Bab 5: Ayah Victoria

2131 Kata
*** Suhu udara kota New York lebih dingin dari biasanya. Musim dingin telah berlalu di gantikan oleh musim semi. Musim yang diyakini sebagai musim berbahagia. Dinginnya NYC sangat mencekam, membuat siapapun menggigil karenanya. Di kota inilah Victoria dan Érique berada. Mereka jauh-jauh berkendara dari Boston karena permintaan Ayah kandung Victoria, John Rick. Pria itu ingin anaknya datang menemuinya, ada hal penting yang ingin ia bicarakan. Érique awalnya menolak karena prihatin dengan kondisi wanitanya. Namun, Victoria terus memohon. Alhasil Érique menurutinya. Tidak ada yang lebih penting dari kebahagiaan Victoria. Di depan mata mereka sudah ada rumah besar berlantai tiga. Nyaris bukan rumah melainkan kumpulan apartemen. Rumah itu hanya dihuni ayah dan ratusan pelayan. Jika dipikir-pikir, rumah itu mungkin bisa menampung penduduk satu kota Brooklyn. Victoria melangkah masuk dengan digandeng oleh Érique. "Hai Sayang! Kau sudah datang?" tanya John pada anaknya. Lelaki itu mencium pipi Victoria lalu memeluknya sebentar. Victoria merasa asing dengan perlakuan ayahnya. Dia tak menjawab dan memilih diam. Maklum saja, ia sejak kecil tinggal bersama Givanno, ayah kandung Érique. Bukannya tinggal bersama John. Ada begitu banyak hal yang dilewatkan John terhadap Victoria. John tersadar akan kehadiran Érique. "Siapa dia, Sayang?" tanya John lagi. Dia menampakkan mimik tidak suka dengan Érique. Hal itu sangat terlihat jelas. Victoria berbalik sebentar menatap kekasihnya. Sedetik kemudian ia kembali fokus pada ayah kandungnya. "Dia, Érique. Dia adalah tunanganku Dad. Sebentar lagi kami akan punya anak," jelas Victoria dengan bahagia. John menatap perut anaknya dan baru menyadari bahwa wanita itu hamil. Érique mengulurkan tangannya dan memperkenalkan dirinya. Namun, John tidak menggubrisnya hanya mengatakan bahwa lelaki itu tidak usah formal padanya. Reaksi ayahnya itu membuat Victoria sadar akan ketidaksukaannya pada Érique. John mempersilakan keduanya masuk ke dalam rumah mewahnya. Victoria menggenggam erat tangan Érique lalu memandangnya dengan mata berbinar cinta, Dia berusaha menguatkan prianya. Bagaimanapun ia juga mengerti perasaan Érique. Karena terabaikan itu tidaklah menyenangkan. "Ketahuilah bahwa aku mencintaimu, Kak. Tidak peduli seperti apa pandangan Dad terhadapmu," bisik Victoria. Semoga kalimat itu bisa menenangkan kakaknya. Érique tersenyum kecil dengan tingkah manis Victoria. Mereka duduk di sofa berwarna hitam bercampur kuning keemasan. Suasana sangat tegang. Di depan mereka sudah ada sebotol tequila dan jus orange khusus untuk Victoria. John menatap sinis ke arah Érique seakan lelaki itu tak pantas untuk putrinya. John meneguk tequilanya. "Bagaimana karir modeling-mu, Nak?" tanya John pada putrinya. "Maksud, Dad. setelah kau berbadan dua." "Aku suka segala tentangnya, tapi aku akan resign sebentar lagi. Ini semua demi kesehatanku. Kak Érique sangat mengkhawatirkanku," jelas Victoria. John merasa kesal karena perkataan anaknya. Karir putrinya hancur karena mengandung anak pria di depannya. "Sayang sekali. Padahal karirmu hampir menyamai supermodel," ucap John. Dia sengaja menyindir Érique yang telah membuat anaknya sukses menjadi wanita tanpa karir. Satir atau sindiran ayahnya bisa dirasakan Victoria. Aura ketidaksukaan itu sangat jelas semenjak kedatangan mereka. "Karir bukanlah kebahagiaanku. Aku lebih bahagia jika menjadi pendamping hidup kak Érique. Dia adalah pria yang baik dan pengertian," ujar Victoria memuji kekasihnya. Dia tidak ingin ayahnya salah paham dengannya. Ide hidup bersama memang ada dalam daftar rencana hidupnya. Bukan karena paksaan Érique atau siapapun. Raut wajah John menggambarkan rasa jengkelnya. "Kau bisa mendapat pria yang lebih baik," decit John tanpa memikirkan perasaan Érique. Perkataan itu seakan menikam dan mencabik-cabik hati Érique. Penyataan itu sama saja dengan ia tidak pantas bersanding dengan Victoria. John kembali meneguk tequila-nya. Rasanya puas melihat ekspresi kesal Érique. "Érique adalah yang terbaik bagiku. Aku tidak senang Daddy mengatakan hal tidak baik tentang dia," ujar Victoria cukup lantang, membuat John terdiam sejenak karena perkataan putrinya. Dia tidak suka anaknya bersama detektif yang jelas berbahaya pada Victoria. Dia sudah mengenal Érique cukup lama. Namun, tak mengenali wajahnya. Saat ia tahu Érique datang bersama Victoria. John terus memancing amarah lelaki itu agar Victoria, anaknya melihat sisi buruk lelaki itu. Nyatanya sejak tadi Érique tak melakukan kekerasan apapun. "Kau sudah masuk ke dalam zona berbahaya, Nak." Perkataan itu membuat semangat Érique sedikit menurun. Perkataan Ayah Victoria memang benar. Dia telah membawa Victoria masuk ke dalam dunia berbahaya. Itu benar dan sangat benar, penjahat tidaklah b0doh. Mereka pintar dan menyalahgunakan kepintarannya. Kalau penjahat b0doh tidak mungkin orang pintar seperti Érique harus terjun menangkapnya. "Aku tidak percaya dengan zona berbahaya. Selama masih ada kak Érique, aku akan selalu berada di zona aman," sela Victoria tak mau kalah. Perkataan itu sungguh meneduhkan hati Érique. Dia merasa bangkit kembali, Victoria memberinya tanggung jawab besar. Wanita itu percaya padanya. Dia tidak akan menyia-nyiakan kepercayaan wanitanya. John meneguk minuman beralkohol nan pahit tequila dua gelas berturut-turut. Dia meminumnya layaknya air mineral. Victoria sudah terhasut dengan Érique. Dan inilah tantangan terbesarnya untuk memisahkan hubungan mereka. Victoria khawatir melihat tindakan ayahnya. "Pelan-pelan, Dad. Ini mungkin berat bagi Daddy karena aku mencintainya," seru Victoria sambil melirik sang kekasih. Meski tidak akrab, Victoria memiliki hubungan darah dengan lelaki itu. Dia tidak akan lahir tanpa lelaki itu. "Ini hanya tequila," balas John datar. Dia terlanjur kesal dan akhirnya mengeluarkan kalimat tidak masuk akal itu. Semua orang tahu bahwa tequila adalah minuman keras asal Italia yang sangat pahit. John berbicara seolah ia peminum anggur yang handal. Victoria kembali terdiam. Dia melihat raut wajah penuh amarah pada ayahnya. Dia takut ayahnya semakin emosi jika membalas perkataannya. "Aku berjanji akan melindungi, Victoria. Tak akan kubiarkan orang lain berbuat buruk padanya," ucap Érique meyakinkan John. Kepercayaan dari Victoria membuatnya semakin semangat menjalani hidupnya. Dia berjanji akan melindungi Victoria dan tak akan mengecewakan wanita itu. John tersenyum miring saat mendengar ucapan Érique. "Kuharap kau bisa memegang janjimu. Lelaki sepertimu hanya bisa berjanji. Kita lihat saja apa yang akan terjadi. Sedikit saja Victoria lecet, aku akan membunuhmu," tegas John dengan pandangan melotot. Itu sungguh menakutkan bagi siapapun yang melihatnya. Érique sempat tegang karena ancaman ayah Victoria. John seolah tidak mempercayainya. Érique memang tidak yakin akan keselamatan Victoria. Tapi, Sebagai pendamping ia akan melakukan perlindungan semaksimal mungkin. Melindungi masyarakat dan juga Victoria. Ruangan terasa panas, suhu udara yang tadinya sangat dingin berubah seolah sekarang musim panas. Menurut Érique, Berada di depan ayah Victoria lebih menegangkan daripada berada di tengah ribuan pembunuh berantai. John sangat tegas dan terkesan merendahkannya. Meyakinkan orang yang merendahkan itu sangat sulit, Bagaimanapun usahamu membuktikannya selalu ada celah untuk menjatuhkannmu. "Tak akan kubiarkan Victoria lecet," balas Érique. Hanya kalimat itu yang mampu keluar dari bibirnya. Tak ada lagi yang bisa ia ucapkan. John terdiam, Berbicara pun percuma, mereka sudah saling jatuh cinta. "Maafkan kedatangan kami Dad. Mungkin kami membuat Dad marah. Lebih baik kita lupakan pembicaraan ini. Dan beralih pada topik tentang alasan Dad memanggilku datang ke sini," ucap Victoria berusaha sesopan mungkin pada ayahnya. John mendongak menatap putrinya. "Lupakan saja, Kalian membuat mood Daddy jadi buruk," jawab John. Rencananya ia ingin menjodohkan Putrinya dengan pria kaya, anak dari rekan bisnisnya. Namun, semuanya berantakan saat melihat Érique. Suasana semakin lama semakin canggung. Hal itu membuat Victoria pamit pulang pada ayahnya. John membiarkan mereka pergi. Percuma menghalangi orang yang terlanjur dimabuk asmara, melihat mereka berdua hanya membuat John merasa jengkel.. Dia harus memikirkan cara yang lain agar mereka berdua berpisah. *** Suasana mencekam masih terasa saat Victoria dan Érique meninggalkan kediaman John. Mereka berdua bagaikan pasangan yang baru pertama kali bertemu. Victoria melirik kakaknya yang sedang fokus mengendarai mobil. "Kita mau ke mana, Kak?" tanyanya. Mobil mereka tidak melaju ke arah jalan tol menuju Boston dan hotel tempat mereka menginap pun sudah lewat. Victoria tidak tahu kemana Érique akan membawanya. "Kita akan ke tempat yang menyenangkan," jawab Érique. Sore ini Érique ingin menyegarkan pikirannya dari tekanan ayah Victoria. Dia juga ingin bersenang-senang bersama Victoria. Karena bersama wanita itu, semua beban pikirannya berkurang. Wanita itu bagaikan cahaya sinar rembulan, menerangi malamnya yang gelap. Victoria kembali memandangi kakaknya. Dia tidak mengerti dengan jawaban Érique. "Di mana itu?" tanya Victoria. Érique hanya tersenyum manis. Cantiknya Victoria membuatnya merasa nyaman dan teduh. Semua bebannya melayang pergi entah kemana. Wanita itu memberikan sesuatu magic padanya. Érique mengelus perut wanitanya yang mulai buncit. "Percayalah padaku, pasti kau akan senang jika kita sampai," ucap Érique lagi. Victoria hanya bisa pasrah. Pria itu tidak pernah menjerumuskannya dalam hal negatif. Érique selalu bisa mengerti dirinya dan tidak akan membiarkannya berada dalam bahaya. Perjalanan yang mereka tempuh menghabiskan waktu kurang lebih dua jam hingga mereka bisa sampai di Pantai South Hampton. Pantai yang dulu menjadi saksi pertemuan Orlando dan Victoria. Tempat dimana Ayah serta ibunya menghabiskan waktu bersama. Untuk merayakan hari ulang tahun Érique. Mata Hazel milik Victoria berbinar. l "Kau masih ingat tempat ini?" tanya Érique dengan suara basnya. Victoria mengangguk. Dia merasa terharu. "Aku tidak akan lupa hari itu. Hari di mana kak Érique memperhatikanku dan juga hari di mana aku mulai jatuh cinta pada kakak," jawab Victoria apa adanya. Perlahan tangan Érique memegangi wajah Victoria. Matanya terpejam dan merapatkan bibirnya pada bibir wanitanya. Hasrat cintanya bagaikan api yang membara. Sentuhan yang awalnya lembut semakin lama berubah menjadi lumatan-lumatan penuh gairah. Keduanya larut dalam gelombang cinta yang sedang mereka arungi. Sore itu pantai sepi, hanya ada pasangan sama seperti mereka yang jumlahnya hanya bisa di hitung jari. Napas keduanya tak beraturan karena aktifitas panasnya. Mereka menyudahi kegiatannya itu setelah beberapa menit. Mereka melempar senyum satu sama lain, menertawai aktivitas bergairahnya. Untungnya mereka masih bisa menahan diri dan tidak melakukan kegiatan suami-istri di tempat itu. "Aku ingin ke pantai itu kak!" seru Victoria dengan nadanya yang manja. Di usianya yang sudah dua puluh dua tidak merubah dirinya sama sekali. Érique mengangguk setuju pada wanitanya. Membuat Victoria tersenyum senang. "Oke, kita arungi pantai itu," balas Érique. Kedua pasangan itu melepas pakaian hingga hanya pakaian dalam yang mereka gunakan. Hari ini mereka sangat bahagia melebihi bahagianya Princess Sleeping beauty saat bertemu pangerannya. Kedua insan itu bermain-main di sekitar bibir pantai. Saling menghujani air satu sama lain, dan tertawa di selah aktivitasnya. Érique mengangkat tubuh Victoria dan memutar tubuhnya dengan gerakan cepat bagai angin p****g beliung. Embusan angin begitu menyejukkan. Victoria tertawa lepas karena aktivitas kekasihnya. Setelah lelah, Érique duduk diam membiarkan gulungan ombak menabraknya. Dia mencoba mengatur napasnya, aktivitasnya cukup melelahkan. Victoria menggodanya dengan mengibaskan air ke arahnya. Membuat Érique tersenyum dan mencoba mengejarnya dalam. "Hei jangan lari kau! Kalau aku menangkapmu takkan ku biarkan kau bernapas. Aku akan menciummu sampai puas," teriaknya menggoda Victoria. Wanita itu malah terkikih dengan ancaman Érique. Dia terus berlari menghindari prianya hingga ia mulai lelah dan berjalan lebih pelan. Hampir saja Érique menangkap tubuhnya. Victoria menghindar namun dirinya terjatuh di atas air. Érique menarik tangannya agar wanitanya tidak jatuh. Akan tetapi tenaganya terkalahkan. Keduanya terjatuh di atas kumpulan air dengan Victoria berada di bawah. Mereka berdua beradu mata. Mata hitam dan mata Hazel itu saling mengamati satu sama lainnya. Gulungan-gulungan ombak menerpa keduanya. Mereka tetap saling memandang dalam diam. Sentuhan tubuh mereka menimbulkan gairah yang tak tertahankan. Victoria memegangi wajah Érique. "Aku suka hari ini," ucapnya singkat. Dia mengatakan apa yang ia rasakan. Saat itu juga ia melupakan perkataan Elizabeth dan saat kakaknya bertemu Bella. Semuanya sirna begitu saja. Keraguan, kebohongan, ketidaksetiaan semuanya berubah. Pandangannya tentang Érique kembali sama seperti dulu. Pria itu tidak pernah berubah dan selalu setia padanya. Aku tidak ingin waktu berjalan, Aku ingin tetap seperti ini, Aku ingin waktu diam konstan, Aku menyukai saat-saat seperti ini. Aku mau seperti ini. Selalu menatap wajahnya di setiap detik ke bersamaan kami. batin Victoria. Langit mulai menggelap, bukan karena akan hujan melainkan karena memang sudah waktunya matahari untuk berotasi. Cahaya biru langit meredup berlawanan dengan awan yang masih terlihat segar, berwarna putih bercampur warna oranye. "Aku juga menyukai hari ini," balas Érique. Lelaki itu bangkit dan menarik tangan Victoria agar wanita itu ikut bangkit. Melihat wajah cantik Victoria membuatnya tidak tahan untuk mengecup bibirnya. Aktivitas yang sama sebelum mereka ke pantai kembali terulang. Respon tubuh mereka sangat cepat, itu adalah satu dari banyak pembuktian betapa tulus cinta mereka. Cinta mereka tidaklah suci, mereka adalah pasangan yang saling mengotori untuk membuktikan ketulusan cinta. Tidak semua cinta harus suci, meski cinta yang suci lebih bermoral di mata tuhan dan lebih tinggi nilainya. Érique membawa Victoria menuju mobilnya. Mereka ingin mengganti pakaiannya lalu mencari penginapan terdekat. Untungnya sebelum berangkat ke rumah mewah ayah kandung Victoria, mereka terlebih dahulu singgah di pusat perbelanjaan. Semuanya sudah di atur oleh Érique. Dia bisa membaca situasi. Dulu saat SMA, ia pernah ke rumah pria itu dan menyadari bahwa John adalah pria yang pemilih. Bahkan pertemanannya dengan Orlando di urusi olehnya. Untungnya, dia anak Givanno dan Taylor. Model tersohor kala itu. Alhasil dia di ijinkan berteman dengan Orlando. "Setelah ini kita ke hotel. Aku tidak sabar untuk melakukan ritual mingguan kita." ucap Érique membuat Victoria tersenyum. Dia mengerti maksud kalimat ambigu kekasihnya itu. Mereka berbeda dengan pasangan dewasa lainnya yang melakukan kegiatan intim setiap harinya. Mereka justru melakukannya sekali seminggu atau sekali dalam dua minggu. Hal itu dilakukan agar tak ada rasa jenuh diantara keduanya. Terbukti sekarang mereka baik-baik saja selama 4 tahun tanpa ada pihak ketiga dan semoga saja tidak ada. . Instagram: Sastrabisu
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN