2.2 : Two

1108 Kata
Pemuda berahang tegas itu terlihat memangku tangan di depan d**a dengan memejamkan matanya pelan berusaha untuk terlelap di dalam mobil. Berharap setidaknya sehari saja ia bisa merasakan bagaimana bermimpi indah atau setidaknya terlelap barang beberapa jam. Namun, nihil. Matanya hanya terpejam. Tapi, pikirannya melangnangbuana entah kemana. Terlalu banyak kegelisahan yang pemuda itu pikirkan. "Tuan Syahid, selanjutnya kita ke bar mana? Di daerah sini ada dua bar, meet you bar dan juga mitu bar." Ujar Mr. Christ di sampingnya membuat pemuda itu menaikan satu alis tinggi. "Barnya dekat dari sini apa?" Katanya dengan mengernyitkan dahi membuat Mr. Christ mengangguk pelan. "Mitu bar, tuan." Mobil pun terlihat melaju pelan dengan Syahid yang masih mencoba untuk tidur. Anak sulung Azzam itu nampak kurus membuat rahangnya makin terlihat tajam. Terlalu sulit untuk tidur. Masih menderita insomnia akut. "Syaqila sudah mulai sekolah kemarin. Walau baru mendaftar, tapi kelihatannya dia berusaha memberanikan diri dan melawan traumanya." Kata Mr. Christ menjelaskan membuat Syahid menghela lega dengan mendongakan kepalanya menatap langit-langit mobil. "Semoga dia baik-baik saja disana," lirih Syahid dengan mengerjap sendu membuat pria di sebelahnya menghela panjang. Mr. Christ mengulum bibir dengan mengangguk saja. Tidak tega melihat Syahid yang selama ini paling berjuang dan menghabiskan masa remaja demi kembali menyatukan keluarga kecilnya. Pemuda di sebelahnya ini mungkin dan nyaris tidak tidur lelap tiap harinya. Setiap malam Mr. Christ selalu melihat Syahid mondar-mandir di kamar ataupun balkon. Masih sibuk memikirkan semua beban dan tanggung jawabnya. Sebenarnya Mr. Christ tidak berniat untuk mengabdi pada Syahid karena awalnya pemuda itu sama sekali tidak bisa memberinya bayaran yang pantas seperti Renata, Wisnu ataupun Clara. Namun, melihat Syahid yang nampak tulus memperjuangkan keluarga dan remaja itu juga sampai harus mengancamnya agar dirinya mau ikut dengan Syahid. Bekerja dengannya tanpa dibayar. Namun, berbeda dengan keadaan sekarang. Syahid sudah mampu. Syahid bisa diam-diam mengumpulkan uang untuk operasi Syahir kelak. Pemuda itu juga sudah menabung uang kuliah untuk kedua adiknya. Prioritasnya adalah melihat kedua kembarannya sukses nantinya tanpa hambatan. Bahkan, Syahid kini mencoba mengumpulkan dana untuk membebaskan ayahnya yang seharusnya ditahan 2,5 tahun. Namun, karena semua dakwaan dan tuduhan yang terjadi di Aurora di jatuhkan padanya. Akhirnya sang ayah harus menetap di jeruji besi selama kurang lebih 5 tahun lamanya. Mr. Christ berharap. Semoga setelah badai panjang dan hujan deras ini. Akan ada pelangi indah yang terlihat untuk Syahid kelak. Mobil terhenti tepat di depan sebuah bar yang tertera Mitu bar di atas sana. Syahid pun melangkah keluar membuat Mr. Christ sontak mengekori dan beberapa orang-orangnya yang memakai mobil lain di belakang mereka melangkah lebih dulu. Tidak ada aba-aba. Tidak ada ucapan basa-basi. Orang-orang Syahid langsung menghancurkan bar milik Omanya. Saat ada beberapa penjaga bar melawan, orang-orang bertubuh besar itu langsung menghajarnya sampai babak belur. Tidak sampai mati. Karena Syahid menekankan satu, jangan sampai ada yang meninggal lagi karena keserakahan Omanya. Suasana bar yang nampak bising karena dentuman musik yang keras tadi perlahan mereda karena keributan itu. Pengunjung-pengunjungpun berlarian keluar menyelamatkan diri. Syahid melangkah masuk dengan mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Pemuda tinggi itu mengerjap samar dengan menghela panjang melihat beberapa orang terkapar di dalam sana. Beberapa pecahan kaca dan juga botol-botol minuman keras berserakan di dalam sana. Syahid kembali melangkah hendak berbalik pergi. Namun, ekor matanya menangkap sesuatu yang nampak aneh di belakang sofa. Syahid melangkah maju dengan perlahan mendekat. Matanya bisa menangkap seseorang bersembunyi di dalam sana dengan kedua tangannya yang menutupi kedua telinganya takut. "Syahiddddddd...... " mendengar itu Syahid mengerjapkan matanya kaget lalu berjongkok pelan di hadapan gadis itu membuat kedua sepatunya bersentuhan dengan sepatu milik gadis mungil di depannya. "Gue udah disini, kenapa nyariin gue?" Gadis di depannya perlahan mengangkat wajah dengan kelopak matanya yang sudah basah masih dengan raut wajah takutnya. Syahid yang melihat itu sontak menghela panjang dengan menjulurkan tangan menyeka pipi sembab gadis mungil itu dengan kedua tangannya. "Ngapain di sini? Kenapa gak diam di rumah aja sih?" Tuturnya dengan nada beratnya membuat gadis yang tidak lain adalah Airin itu makin tersedu dengan memajukan bibir bawahnya. Merasa lega melihat kemunculan pemuda itu yang tiba-tiba sudah di depannya begini. Syahid masih menatap Airin lurus dengan mengusap kepala mungil gadis itu berusaha menenangkan. "Kenapa di sini?" Ulangnya membuat Airin mendongak dengan terbatuk kecil. "Teman aku ngundang ke acara ulang tahun pacarnya tapi aku salah tempat, makanya tadi pas sampe kesini ada om-om yang natap aku kayak penculik gitu. Terus tadi pas aku masuk ada yang tonjok-tonjokan di depan aku, sampai botol kaca aja dibanting di sebelah aku, huhuhuuuuu mamaaaa." Ceritanya dengan kembali tersedu membuat Syahid tersenyum samar. "Yaudah gue antarin pulang." Katanya lalu beranjak dengan menjulurkan tangan ke arah Airin. Membuat gadis berambut panjang itu meraihnya lembut. Airin tersentak kaget saat Syahid menautkan tangannya pada jemari Airin membuat gadis itu menggigit bibir bawahnya. Keduanya melangkah keluar membuat Mr. Christ dan juga orang-orang Syahid menepi memberikan jalan untuk dua orang itu. "Kalian bisa pergi sendirikan ke bar selanjutnya? Gue mau antarin dia pulang dulu." "Baik, tuan." Syahid mengangguk lalu kembali melangkah dan menarik tangan Airin keluar dari sana masih dengan tangan keduanya yang bertautan. "S-syahid, itu bukannya Mr. Christ?" "Hm. Kenapa? Mau naksir juga?" Sindir Syahid membuat Airin mendecih pelan dengan mencebikan bibirnya walau masih melirik tangannya yang di genggam erat Syahid. "Apaan sih." Balasnya membuat Syahid tersenyum samar lalu berbelok ke arah salah satu mobil. Syahid melepaskan genggamannya lalu berdiri menghadap Airin seutuhnya membuat gadis yang memakai dress selutut itu mendongak dengan kening mengkerut. "Lain kali jangan pernah datang ke tempat beginian. Entah teman, keluarga atau presiden sekalipun yang ngundang, jangan coba-coba kesini." "Kenapa?" "Di sini gak ada yang jual s**u ultra." "Terus apa hubungannya sama aku?" Syahid menghela panjang dengan menipiskan bibirnya lalu mengetuk-ngetuk kening Airin dengan telunjuknya. "Elo kapan pintarnya sih?" "Cih. Aku pintar ya...... walaupun masih dalam proses, ya tapi aku gini-gini masih paham kok penjelasan guru." "Ya, ya." Balas Syahid seadanya dengan masih menatap Airin lurus. Seakan tidak ingin beranjak dari tempat berdirinya. "Kamu selama ini kemana? Udah selesai urusan kamu?" Tanya Airin dengan mengerjap samar masih mendongak menatap pemuda jangkung di hadapannya. "Belum. Tinggal sedikit lagi," balas Syahid dengan menghela pelan. Airin memainkan bibir dengan menatap Syahid ragu. "Kalau kita gak ketemuan di tempat ini. Kamu masih belum mau temuin aku kan?" "Hm." "Beneran?" "Hm." "Jangan ham hum aja dong, jawab iya atau enggak kek." "Iya, Airin." Balas Syahid dengan nada rendahnya membuat Airin merunduk malu dengan pipi merona. Melihat itu Syahid tersenyum gemas, setidaknya dengan melihat gadis ini perasaannya agak membaik. Suara derap langkah membuat keduanya menolehkan kepala ke samping. Airin mengerjap samar melihat seorang gadis kini melangkah cantik bak model dengan sesekali memainkan rambutnya. Gadis asing itu tersenyum lebar ke arah Syahid lalu dengan tanpa dosanya memeluk lengan Syahid erat membuat Airin melebarkan mata kaget. Syahid berdecak samar dengan menghela panjang membuat gadis yang datang tidak tahu darimana itu tersenyum manis dengan mengutarakan sesuatu. "Kamu kemana aja babe? Kamu kan udah janji mau bermalam sama-sama di rumah."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN