Gundul Peringis

1098 Kata
Dokter Ariya adalah dokter saraf yang bekerja di rumah sakit Bunda. Ia adalah wanita berusia dua puluh delapan tahun dengan rambut panjangnya yang lurus ini tampak terlihat anggun, bahkan Dokter Raka yang dulu satu kampus dengannya pun pernah jatuh cinta, walau cintanya bertepuk sebelah tangan. Saat ini ia sedang dipindah tugaskan di rumah sakit daerah. Kepindahannya hanya untuk sementara waktu, ia menggantikan sahabatnya yang sedang melahirkan. Ariya tak sendiri, Shinta salah seorang dokter umum ikut dipindah tugaskan. Selama perjalanan mereka di ganggu jin penunggu hutan alas Pati. Setibanya di rumah sakit, Shinta kebingungan karena kekasihnya tak jua kunjung menelepon. “Pasti ngalamunin Alvin.” “Kaya dukun saja kamu ini,” canda Shinta sambil tertawa kecil. Di balik senyumnya ia menyimpan banyak luka dan duka dalam hatinya. Sudah enam bulan lamanya Alvin tak memberi kabar semenjak berada di NTB, membuat Shinta gelisah. Meskipun umur pacaran mereka baru berusia delapan bulan, mereka masih berada dalam fase penjajakan. Udara malam semakin dingin, suara nyamuk pun terngiang di begitu keras membuat Ariya segera masuk ke rumah. *** “Dokter Alvin! Semua perlengkapan Anda telah kami siapkan.” “Terima kasih!” balasnya. Malam ini Alvin akan melakukan penerbangan ke kota Yogyakarta, masa tugasnya di pulau itu telah selesai. Selama beberapa hari ini, Alvin sengaja tinggal di kota Yogyakarta, selain liburan ia berniat menghindari Shinta. Ada penyesalan dalam diri Alvin ketika ia menerima cinta Shinta. Ia butuh waktu untuk memberitahu Shinta bahwa ia ingin memutuskan hubungan asmara mereka. Shinta yang terlahir dari orang kaya membuat beban mental Alvin yang terlahir dari anak yatim piatu. *** Sekar yang tak suka dengan Raka, meninggalkan pria itu dan masuk ke kamar. Setelah kekesalannya reda, Sekar keluar kamar untuk memasak mie kesukaannya. Dengan mengenakan daster hello Kitty ia melirik ke arah ruang tamu, berharap bahwa Raka sudah kembali ke kota asalnya. Tak ada penampakan Raka, Sekar pun melantunkan lagu sambil sesekali ia bergoyang. Kebahagian itu ternyata hanya sesaat, detak jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Sekar terdiam ketika sebuah kelapa menggelinding tepat di kakinya. Ia bergidik ketakutan karena manusiawi, siapa pun pasti akan terkejut kaget. "Ah sial! Kukira gundul peringis ternyata kelapa!" seru Sekar yang diiringi tawa seorang pria yang tak lain adalah Raka. "Sekar ... sekar! Kamu ini selalu bikin aku tertawa saja. Rasanya mau pulang ke Surabaya aku jadi enggan." "Dokter Raka ini apa-apaan ya. Kaya Jalangkung saja datang gak diundang!" Sebuah kertas yang Raka remas-remas hingga menjadi bola kertas, Raka lemparkan ke Sekar. "Ada sesuatu yang menarik. dari gadis ini!" batin Raka. "Buatin kopi juga satu gelas dong sama roti bakarnya!" pinta Raka. "Punya tangan bikin sendiri!" ucap Sekar datar sambil bernyanyi. Raka pun mendekat, ia mengambil roti yang ada di meja, sedikit demi sedikit ia mengolesinya dengan selai coklat sambil mencuri pandang ke arah Sekar. "Sekar," panggil Raka. Wanita itu pun menoleh dan melirik Raka yang mengulurkan Roti kepadanya. Ia pun segera mengambil dan membantu memanggangnya. "Kamu tunggu di depan saja! Aku mau nyanyi sambil joget." Raka menyunggingkan bibirnya dan melangkah pergi menuju ruang tamu. Dari kejauhan terdengar suara merdu Sekar yang bersenandung. Raka pun senyam-senyum sendiri melihat tingkah laku Sekar. "Kopi datang!" Suara Sekar terdengar bahagia tidak seperti biasanya yang selalu ribut jika mereka bertemu. "Kopi spesial buat kamu dan roti bakar yang paling spesial!" ucap Sekar. "Spesial banget rupa roti kaya kopinya!" Raka tertawa melihat roti bakar yang berwarna hitam. "Kapan lagi aku bikinin kamu Dokter! Ups lupa aku." Sekar tiba-tiba menutup mulutnya karena ia lupa bahwa Akira masih salah paham dengannya. "Lupa apa?" Raka yang tadinya duduk di sofa pendek kini mendekati Sekar dan duduk di sampingnya. Sekar pun kaget darahnya terasa berdesir. "Gila nih, kenapa aku jadi merinding di dekatnya." "Sekar ikut kerja aku di Surabaya, yuk!" ajak Raka sambil merangkulkan tangannya. "Dokter Raka! Apa-apaan sih ini?" Sekar mencoba melepas rangkulannya, tapi justru Raka lebih kuat. "Ah sudahlah Akira juga masih bekerja!" batin Sekar. "Berani gaji aku berapa ngajak kerja di Surabaya?" tanya Sekar bercanda. "Mau minta berapa pasti aku kasih. aku butuh seseorang yang bisa mengusir hantu-hantu sialan itu!" "Kalau aku ikut ke Surabaya. Kamu harus menyediakan rumah untukku!" "Rumah!?" tanya Raka. "Rumahku akan aku kasih ke kamu! Atau kalau perlu kamu jadi istriku sekalian!" canda Raka sambil tertawa. Sekar yang mendengar candaan Raka akhirnya melempar bantal yang ada di sofa dan ia lemparkan begitu saja kepada Raka. "Jadi istrimu! Berani gaji berapa jadiin aku istrimu!" canda Sekar. Tanpa mereka sadari Akira yang pulang ke rumah bunga guna mengambil dompet yang tertinggal mendengar ucapan Sekar. "Kalau kamu jadi istriku, rumah, gajiku, bahkan rumah sakitku akan aku berikan untukmu." Ha-ha-ha! Raka tertawa keras, namun Sekar tiba-tiba mematung melihat Akira yang sedang berdiri di pintu. "Akira!" panggil Sekar. "Eh ada Akira! Akira kamu tahu enggak Sekar bentar lagi mau jadi istriku!" seru Raka yang dengan sigap kedua tangan Sekar menutup mulut Raka. Akira hanya terdiam, terpancar dari matanya yang nanar ia menahan sakit hati. Gadis itu membalikkan badan dan pergi dari rumah bunga. "Akira! Tunggu dulu. Kamu harus dengerin penjelasanku!" ucap Sekar yang berlari mendekatinya. "Jangan ganggu aku. Dan kamu enggak perlu jelasin apa pun padaku. Apa yang aku lihat dengan mata kepalaku sendiri sudah mewakili semuanya." Akira menangis dan berlari meninggalkan Sekar. Sekar kembali ke rumah bunga, ia menyesal telah membuat Akira bersedih. "Kenapa dia begitu?" tanya Raka. "Gara-gara kamu!" "Kok aku, salahku apa?" "Akira suka kamu dari dulu. Bahkan sampai sekarang dia masih berharap kamu mau menyukainya!" "Iyakah!" "Dia cemburu tadi melihat kita!" Raka sekarang mengerti, kenapa tingkah Akira sangat aneh selama ini. Ia tak menyangka bahwa gadis itu jatuh cinta padanya. ponsel Raka berdering. Panggilan dari Surabaya harus memintanya segera pulang. Ia tak bisa terlalu lama meninggalkan pekerjaannya. Banyak pasien yang menunggu kedatangan Raka. "Sebenarnya aku belum puas dengan Dokter Diah. Tapi ia berjanji akan membantuku. Aku harap kamu mau menerima tawaranku Sekar. Nanti biar aku yang bicara dengan Dokter Diah!" "Tidak Dokter. Aku gak mau Akira salah paham lagi denganku." "Sekar, aku dan Akira tidak ada hubungan apa pun. Dan soal tadi aku meminta kamu menjadi istriku itu juga hanya bercanda." "Aku paham itu! Tapi aku tidak akan menyakiti temanku sendiri dengan menjadi asistenmu. Akira sangat mencintaimu, Dok!" "Dia adik temanku dan aku gak mungkin ... ah sudahlah! Aku pergi dulu. Kapan pun kamu mau ke tempatku aku akan menerima dengan senang hati!" Raka menepuk bahu Sekar dan berpamitan. Sementara Sekar hanya terdiam dan duduk kembali sambil menikmati kopinya yang sudah dingin. "Maafin aku Akira. Aku harap kamu tidak akan salah paham denganku!" batin Sekar. Siang telah berlalu sebentar lagi Akira akan pulang. Sekar sedari tadi bingung memikirkan cara agar Akira tidak salah paham lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN