-pelan dia berbalik. "Yana! Terus aja nggak papa, nggak usah merasa tak enak, aku sudah mau selesai juga, duduk saja jika kau ingin makan malam, tadi mama memang berpesan agar kau segera makan karena di butik pasti kau belum makan karena sibuk." Dayana akhirnya berbalik dan melanjutkan langkah ke ruang makan dan duduk agak jauh dari Abi. "Maaf mengganggu Kak Abi." Abimanyu tertawa pelan. "Ah nggak kok, duduk aja, silakan makan, kalo ada apa-apa bilang sama Bi Siti, dia baik kamu pasti dilayani." "Iya terima kasih." Dan Dayana makan tanpa bersuara, Abi pun ingin membuka percakapan menjadi sungkan hingga tak lama kemudian terdengar langkah dan debaran jantung Dayana jadi tak karuan. "Wah boleh gabung nih." "Ayo sini Kak, ini Yana juga baru makan, aku sudah selesai kok." "Kak Abi nggak duduk dulu? Masa langsung pergi?" Terpaksa Dayana memberanikan diri menahan Abi, Abi hanya tersenyum, untuk pertama kalinya ia menatap wajah Dayana dan harus ia akui wanita di depannya benar-benar cantik, wajah bersihnya meski tidak terlalu putih cukup memikat, rambut lebat juga alis yang indah menaungi wajahnya, meski tak terpoles riasan sudah sangat mempesona. "Ada kerjaan yang harus aku selesaikan malam ini, maunya tadi aku selesaikan di kantor tapi badan kayak nggak enak aja, aku tinggal kalian ya." Dan Abi meninggalkan Dayana dengan Pandu yang duduk tepat di sebelah wanita yang terlihat ketakutan. Keringat dingin Yana mulai keluar, ia tak ingin Pandu membahas lagi apa yang telah terjadi. Ia makan agak cepat dan terkesiap saat tangan besar Pandu tiba-tiba saja telah nyaman di pahanya masuk ke dalam daster selututnya,mengusap paha dalamnya dengan pelan, tubuh Dayana mengigil merasakan ada yang ini meledak dalam dirinya dan pusat tubuhnya telah basah hanya gara-gara usapan Pandu. . "Aku nggak akan ganggu kamu, makanlah dengan tenang, temani aku sampai aku selesai." Dayana diam saja, ia semakin merasa tak nyaman. "Tanganmu!" "Kenapa? Bukankah kau dulu bisa terlena dengan usapan tangan ini? Bahkan biasanya kau diam saat aku mengusap lebih dalam." "Kau sudah ada yang punya! Jangan hanya memanfaatkan aku untuk kesenanganmu!" Pandu mulai menyendokkan nasi dan mengambil beberapa lauk, tak lama datang tergesa pembantu paruh baya dan menunduk dengan hormat. "Ah maaf Den Pandu mari saya ambilkan, mau dahar apa?" "Nggak usah Bi, sudah ada adikku ini, biar dia yang melayani aku." "Den Pandu ini ada-ada saja, kata Ibu Non Yana ini akan tinggal di sini selamanya akan jadi anak Ibu juga katanya." Pandu tersenyum dengan wajah Bahagia, sementara Dayana kaget bukan main. "Keputusan yang bagus itu Bi, tapi tumben mama nggak ngomong ke kami, aku sama Abimanyu." "Wah maaf kok saya ngomong ya? Apa nanti mau jadi kejutan dari Ibu?" Lagi-lagi senyum Pandu semakin lebar. "Ya udah Bibi teruskan aja kerjaan di belakang, nggak papa aku udah ada Yana Bi." "Iya Den, saya tak ke belakang saja." Dayana menepis tangan kiri Pandu saat Bibi yang baik itu telah pergi ke belakang. "Jangan lecehkan aku! Aku tak mau jadi orang ketiga!" "Kau bukan orang ketiga, dia wanita pilihan orang tuaku, aku memang tak ingin. "Alasan kuno." "Terserah tapi kau tetap akan jadi milikku, aku yakin kau tak akan pernah lupa pada apa yang sudah terjadi, keringatmu sudah jadi satu dengan keringatku." Dan Dayana hendak bangkit saat ia sudah selesai makan namun lagi-lagi Pandu menahan lengan Dayana "Temani aku!" Dayana terduduk lagi di kursinya bertepatan dengan Renata yang baru saja datang. "Waaaah senangnya mama lihat kalian sudah akrab, mama sempat takut Yana nggak betah dan kau Pandu juga Abi merasa tak nyaman." "Nggak Ma, justru kami berterima kasih karena akhirnya di rumah ini akan ada cahaya lagi selain Mama, dulu saat mama belum sibuk Mama yang jadi matahari di rumah ini tapi saat Mama semakin sibuk karena urusan bisnis aku sama Abi sempat kayak kehilangan tapi dengan adanya Dayana aku yakin rumah ini akan semakin betah untuk jadi tempat pulang." "Bahagia banget mama dengarnya, semoga Abi juga merasa begitu." "Pasti, tadi aja pas aku datang, Abi sedang makan sama Yana, artinya pilihan Mama agar Yana tinggal di rumah ini adalah keputusan yang tepat." "Alhamdulillah akhirnya mama, punya dua anak laki-laki dan satu anak perempuan." "Maksud Ibu?" Dayana memberanikan diri bertanya meski ia sudah tahu dari Bi Siti tadi. "Tinggallah di sini selamanya Yana, aku ingin mengangkatmu sebagai anak, aku merasa tak salah pilih saat pertama aku sudah merasa jika kau akan jadi penyemangat di rumah ini, aku ada teman yang bisa aku ajak diskusi bahkan bisa ke mana-mana berdua dengan kamu, juga bagi Pandu dan Abi, kau akan jadi adik yang menyenangkan, kamu anak baik, waktunya menikmati kebahagiaan kamu di rumah ini." Dayana ingin berteriak dan mengatakan tidak, lebih-lebih saat usapan tangan Pandu di pahanya semakin intens meski pelan tapi membuat dirinya ingin berlari dan menjauh.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN