*** “Aku mencintaimu, menikahlah denganku!” “Aku takkan meninggalkanmu. Nyawaku taruhannya.” “Kentang buluk!” “Kau tak bisa menyenangkan pria di ranjang.” “Membosankan!” “Penampilanmu kusut seperti tak mandi berhari-hari!” “Aaarrrgghh!” Napas Eva terengah-engah saat terbangun dari mimpi buruknya. Mimpi yang hampir setiap hari mendatanginya lagi, hingga Eva sangat ingin pergi ke psikolog. Berat. Hari-harinya terasa berat sejak dia menerima selembar kertas warna perak yang kini tergeletak di meja–undangan pertunangan Declan dan Miranda. Sambil memegang bagian depan tubuhnya, Eva beranjak dari tempat tidur dan segera ke kamar mandi untuk menyelesaikan rutinitas pagi. Dia menatap wajah di cermin dan menyadari betapa kacau penampilannya saat ini. Campuran antara sedih, terpuruk, putus