Dear Mantan
Satu setengah tahun berlalu dengan cepat. Benar-benar tak disadari. Ia yang sedari awal memang tak pernah menyia-nyiakan waktu, memanfaatkan banyak momen penting dan kesempatan untuk meraih cita-cita yang diidamkan. Impian yang sebetulnya membuatnya hampir putus asa untuk mengejarnya. Setelah bercokol lama dengan kepadatan hidup di ibukota. Ia akhirnya memutuskan untuk datang ke kota ini satu setengah tahun yang lalu.
Rasanya terakhir kali ia pernah datang ke sini yaa waktu perpisahan di sekolah dulu. Rasanya benar-benar sudah lama berlalu. Dua belas tahun bukan?
Yogyakarta katanya istimewa. Ya katanya begitu. Tapi hingga satu setengah tahun keberadaannya di sini, Zura belum menemukan keistimewaan Jogja yang dapat membekas setidaknya untuk kenangan baginya sebelum meninggalkan daerah ini. Meski ia belum ada rencana untuk pergi. Karena semua serba cepat ketika ia mendadak harus tinggal di sini. Semua bensr-benar di luar rencananya. Tapi bukan kah ini adalah rencana indah-Nya?
Kalau ia pikir-pikir lagi bukan kah keren cara Allah membalik hatinya begitu saja? Ia yang tak pernah berpikir untuk melanjutkan kuliah di sini mendadak dibawa ke sini. Rasanya? Hidup itu benar-benar penuh kejutan ya?
Ia tertawa sendiri saat membongkar barang-barang kenangan yang sengaja ia bawa dari Jakarta. Kemudian melihat-lihat beberapa album foto yang penuh kekonyolan. Ia lebih suka mencetaknya kemudian menyusunnya di dalam sebuah album. Tak lupa, menuliskan banyak hal menarik di samping foto-foto itu. Bisa di bagian atas, bawah, kiri atau kanannya. Ia kembali membaca tulisan-tulisan itu dan tertawa sendiri.
Selesai membuka album, ia menatap barang-barang kenangan dari teman-temannya. Apa kabar mereka? Sudah bahagia dengan jalannya masing-masing. Meski mereka semapt terpisah tapi sesekali, disela-sela kesibukan di kampus, mereka masih sering bertemu. Namun dua tahun terakhir ini, jujur saja, sudah tak pernah bertemu lagi. Apalagi ketika ia memutuskan untuk pindah ke sini. Mengejar impian baru sebagai mahasiswi di sebuah universitas ternama di negeri ini. Lalu perkuliahannya sudah selesai beberapa minggu lalu. Ia juga sudah wisuda namun memilih menetap di sini setelah menerima tawaran sebagai calon dosen asisten. Berkah yang tak terduga bukan?
Jogja masih sama ramahnya dengan saat ia datang dulu. Bedanya? Semakin banyak bangunan. Semakin padat transportasi. Semakin padat penduduknya. Semakin berjamur kafe, restoran hingga tempat rekreasi. Ada banyak perubahan juga dari segi teknologi. Yang jelas, hatinya bahkan masih terkejut dengan keberadaannya di sini. Manis?
"Zuraaaaa! Makan yuuuk!"
Ridha meneriakinya dari pintu. Ia membalas sahutannya kemudian bergerak untuk mengganti baju. Kemudian keluar berdua untuk mencari makan. Mereka masuk di sini di tahun yang sama. Tapi Azzura yang memang hendak meminimkan pengeluaran kampus, memilih untuk mempercepat kelulusannya dibanding Ridha. Kebetulan sekali, fakultasnya juga sangat mendukung. Bahkan pernah ada yang lulus kuliah di fakultasnya hanya setahun. Keren?
Tadinya Zura juga mengejar itu. Sayangnya ia terlalu lama melakukan penelitian. Ya lebih tepatnya izin penelitian yang menghambat langkahnya. Tapi setidaknya ia masih jauh lebih beruntung dibandingkan teman-temannya yang lain yang masib sibuk mengejar data dan baru hendak bersiap seminar akhir disaat ia bahkan sudah menyudahinya dengan sangat cepat.
Katanya kalau masuk bersama wajib keluar bersama? Hoho. Ia bukannya tak setia kawan. Setia kawan tidak dilakukan dengan cara yang bodoh semacam itu. Meskipun ia sekarang sibuk dengan dunia yang baru nyatanya banyak teman-temannya yang meminta bantuannya untuk membantu mengoreksi tesis mereka. Bukan kah ini lebih bisa disebut senagai setia kawan? Ya kan?
"Ada yang berubah dari Jogja?"
Ia terkekeh mendengarnya kemudian menggeleng. Rasanya tak ada dan masih sama. Ia di sini juga sama. Mungkin karena belum lama berada di sini. Ya apa yang diharapkan dari tinggal 1,5 tahun di sini?
"Lo inget gak pertanyaan gue waktu pertama kali kita sampe Jogja?"
Azzura mengangguk dan langsung tertawa. Ia ingat betul pertanyaan itu. "Lu nanya, gubernur Jogja itu Ganjar Pranowo kan?"
Ridha mengangguk-angguk kencang sambil terkekeh. Menertawai kebodohan kala itu. Tapi lucu juga. Terlalu lama di ibukota sampai tak hapal daerah lain. Bahkan hanya mengibgat Jogja sebagai sebuah kota. Padahal Jogja itu juga provinsi.
"Gue gak ngeh waktu itu kalo Jogja provinsi sendiri. Mikirnya gabung sama Jawa Tengah."
"Tapi banyak mungkin yang kayak lo. Gue aja sempet mikir kalo Magelang itu masih bagian dari Jogja."
Ridha tertawa lagi. Mereka sampai berdebat soal keberadaan Candi Borobudur kala itu. Karena Zura juga masih bersikeras menyebutnya sebagai bagian dari Yogyakarta. Padahal bukan bagian dari itu. Jelas sudah berbeda wilayahnya.
"Kelamaan main di Jabodetabek sih. Sampai gak tahu dserah lain."
Padahal dulu mereka pernah pergi ke Jogja untuk berlibur bersama. Rasanya? Menyenangkan. Meski yaa banyak kenangan buruk juga. Hahaha. Keduanya bersahabat lama dan tentu saja tak akan lepas dari yang namanya sebuah pertengkaran. Ya kan?
"Iya-ya," tuturnya. Benar betul soal itu. Mereka jarang pergi ke daerah lain. Azzura juga betah sekali kan berada di Jakarta. Meski sendirian dan kadang merasa asing. Padahal ia sudah sangat lama tinggal di Jakarta. Azzura jadi teringat bagaimana ia tiba di Jakarta dulu. Bayangkan, anak usia 14 tahun 10 bulan tiba di Bandara Soekarno-Hatta sekitar tiga belas tahun yang lalu. Ia tiba sendirian. Orangtuanya hanya mampu memberangkatkannya sendirian dengan pesawat. Beruntung, ada Tantenya kala itu yang datang menjemput anak kampung yang bahkan baru pertama kali naik pesawat.
Ia tampak norak sekali saat itu. Tampak ketakutan juga iya. Penampilannya jadi mirip pembantu selama berada di bandara. Hahaha. Mungkin saking kucelnya. Ia kan tak pernah tahu cara berdandan. Beruntung Tantenya mengajarkan banyak hal. Aaah ia jadi rindu masa-masa itu. Masa di mana ia masih remaja. Banyak menghabiskan waktu dengan belajar dan juga....
Aah ia baru teringat sesuatu. Kemudian tersenyum tipis. Sementara Ridha bergerak membayari makan mereka malam ini. Lalu memberikan kembalian milik Azzura. Setelah itu, mereka kembali ke kos. Berjalan berdua, bernostalgia ketika pertama kali tinggal di sekitar daerah ini. Dulu tampak asing. Sekarang malah menjadi seperti bagian dari keluarga. Azzura menganggap ini sebagai rumah ketiganya, setelah Jakarta dan kampung halamannya.
Kalau inhat Jakarta, ia ingat banyak kenangan manis di sana. Meski ya masih didominasi dengan kenangan buruknya. Ia tak berharap akan ada kejadian yang sama untuk terulang. Ia hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik setidaknya untuk saat ini. Iya kan?
@@@
Tiba di kamar, ia menarik nafas dalam. Beberapa barang masih berantakan. Kemudian ia memberesinya. Saat hendak menaruh barang di atas lemari, beberapa barang berjatuhan. Ia melihat ke bawah. Mengambil barang itu satu per satu. Kemudian terpaku saat melihat sebuah buku lama yang tak asing. Yang tak pernah ia singkap lagi. Buku yang penuh kenangan. Yang pernah ia tulis untuk menumpahkan kegalauan hatinya.
Dear Mantan
Itu tulisan di sampulnya. Ia mengerutkan kening. Berupaya mengingat-ingat apa yang pernah ia tulis di sana. Usai merapikan barang-barang yang lain, ia akhirnya duduk di atas tempat tidurnya yang sempit. Kemudian membuka buku yang sampulnya berwarna merah jambu. Begitu membuka, lembaran pertama tampak telah menguning. Seolah menunjukan usia dari keberadaan buku itu. Namun masih tampak utuh.
Jakarta, 30 Mei 2009
Dear Mantan,
Ia tak bisa untuk tak berhenti tersenyum. Padahal baru membaca dua baris itu di atasnya. Ada tanggal dan bahkan jam ketika ia menulis itu. Ia memang suka menulis. Bermula dari menulis diary lalu kegiatan hingga menjalar pada buku ini. Buku pertama yang menjadi isi curahan hatinya.
Hari ini aku menangis.
Azzura langsung terbahak. Astagaaa! Entah di mana otaknya ketika ia menulis itu. Yang Azzura ingat, setengah ingatannya menghilang. Ia pergi ke bandara lalu pulang dengan bus. Entah bagaimana ia bisa tiba di rumah Tantenya dengan selamat, Azzura juga sudah tak ingat. Yang jelas, seperti jiwanya yang seolah menghilang maka ingatannya dihari itu juga bernasib sama.
Astagaaaa! Ia menggelengkan kepala. Tak habis pikir. Bagaimana mungkin ia bisa menulis hal norak semacam ini? Haha. Walau akhirnya membuatnya tersenyum sendiri. Setidaknya kenangan ini pernah menjadi bagian dari hidupnya. Peenah membuatnya begitu bahagia. Meski akhirnya merasakan luka.
Aku mencoba menyusulmu semampuku. Tapi takdir tetap tak mempertemukan kita. Kamu resmi pergi. Bukan lagi dengan jarak yang memisahkan. Tapi juga dengan perbedaan geografis yang tak sepadan. Biar pun katanya jodoh, akhirnya akan dipertemukan. Namun aku tak pernah yakin. Mencoba mengikhlaskan namun sulit dilakukan. Walau aku terhibur dengan pesan terakhir yang kamu kirimkan. Kamu bilang.....
I will miss you. I still love you. Thank you for being part of my life and my heart.
--Nathan
Mantan yang masih mencintaimu.
Membaca itu, sebetulnya, aku sama sekali tak berharap untuk menjadi salah satu koleksimu sebagai mantan. Meski kamu membuatku sebagai subjek bukan objek. Tapi aku tetap berterima kasih dengan waktu yang lama bersamamu.
--Azzura
Aku yang masih sangat mencintaimu dan belum bisa melepasmu. Meski aku tetap berdoa untukmu, Nath. Semoga kamu menemukan seseorang yang bisa membuat sisi terbaiknya untukmu.
Azzura tersenyum kecil kemudian menarik nafas dalam. Aaaah ini tulisan yang konyol meski mampu membangkitkan jiwa asmara di dalam d**a dan kenangan yang pernah ada. Yeah kisah itu memang telah berlalu. Walau setiap kenangannya seolah msih tak lepas dari kepala. Lalu terlintas pula senyuman seorang lelaki yang masih dapat ia ingat dengan jelas. Wajah tengilnya, keringatnya, senyuman nakalnya, dan baju yang tak akan pernah masuk ke dalam celana sekalipun meneriakinya. Hal-hal itu terkadang masih membuat Zura tersenyum. Bukan berarti ia belum melupakan. Justru kehadiran lelaki itu membuatnya tak ingin lupa. Karena kenangan akan selalu ada ke mana pun ia pergi. Dan kenangan juga bukan untuk dilupakan. Lantas untuk dikenang seterusnya? Tidak. Justru itu seperti pengibgat kalau ia pernah begitu bahagianya bersama dengan seorang laki-laki. Ya lan?
Cinta pada anak SMA itu benar-benar ada baginya. Bukan sekedar kisah cinta monyet biasa. Namun kini hanya menjadi kenangan yang pernah ada. Yang mungkin tak akan bisa terulang lagi. Lantas bagaimana asmara Azzura kini? Apakah masih sama atau kah sudah terganti dengan seseorang yang baru? Karena Azzura sudah lama tak mengingat kisah itu. Kisah yang pernah terjadi di antaranya dan Nathan dua belas tahun lalu. Sudah lama sekali bukan? Ya. Dan sudah lama pula Azzura menutup kenangan itu dengan semangat hidup baru.
Haaaah. Sudah sangat lama berlalu. Biarlah bagian manisnya tetap hidup dan ia bisa meneruskan hidupnya.
@@@