4: Ada Apa dengan Papa [B]

1273 Kata
Ia sangat panik dan berkali-kali menggedor pintu. Dookk dookk dookk. “PAPA! PAPA! PAPA! BUKA PINTUNYA! AKU INGIN PERGI DARI SINI!” teriaknya, ”Padahal Papa adalah seseorang yang sangat mampu. Kenapa tidak membiarkan aku pergi? Tidak mungkin karena khawatir tidak ada yang bisa diminta memasak atau disuruh-suruh oleh si wanita jalang lagi, ’kan? ”PAPA, PAPA, BUKA!!!” DOOKK DOOKK DOOKK. * Sementara itu di kamar tidur Gio Sr. dan sang istri. Wanita itu tengah berada di atas tempat tidur seraya berusaha mendekap kedua putrinya yang tampak ketakutan karena banyak mendengar hal mengerikan yang ”kakak” laki-laki mereka teriakkan. ”Bu, ayo bicara sebentar,” ajak Gio Sr. melangkah menuju beranda kamar mereka. Wanita itu pun dengan lembut menggeser tubuh dua anak yang menempel padanya. Turut melangkah menuju beranda kamar mereka. Di beranda. Belum juga Gio Sr. mengucapkan sepatah kata pun. Wanita itu sudah asyik mengomel terlebih dulu, ”Pa, kamu bagaimana, sih? Membiarkan anak itu jadi bersikap semakin seenaknya sendiri. Kamu tidak memikirkan perasaan serta tumbuh kembang Queenza dan Cessa apa kalau mendengar hal seperti itu keluar dari mulut anak kamu?!” Gio Sr. menundukkan wajah. Rautnya tampak begitu gelisah dan juga resah. ”Aku minta maaf, Bu. Aku hanya ingin bilang kalau...” ”Kalau anak itu mau pergi dari sini juga biarkan saja, lah. Toh, kan kamu masih ada Queenza dan Cessa. Mereka berdua itu bukan hanya sangat good looking, tapi juga sangat cerdas dan berbakat. Pasti bisa jauh lebih membanggakan ketimbang anak laki-laki kamu yang sangat biasa dan tidak ada kelebihan mencolok itu,” ucap wanita itu melanjutkan omelannya. ”ADISTI!” potong Gio Sr. Mulai jengah mendengar omelan dari sang istri. ”Gio Junior itu satu-satunya anak laki-laki yang aku punya. Sehebat apa pun dua anak perempuan kamu. Mereka tidak akan pernah bisa melahirkan keturunan laki-laki yang bisa mewarisi nama keluarga Dhika,” balasnya. Wajah wanita berkulit gelap dengan rambut pendek bernama Adisti itu sangat kesal mendengar ocehan sang suami. Ia membalas, ”Aku bisa kok memberi kamu anak laki-laki!” ”KALAU BEGITU MANA? CEPAT KAU BERI BUKTINYA PADAKU!” tanya Gio Sr. seraya menjambak bagian belakang rambut wanita itu. Gestur laki-laki b***k cinta yang mudah untuk dikendalikan juga diatur sesuka hati mendadak hilang lenyap entah ke mana. Menjadi sosok pria tegas berhati dingin. Yang tidak ragu untuk bermain tangan. Apabila zona yang tengah ia jaga dijamah. Wanita itu meringis kesakitan. Selama ini laki-laki yang ia nikahi murni karena kekayaan harta bendanya itu selalu memiliki sikap yang lembut juga penurut. Namun, sekalinya marah ya seperti ini. Jadi “sedikit” sulit untuk dihadapi. Gio Sr. memalingkan tubuh dan bersandar di pembatas beranda. Ia menghembuskan nafas berat setelah itu berkata, ”Kamu tidak akan pernah bisa memberi saya anak laki-laki…” ”Setelah ini apa yang akan kamu lakukan pada anak itu? Bagaimanapun juga dia harus pergi kuliah. Apa Papa ingin terus mengurungnya di dalam kamar?” tanya wanita itu datar. Seraya menyilangkan kedua tangan di depan d**a. Gio Sr. menjawab, ”Untuk saat ini memang hal itulah yang akan saya lakukan. Saya tidak akan pernah membiarkan dia berada jauh dari kediaman ini. ”Saya bersumpah hal seperti itu tidak akan pernah terjadi.” Adisti merasakan kecurigaan pada sikap sang suami. Di luar ia terlihat selalu mendukung hal kurang baik yang dirinya lakukan pada putranya. Tapi, di dalam ia malah menunjukkan sikap yang cukup tidak biasa. Apa yang jadi alasannya? Tidak peduli berapa lama sudah mereka menjalin biduk rumah tangga. Wanita itu tidak pernah bisa mengungkap apa yang sebenarnya pria itu pikirkan. Seolah semua yang ia lakukan dan putuskan. Apa alasannya. Hanya ia sendiri dan Tuhan yang tau. ”Yahh, kalau anak itu dikurung di dalam kamarnya. Yang akan memasak makan malam untuk aku dan anak-anak kita siapa, dooong?” tanya Adisti seraya melihat ke lima pasang kuku jari tangan yang baru tadi siang dirawat di salon. Gio Sr. menoleh cepat ke arah istrinya. Ia menjawab, “Untuk hari ini sampai selama Gio masih dikurung. Kamu lah yang harus menyiapkan masakan untuk semua penghuni rumah. Para pelayan juga akan aku pulangkan lebih cepat. Kamu yang bereskan semua sisanya,” perintah pria itu. Wajah Adisti jadi semakin bad mood lagi. Selama ini ia sudah menjalani hidup sebagai seorang nyonya besar keluarga Tuan Giorsal Maha Saputra Iswari Dhika Sr. yang pekerjaannya sehari-hari hanya bersenang-senang. Bersantai-santai. Pergi ke salon dan berbelanja ria menggunakan uang suami. Juga kenikmatan duniawi lain. Kenapa sekarang tiba-tiba harus jadi seperti ini, sih? Menyebalkan sekali! Adisti memutar tubuh hingga membelakangi sang ”belahan jiwa”. Dengan tegas menjawab, ”Pokoknya aku tidak mau. Selama tinggal di rumah ini saja aku sama sekali belum pernah masuk ke dapur yang kotor dan bau itu. Kenapa tidak suruh anak laki-laki kamu saja, sih? Tidak berguna sekali. Tidak usah pakai dikurung segala lah, Pa. Kalau tidak ada uang dari kamu juga mana berani dia kabur dalam waktu lama. Biarkan saja. Dia itu kan juga sudah dewas...” DHAAAK. Muak mendengar seluruh omong kosong yang mencuat keluar dari rongga mulut istri berisiknya. Gio Sr. mendorong salah satu pelipis wanita itu hingga membentur tembok dengan cukup kencang. Wanita itu langsung kaget sekaget kagetnya kaget. Ia tidak percaya jika suami yang ia kira sudah berhasil dipebud*k. Melakukan hal yang sangat mengerikan seperti ini. ”Pa... Papa... kamu kenapa, Pa? To... long... Papa... Papa…” ia bertanya berusaha melirik ke arah pria di belakangnya. Jantungnya berdegub kencang. Dari dalam ruangan kamar. Ia lihat bagaimana kedua anaknya menyaksikan kejadian itu. Tapi, tidak seperti apa yang ia lakukan sebelumnya. Gio Sr. terlihat tidak peduli. Dan ia terus menekan salah satu pelipis istrinya di dinding. Njiiit. Pria itu mendekatkan sepasang bibirnya ke daun telinga si wanita, ”Kamu tau kan seberapa besar halaman yang ada di belakang kita?” tanyanya. Merujuk pada halaman belakang kediaman rumah itu yang ditumbuhi oleh rumput hijau terawat yang sudah seperti permadani lembut. Juga beraneka macam tanaman. Memang ”cukup” luas. ”Me, Memangnya kenapa, Pa? Haahh... hahh... hahh...” tanya Adisti. Masih berusaha untuk memberontak, namun tampaknya sia-sia saja. Tekanan dari cengkraman telapak tangan pria itu. Sungguh tidak main-main. Sampai rasanya kalau ia kuatkan lagi sedikit saja. Bisa menghamburkan seluruh isi kepala. ”Saya sudah menahan terlalu lama selama ini. Untuk pertama dan terakhir kalinya akan saya peringatkan pada kamu, Adisti. Kalau kamu katakan lagi hal buruk mengenai putra kesayangan saya. Tubuh kamu saya pastikan akan menjadi makanan dari para hewan yang hidup di semua tanaman di sana!” ancam pria itu. Adisti tak bisa bersuara saking besar rasa takut ia rasa. Untuk menganggukkan kepala saja rasanya tidak kuasa. Ia tidak ingin bertemu dengan sisi suaminya yang satu ini! Kesal karena tak mendapat jawaban memuaskan. Gio Sr. menjambak semakin keras rambut di bagian ubun-ubun wanita itu. Sangat keras sampai terasa bergerak sedikit saja. Kulit kepalanya bisa terlepas. ”Apa kamu PAHAM, Adisti?” tanyanya lagi. Wanita berkulit gelap itu memejamkan mata dua kali. Air mata menetes tanpa suara. Cukup menjadi perlambang untuk segala rasa takut yang tengah kuasai jiwa. Kegelapan semakin turun ke permukaan bumi tempat mereka berada. Menelan setiap manusia di atas dunia dalam sisi lain kehidupan mereka yang tanpa cahaya. * Sementara itu di tempat lain. Dookkdookkdookkdookkdookkdookkdookkdookkdookk. Berkali-kali, sudah tidak terhitung jumlahnya, Gio masih saja terus berusaha keras menimbulkan suara. Ia harap cukup berguna untuk mengusik siapa pun yang ada di sekitar sana. Agar bersedia melepaskannya. Dari kurungan sangkar besi "bertabur" keindahan penuh metafora. “PAPA! PAPA! PAPA! TOLONG, CEPAT BUKA PINTUNYA! AKU INGIN PERGI DARI SINI! AKU TIDAK MAU LAGI... “AKH!” Bruukh. Sesuatu yang tak terduga telah terjadi di dalam sana. Sebuah ruang terkunci. Bagaimanakah mereka akan hadapi semua pada akhirnya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN