1. Best Friend

1527 Kata
Prolog  14 tahun lalu, peringatan HUT RI 17 Agustus... Hari ini mungkin akan menjadi hari kebersamaan empat sekawan Kiki, Ima, Kaput dan Deby memeriahkan kemerdekaan di sekolah.  Mereka begitu berat hati beranjak pulang meninggalkan gedung sekolah yang tampak sepi, masih betah berlama-lama menikmati momen sisa kemeriahan sebelum bel tanda berakhirnya sekolah berbunyi. Dalam ruang kelas yang kosong, mereka bersantai dengan berbagai macam posisi menikmati alunan lagu yang mengalir seperti biasa dari speaker ponsel Ima. Yang mana memang ponsel miliknya yang paling mempuni untuk digunakan sebagai media bermusik. Kali ini bukan dari playlist yang tersimpan di memori ponselnya, melainkan siaran radio lokal langganan mereka. Tentu saja mereka sudah request judul lagu favorit yang sedang ingin didengar, bahkan mereka meminta dua judul dengan harapan salah satunya akan terpilih dan diputarkan oleh penyiar. Dan penantian bersambut hasil, intro musik yang sangat familiar dari petikan gitar. Lagu yang dirilis di tahun 2002 itu mengudara memanjakan telinga penikmatnya. Saat aku lanjut usia Saat ragaku terasa tua Tetaplah kau selalu di sini Menemani aku bernyayi By Sheila On 7 – Saat Aku Lanjut Usia “Lagu band legend emang beda ya, syairnya mengena banget buat kita.” Kata Kaput terhanyut suasana. Sudut mata Deby mulai basah. “Duh kok tiba-tiba jadi sedih ya! Ini udah tahun terakhir kita di masa SMA.” Tidak lama lagi kebersamaan mereka akan menghilang, kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama semakin mendekati akhir kata perpisahan. “Gak bisa nongkrong bareng lagi, pulang bareng lagi, nonton film bajakan bareng lagi, cuci mata di mall. Hhaaaah...” Senada dengan apa yang Kaput sampaikan, di benak semua juga berisi hal yang sama. Rasanya seperti ada lubang di hati mereka, kekosongan yang terasa hampa dan sepi. “Kalo begitu, kita buat aja janji sekarang!” Kiki memang selalu memiliki sifat positif dalam menghadapi segala situasi. Tiba-tiba sebuah ide datang padanya. “Janji? Janji apa?” Tanya Ima. “Kita janjian buat ketemu.” Jelas Kiki, kini posisi santainya telah berganti dengan duduk kaki menyilang, sikap badan tegap menghadap teman-temannya. “17 Agustus nanti kita berempat ketemu, kumpul lagi di sini dengan jas almamater kampus kita masing-masing.” “Wah boleh tuh, keren kayaknya.” Respon semangat Kaput “Gimana?” Tanya Kiki meminta kepastian yang lain. “Gue sih setuju-setuju aja.” Jawaban khas sekali yang terucap dari Ima. “Oke deal, gue juga setuju!” Kata Kaput. “Lo gimana De?” Tanya Kiki. “Setuju!” Jawab Deby tanpa ragu. “Oke semua sepakat ya! Janji kita bakal ketemu lagi di sekolah tanggal 17 Agustus tahun depan.” Kata Kiki dengan nada serupa mendeklarasikan diri pada sesuatu yang amat penting. Tidak, bagi mereka janji ini memang teramat sangat penting. “Janji!” Seru Ima, Kaput dan Deby bersamaan. Mungkin ini hari keberuntungan mereka karena lagu berikutnya yang diputarkan penyiar juga adalah lagu permintaan dari empat sekawan. Kali ini selama putaran lagu penuh, empat sekawan menikmatinya dalam keheningan dan renungan di benak masing-masing. Reff Kamu sangat berarti istimewa di hati Selamanya rasa ini Jika tua nanti kita telah hidup masing-masing Ingatlah hari ini By Project Pop – Ingatlah Hari Ini *** Suasana tempat reuni sudah seperti acara prom night mereka di tahun terakhir masa sekolah. Gemerlap lampu memberikan nuansa romantis dan alunan musik melow menghidupkan suasana hangat keakraban. Pada malam ini banyak wajah-wajah tersimpan dalam kenangan yang harus Sarah sapa satu persatu. Ia sampai sengaja menyisiri tempat itu ke setiap sudut untuk memastikan tidak ada teman lama yang terlewat untuk Sarah sapa. Ya di antara anggota reuni lainnya mungkin Sarah yang paling sibuk malam itu. “Yaa ampuuuun! Apa kabar? Lama banget kita gak ketemu! Ke mana aja sih?” Dengan nada antusias tinggi Sarah menghampiri kumpulan wajah-wajah familiar baginya itu, ikut bergabung dalam obrolan. Sedikit canggung dengan perasaan asing, karena lama tidak bertemu dan perubahan dramatis pada sosok yang ia kenali dulu. “Eh, gak salah! Yang ada kamu lagi ke mana aja? Kenapa baru ikut reuni sekarang?” Tegur salah seorang dari mereka, yang juga langsung mengenali wajah Sarah meski lama tidak bertemu. Kabar terakhir yang teman-teman dengar tentang Sarah adalah ia memutuskan berkuliah di luar negeri mengambil falkutas hukum. Lalu melanjutkan mengambil gelar magister dan berkarir setelah menyelesaikan pendidikan juga di luar negeri. Sarah hampir tidak pernah kembali ke tanah air jika tidak ada keperluan mendesak, apalagi Sarah tidak pernah bertemu dengan teman-teman lama. Karena saat Sarah melanjutkan studinya di luar negeri orang tuanya juga memutuskan untuk pindah dan menetap di sana. Tidaklah heran sejak masa sekolah Sarah sudah jago berbahasa asing. Selama 14 tahun sudah ia menetap di Sydney dan baru kembali demi hadir di reuni akbar sekolahnya ini. Seterusnya Sarah akan tinggal di tanah air dan berkarir juga di sini, begitu rencananya. “Ahaha... Duh kalian semua udah banyak perubahan yaa! Seneng banget bisa kumpul lagi!!” Tutur Sarah masih dengan semangat keceriaan dan antusias yang sama. “Perubahan? Gak lagi semuda dulu alias tua ya! Hahaha...” Obrolan itu mengalir alami dengan sendirinya.  Rentan waktu di mana mereka terpisah jarak tidak dapat menghalangi derasnya kenangan masa sekolah yang terkadang saat-saat itu begitu mereka rindukan. “Duh Sar, serius deh! Kamu tuh selama ini ke mana aja?” Tanya gemas seorang dari mereka. Setiap tahun teman sekelasnya selalu mengadakan pertemuan rutin untuk menjaga hubungan. Tapi Sarah tidak pernah muncul atau tidak bisa dihubungi. “Di grup alumni kontak kamu juga gak ada. Gimana kabar sekarang? Udah punya anak berapa?” Sarah tertawa seraya mengeluarkan benda dari dalam tes tangannya. “Hush sembarangan ih! Ini baru aja aku mau sebar undangan, udah langsung punya anak aja!” Satu persatu dari mereka menerima undangan itu. “Ups! Begitu... Pantesan kamu setor muka tahun ini, mau kasih kabar baik toh. Ah, by the way selamat yaa!” “Iya, selamat ya Sarah atas pernikahannya! Kejutan banget ini, tau-tau kasih undangan.”Undangan pernikahan Sarah laris manis langsung mendapat pusat perhatian teman-temannya. “Ahaha... Makasih ya, makasih banget lho! Aku gak terlambat ‘kan, untungnya masih aku undang kalian semua.” Canda Sarah. “Iya nih, kalo udah acara kaya gini baru inget temen! Haha...” Balas candaan yang lain.  “Eh! Omong-omong ada yang liat Deby gak sih? Aku udah muter-muter lho nyari dia tapi gak ketemu.” Benar, satu sosok nama itu terus berputar di benak Sarah begitu menginjakkan kaki di tempat reuni. Tidak, bahkan saat ia berangkat dari rumah mengemas dengan hati-hati satu undangan dengan nama Deby tersemat di sana. Seorang yang tidak sabar ingin Sarah bagikan kebahagiaan dalam pencapaian hidupnya itu. “Deby? Deby Anggara maksud kamu Sar?” “Lah iya, Deby yang sekelas sama kita.” Tidak heran bila teman-teman sedikit keliru karena nama Deby di sekolah ada 3 orang lainnya yang memiliki nama depan yang sama. Mereka yang mendengar pertanyaan Sarah saling bertukar pandang, seolah memberi isyarat saling melempar tanggung jawab untuk menjawab pertanyaan Sarah. “Aah... Bener juga, kamu pasti belum tahu ya Sar.” Detak jantung Sarah seketika berdebar karena nada suara temannya yang berubah, begitu juga dengan atmosfir suram menyelimuti. Ada rasa takut saat Sarah bertanya lebih jelas. “T-Tahu apa?” “Kita juga belum pernah ketemu Deby lagi sejak lulus, kaya kamu gitulah. Hilang kontak dan gak kedengeran kabar apa-apa. Gak ada yang tau gimana dia sekarang.” Sarah tampak bingung. “M-Maksudnya? Masa gak ada yang denger gimana kabarnya atau tau di mana dia sekarang?” “Lah, kamu juga aneh banget sih! Tanya dia ke kita-kita, ‘kan yang sahabat baiknya kamu Sar! Kalau kamu aja gak tahu gimana kita-kita...” Naas perkataan itu ada benarnya dan terdengar menyakitkan bagi Sarah. Selama 14 tahun ini tidak bisa dipungkiri bahwa Sarah abai dengan hubungan pertemanan di masa sekolahnya. Bila diingat lagi sekarang 14 tahun lalu, mendekati hari kelulusan mereka perilaku Deby terasa janggal tidak seperti ia yang biasanya. Banyak hal Deby tutupi dari Sarah saat itu, dugaan Sarah mengarah kuat pada permasalahan keluarga. Bahkan Sarah masih ingat menulis surat pada Deby untuk mendukung dan memberinya semangat. Ya, sebelum mereka lulus banyak hal besar dan sulit terjadi di seputar kehidupan Deby saat itu. Sarah masih punya satu harapan, atau cara terakhir bila ingin menemukan Deby sebenarnya. Di saat-saat terakhir orang yang paling dekat dengan Deby ketika itu dan mungkin mengetahui semua misteri apa yang terjadi 14 tahun lalu padanya adalah Ika. Namun sayang  sejak Sarah dan Ika memutus pertemanan, mereka tidak pernah berhubungan lagi sama sekali baik itu dulu atau pun kini. Bahkan mereka hampir melupakan keberadaan satu sama lain bila tidak bertemu di acara reuni malam itu. Tapi tidak, Sarah memutuskan tidak mengambil pilhan itu. Ia membulatkan tekad akan menemukan keberadaan Deby dengan usaha dan caranya sendiri. Sarah yakin bisa menemukannya karena ia percaya bahwa mereka ditakdirkan untuk menjadi sahabat selamanya. Pada jarak 3 meter dari tempat Sarah dan teman-temannya bicara bertukar kabar, ada seorang yang dalam diam menyimak pembicaraan. Bukan maksud hati untuk mencuri dengar, tapi ketika mendengar nama Deby muncul dalam obrolan ia langsung merasa tertarik untuk tahu juga apa yang mereka bicarakan. Sejujurnya malam itu ia juga mencari sosok Deby di acara reuni, sungguh berharap wanita itu kali ini datang. Tapi seperti harapan di tahun-tahun sebelumnya, malam itu pun ia tidak bisa bertemu dengannya. ...bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN