Part 4

912 Kata
Hari ini merupakan hari yang sangat sibuk bagi Ben. Sejak pagi jadwalnya sudah penuh. Mulai dari rapat rutin yang di lakukan setiap awal bulan dengan para petinggi perusahaan yang lain. Kemudian pertemuan dengan klien yang menghabiskan waktu hampir tiga jam untuk mencapai kesepakatan kerja sama. Setelahnya dia menghadiri undangan makan siang dari investor. Setelahnya ada tiga pertemuan lagi hingga jam tujuh malam dia baru keluar dari ruangannya.  "Tinggalkan itu, Cintya. Lajutkan besok saja," ucap Ben pada sekretarisnya yang bekerja di depan ruangannya.   "Aku hanya tinggal menyusunnya saja, Pak," balas Cintya tanap melihat atasannya itu. Tangannya dengan cekatan bekerja menusun proposal yang menumpuk di meja kerjanya. Ben memutuskan untuk menunggu wanita itu lalu duduk di sofa yang tersedia di sebrang meja Cintya. Lima menit kemudian wanita itu sudah menyelesaikan pekerjaannya.  "Ayo aku akan mengantar kamu pulang," kata Ben mencoba menggenggam tangan Cintya namun wanita itu dengan cepat menolak.  "Maaf, Pak. Ada hati yang aku harus jaga." Ben mengangguk namun dia tidak menyembunyikan rasa kesalnya. Sampai saat ini dia masih tidak habis pikir apa yang Cintya lihat dari pria yang menjadi tunangan wanita itu. Mereka menaiki llift untuk membawa mereka turun dari lantai paling tinggi gedung itu.  Saat tiba di lobby ternyata Cintya sudah di tunggu oleh pria yang menjadi tunangannya. "Aku duluan, Pak." Wanita itu tidak perlu repot menunggu balasan dari Ben. Dia hanya terus berlari menghampiri laki-laki pujaan hatinya. Ben hanya diam melihat kedua orang itu saling berpelukan lalu meninggalkan lobby menuju mobil yang terparkir tidak jauh dari pintu keluar.  *** Hari minggu seperti ini, Ben habiskan untuk istirahat. Setelah sarapan jam delapan tadi, dia kembali ke kamar lalu melanjutkan tidurnya. Namun niatnya itu terhalang. "Tuan, di bawah ada yang seorang gadis yang mencari Anda," kata kepala pelayan yang bekerja di rumahnya sejak lima tahun yang lalu.  "Saya sedang tidak ingin di ganggu, katakan padanya untuk datang lain kali." Ben tidak punya janji dengan siapapun. Jadi dia tidak perlu repot untuk turun dan bertemu dengan gadis yang dia tidak tahu siapa. Ben menutup matanya dan bersiap untuk kembali tidur. Namun pintu kamarnya kembali di ketuk.  Ben menarik napasnya panjang lalu berdiri dan membuka pintu. "Maaf mengganggu, Tuan. Ini gadis itu menitipkannya untuk Tuan." Wanita paruh baya itu memberikan paper bag pada Ben lalu pamit untur diri.  Ben melihat paper bag itu dengan penasaran. Dia membukanya dan menemukan sebuah kemeja berwarna biru. Ingatannya langsung melayang pada seorang gadis remaja. Satu-satunya perempuan yang pernah membuatnya tersiksa secara seksual. Ben buru-buru keluar dari kamarnya. Dia menuruni anak tangga dengan langkah lebar-lebar. "Apa gadis itu sudah pergi?" tanya Ben pada kepala pelayan.  "Dia baru saja keluar, Tuan." Ben mengangguk lalu bergegas menuju pintu mencari gadis itu. Dia kemudian mendapati gadis itu masih berada di halaman rumahnya yang luas dan hendak masuk ke dalam mobilnya.  "Angel tunggu!" seru Ben. Dia tidak tahu kenapa dia harus mengejar gadis itu. Seharusnya dia cukup menerima kemeja itu lalu mengirimkan ucapan terima kasih. Setelah itu mereka tidak akan bertemu lagi.  "Om kenapa turun? Katanya mau istirahat. Makanya aku nggak mau ganggu, Om." Angelica tersenyum polos. Ben berdehem singkat.  "Kenapa kamu memberikan saya kemeja?" tanya Ben.  "Karena aku sudah janji untuk membelinya untuk Om satu minggu yang lalu. Saat aku berkunjung ke sini. Om lupa?" Tidak Ben tidak akan lupa betapa malunya dia satu minggu yang lalu.  "Kalau begitu, terima kasih. Kamu boleh pergi," usir Ben. Dia menggerakkan tangannya memberi kode agar gadis itu pergi secepatnya. Namun, bukannya pergi Angelica malah berjalan semakin dekat kepadanya.  "Sebenarnya aku membeli kemeja itu dengan uang tabungan aku, Om." Ben mengangkat alisnya. Meski tadi dia hanya melihat sekilas kemeja berwarna biru itu tapi Ben tahu kalau kemeja itu bukanlah barang murah.  "Kamu ingin saya membayarnya?"  Angel mengangguk lalu menggeleng. "Aku ingin memang ingin Om membayarnya. Tapi tidak dengan uang."  "Lalu?" Ben bertanya penasaran.  "Aku ingin Om Ben membayarnya dengan waktu." Angelica memanfaatkan kesempatan dengan sebaik-baiknya.  "Waktu? Maksudnya?" Ben menduga satu hal namun dia tidak ingin menebak-nebak. Dia ngin gadis muda itu menjelaskan langsung apa keinginannya.  "Aku ingin Om menghabiskan waktu satu hari ini bersamaku." Ben mendengus sinis. Otaknya kembali melayang kemana-mana.  "Waktu ku sangat berharaga kalau hanya untuk bermain-main," tolak Ben.  "Tidak apa kalau Om tidak mau hari ini. Mungkin lain kali. Om punya hutang satu hari padaku." Angelica sudah banyak mempelajari teknik memikat hati pria. Salah satunya yang sedang dia lakukan saat ini. Bermain tarik ulur. Menurut buku yang dia baca, cara ini adalah yang paling efektif.  "Saya paling tidak suka memiliki hutang pada orang lain," kata Ben seraya memandang lurus tepata pada mata Angelica.  "Berikan saya waktu tiga puluh menit untuk bersiap." Setelah mengucapakan kata terakhirnya, Ben berlalu dari hadapan Angelica.  Angelica menghembuskan napasnya yang tertahan sejak tadi. Dia menyentuh dadanya di mana jantungnya berdebar kencang. Angelica tersenyum, dia kemudian mengambil catatan kecil dari dashboard mobilnya. Dia sudah membaca semua kata yang tertulis di kertas-kertas itu. Semuanya adalah informasi mengenai hal-hal yang Ben yang sukai dan yang tidak laki-laki itu sukai. Informasi ini dia dapat dari sumber terpercaya yaitu, Lea. Calon keponakannya.  Lima belas menit berlalu. Angelica masih setia menunggu. masih ada lima belas menit lagi sebelum mereka pergi ke sebuah pusat perbelanjaan. Angelica sudah menyusun agendanya hari ini. Pertama-tama mereka akan makan siang dulu. Setelahnya menonton film yang tiket nya sudah Angelica beli. lalu hal terakhir adalah makan malam romantis ala Angelica.  Gadis yang akan berusia delapan belas tahun dua bulan lagi itu mengulum bibirnya menahan senyumnya terbit. Kalalu dia sendirian tadi, mungkin Angelica sudah melompat-lompat kesenangan.  . . .  . . Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN