PERTEMUAN, GARA-GARA YUPI!!

1842 Kata
Switzerland atau Swiss memiliki luas wilayah sebesar 41.277 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 8.236.303 jiwa dan sekarang Arumi Bramantyo Logan, seorang dokter berperawakan tinggi semampai layaknya seorang model kini menjadi salah satu dari penduduk sana walau keberadaannya hanya untuk berlibur agar terlepas dari penatnya dunia kedokteran. Wajah gadis itu tidak banyak berubah malah semakin cantik meski kini usianya sudah menginjak usia dewasa untuk memiliki pendamping. Sayangnya, selama 25 tahun hatinya tak pernah goyah walau sekedar bermain dengan laki-laki. Ada sih pertama Elvano sang daddy, kedua adiknya Adelio, ketiga adik bontot si manja Oscar selebihnya nothing. Siapa yang tidak mau dengannya, anak dari salah satu konglomerat terkenal di Indonesia Elvano Bramantyo Logan sang CEO ternama yang begitu disegani oleh siapapun dan dimana pun dia berada. Sayangnya begitu manja jika bersama istrinya Abrina. Arumi tidak suka jika dirinya selalu disangkut pautkan dengan sang daddy, bukan apa-apa setiap laki-laki yang dekat dengannya selalu berbicara tentang sang daddy dan pekerjaan dan itu huh membosankan dan tentunya… menyebalkan. Jari lentik yang biasa memegang pisau bedah rumah sakit kini mendorong pintu balkon, "Hemmm, indah." gumamnya merentangkan kedua tangan menikmati semilir angin sore hari ini. "Hari ini istirahat dulu atau," memutar punggungnya melihat ke dalam kamar hotel kemudian berjalan masuk meraih tas kecilnya berkata, "jalan-jalan dong hehe," melangkah keluar dari kamar. Berjalan menikmati kesendirian tanpa ditemani adik-adik, ini hal pertama kali bagi Arumi. Menyenangkan sih, tapi tetap saja hatinya merasa sepi tanpa keributan mereka. "Hm, tumben anak-anak nggak chat terus? Biasanya gak berenti." monolognya melihat grup keluarga sedang tidak aktif. Logan Family(っ˘з(˘⌣˘ ) Me : Kok sepi, biasanya ribut? My moms : Mommy sengaja minta mereka buat nggak ganggu kamu princess, biar bisa healing sebelum di recokin sama adik-adikmu. Anak mommy baik-baik aja kan? My moms : Gak ketemu orang aneh kan? My moms : Nggak ada yang nakal sama kamu kan princess? My moms : Kalau ada apa-apa telpon langsung jangan di sembunyikan atau nggak kamu nginap di tempat anty Lin aja, gimana? Si nakal : Oke, Lio masih liatin ◉‿◉ Si manja : Oscar juga, 。◕‿◕。 Si cerewet : Me too 。◕‿◕。 My Superman : Kan daddy udah bilang, jangan dibiarkan pergi kalo ujung-ujungnya mommy nangis nggak berhenti ಠ*ಠ Me : Kan kan kan, baru aja di pancing mulai lagi. Mommy ku sayang, Umi baik-baik aja beneran deh jangan nangis lagi dong please (⊃。•́‿•̀。)⊃ Si cerewet : Allahuakbar malah makin keras nangisnya. Hadeh, My moms : Ih adek, jangan di omongin dong nanti kalau kakaknya pulang gimana? Me : Ini kakak udah balik ke hotel lagi mau siap-siap ke bandara. Si manja : Nah loh mom, Si nakal : Ayo loh mom, akak pulang My Superman : Daddy nggak ngomong apa-apa loh mom(ꏿ﹏ꏿ;) My moms(◍•ᴗ•◍)✧*。calling… Arumi terkekeh, menerima panggilan video dari sang mommy. "Halo mommy sayang," Arumi tersenyum lebar melihat wajah sembab Abi. Dia tuh sebenernya gemes banget sama mommynya ini, soalnya kadang dia yang buat peraturan malah dia yang melanggar sampai daddy dan adik-adiknya cuma bisa pasrah. "Mommy diledekin mereka," suara manja menggemaskan Abi terdengar, mengarahkan kameranya ke sofa dimana sang daddy dan adik-adiknya tengah duduk pura-pura sibuk. Ia hanya tertawa kecil. "Princess baik-baik aja kan?" "I'm fine mommy, janji nggak bakal nakal. Nih liat Umi sekarang lagi di Lake Brienz di kanton Bern, keren banget mom sayang nggak ada perusuh." "Hahaha yang penting jaga kesehatan disana." "Iya mommy sayang. Udah dong, nanti Umi beneran balik loh nggak jadi healing." "Ih kamu mah gitu ngancem nya." "Hehe," "Iya mommy nggak nangis lagi, asal selalu kabarin mommy, nggak usah mereka." "Siap boss." "Ya udah pai pai sayang, happy ya disana." "Siap. Jangan nangis lagi, awas Umi nggak mau balik sekalian kalo denger mommy nangis lagi." ancam Arumi kalau tidak begitu Abi tidak akan diam, hanya ancaman yang bisa membuatnya patuh dan hanya Arumi yang dapat melakukannya. "Iya, iya nggak lagi." "Sayang mommy hehe." "Mommy too princess, dah." Arumi melambaikan tangan tersenyum lebar, setelah itu memutuskan panggilan dari sang mommy lalu fokus pada pemandangan indah yang tersaji di depan sana. Sibuk dengan kesendirian mendatangi tempat-tempat indah, dia sampai lupa waktu untuk kembali ke hotel. Sebelum kembali ke hotel, langkah Arumi berhenti di depan bar. "Princess ingat, main ke club itu gapapa asal Umi tau mana yang baik mana yang buruk." Ucapan sang nenek kembali teringat, itu saat dirinya pulang dari club dalam keadaan mabuk. "Sshh, gapapa kali ya, kan nggak bakal mabuk juga." monolognya melangkah masuk ke dalam bar tanpa berpikir dua kali, toh sekali-kali bermain tanpa siapa-siapa kan gapapa. Pikirnya. Suara musik dan teriakan pengunjung bar menggema begitu ia tiba di dalam. Tak ada bedanya dengan Jakarta, cuma mungkin disini lebih terbuka lagi melihat pasangan yang sedang bermain di meja masing-masing. Langkahnya terhenti tepat di depan meja bar, dan memesan satu brandi. "Sir, one Cognac." ucapnya di balas anggukan kecil dari bartender disana. Orang itu terlihat muda dari bartender lainnya, kalau ngomongin soal muka sih, okelah tampan terlihat tegas. Sayangnya dia tidak tertarik. "Kau orang baru?" tanya si bartender selagi membuat minuman pesanannya. "Yes, I'm from Jakarta." "Waw, silahkan." Entah apa maksudnya, Arumi hanya mengangguk menerima pesanannya lalu mengecap rasa dari Cognac brandi kesukaannya. Satu hal yang perlu diingat, Arumi sangat menyukai kesendirian dan berada di antara orang-orang yang tidak mengenalnya paling ia sukai seperti sekarang. Berbeda dengan Arumi, langkah seorang lelaki tinggi kekar terseret memasuki bar. Tatapan dingin tersirat sesuatu disana, sayangnya tersembunyi oleh kekosongan. "Tequila," sosok itu menyesap rokoknya setelah menyebut pesanannya lalu duduk tepat di belakang Arumi. "38 persen?" "51." "Okay, wait." Uhuk, Arumi terbatuk-batuk menghirup asap rokok dari belakangnya. Mendengar suara batuk dari gadis yang memunggunginya, dia cepat-cepat mematikannya. "Sorry," cicitnya menunggu gadis itu berbalik, sayangnya dia hanya terlihat memesan minum lagi membuatnya terkekeh kecil. "Thanks," ucapnya meraih gelas Tequila nya lalu meneguknya sekali tandas. Berdesis kala rasa pahit menjalar ke seluruh tubuhnya, namun dia tak ingin berhenti disitu saja dan sekali lagi menaikkan jari telunjuk meminta lagi. Lagi. Lagi. Lagi. Hingga gelas kelima, tangannya menghempaskan gelas di atas meja untungnya tak pecah. Kepalanya berdenyut, ingatannya kembali dimana dia tak sengaja melihat seseorang yang ia percaya sedang bersama lelaki lain. Pertama tak terbalaskan, kedua dikhianati, lalu ketiga lengkap sekali. Ia kira dengan membuka hati lagi dia benar-benar mendapatkan hasil yang indah, sayangnya nol besar. Lalu sekarang apa yang harus ia lakukan? Memutuskan untuk berpisah saja atau diam layaknya orang bodoh. "Haish, f**k!" Umpatan itu terdengar lucu di telinga Arumi, meski begitu ia tetap diam menikmati alkoholnya walau sekarang kepalanya sudah berputar. "Oi, apa orang tuamu tau kau disini?" What the hell. Apa-apaan ini? Siapa dia, berani membawa-bawa orang tua disini. Tidak Arumi, tahan saja jangan dengarkan racauan orang asing, lakukan seperti biasa tidak perlu dipedulikan. "Sepertinya tidak ya? Benar sih, untuk apa orang tua tau anak-anaknya sedang apa, toh mereka tau tentang sakitnya pun tidak." Oke, Arumi masih diam. "Kau tau, aku baru saja melihat sesuatu yang membuat hatiku hilang respect untuk jatuh cinta lagi." Ah, oke Arumi mengerti pokok permasalahan orang di belakangnya. "Padahal kami sudah!" terdiam kaku melihat gadis di hadapannya berbalik. Cantik. Itulah yang ada dalam benaknya meski lampu kelap-kelip sedikit mengganggu mata nya agar terfokus pada setiap inci wajah gadis itu. Bola matanya, alisnya, sudut bibirnya, kernyitan di dahinya, bahkan kedipan kedipan mata gadis itu terlihat asing. Apa dia pernah bertemu? Ia menggeleng, sepertinya tidak. "Kau?" dia menunjuk Arumi, "cantik hehe." terkekeh meraih gelasnya kembali lalu mengangkat nya. "Ingin bersulang? Bukan apa-apa, hanya tidak ingin terlihat mengenaskan." lanjutnya kala melihat tatapan dingin dan tajam menusuk dari Arumi. Ia kira dirinya sudah terlalu dingin jika melempar tatapan pada orang lain, tapi ternyata ada yang lebih tajam bahkan sedikit terlihat menyeramkan. "Benarkah? Oke. Bersulang." "Oh? Ah, oke." sepertinya dia mabuk. Lihatlah, dia begitu manis saat sudut bibirnya terangkat menghasilkan senyuman indah. Ash… dia pernah melihat senyum ini tapi dimana? Astaga, sepertinya di umur 37 tahun ini dia harus makan makanan sehat. Hemm, kalau dipikir-pikir lagi mereka sudah dalam keadaan tidak baik-baik saja untuk terus meneguk minuman. Lihatlah, Arumi yang tertutup dan dingin tersenyum lebar, sedangkan lelaki yang tengah patah hati seolah melupakan masalahnya. "Kau, pernah jatuh cinta?" "Nope." Arumi menggeleng cengengesan. "Benarkah? Why?" Tuk! "Auh sakit!" lelaki itu mengusap keningnya yang mendapat ketukan dari jari lentik Arumi. "Kau sekarang disini karena apa?" "Sshh, emm patah hati? Maybe." "Ehem," Arumi mengangguk. "aku tidak percaya dengan cinta selain," "Selain?" "I love mommy hehe. Ah satu lagi, my daddy and adik-adikku yang nakal." Arumi tiba-tiba cemberut, "aku merindukan mereka huhuhu." "Aku turut berduka cita." PLAK!! Suara tamparan itu berasal dari Arumi. Beberapa orang terlihat menoleh ke arah mereka terutama pada lelaki yang kini termangu tak percaya memegang pipi. Arumi berdiri meski sempoyongan menekan-nekan kepala lelaki tersebut berbicara, "Kau, dasar sialan. Dasar laki-laki b******n. Bagaimana bisa kau menyumpahi keluargaku yang tidak-tidak, hah!? Kau siapa, sialan! Akh! Kau menggigit tanganku sialan!" Lelaki itu terkekeh melepas gigitannya pada jari Arumi lalu memohon dengan wajah sedih. "Maafkan aku, aku mengira mereka sudah pyung berada di surga." lontarnya. "Lihat, tamparan mu sangat keras sampai bibir seksi ku terluka." Hap! Arumi menangkup kedua pipi lelaki itu sampai monyong. "Katanya terluka?" tanyanya menggeleng menyipitkan mata melihat bibir orang tersebut. "Yupi?" cicitnya dengan mata berbinar. "No, ini bukan yupi tapi bibirku!" menyentak tangan Arumi namun Arumi kembali menangkup kedua pipinya. "No no no, dasar bodoh. Ini itu yupi, kesukaan si cerewet." "No. Ini bibirku." "No. Ini yupi." "Bibirku!" "Yupi!!" "Bibirku!" "Yup!!" terpotong kala beberapa bodyguard menarik keduanya keluar. "Go away from here! Dasar orang aneh!" tekan si bodyguard mendorong mereka keluar, sampai Arumi tak sengaja terjatuh. "Hei bung, jangan terlalu kasar padanya." sergah lelaki tersebut mendorong si bodyguard tadi. "Enyah lah sialan. Pergi kalian dari dini," "Tidak sebelum kau meminta maaf padanya. Lihat dia," menarik Arumi berdiri, "dia itu gadis cantik, kau tidak boleh menyakitinya." "Benar." Arumi membenarkan dengan anggukan keras. "Kau siapa? "Aku?" dia bingung harus menjawab apa, kepalanya yang berputar membuatnya tak dapat berpikir. "Oh benar juga, kau siapaku?" tanya Arumi mengetuk-ngetuk dagu berpikir, sementara otaknya sudah tidak bekerja dengan baik sekarang. "Pergilah sebelum kami benar-benar melempar kalian_" "Aku calon suaminya, benarkan sayang?" merangkul Arumi yang kini berkedip-kedip polos. "Peduli setan. Pergilah." para bodyguard tadi berbalik meninggalkan mereka yang merajuk sedih. "Kau calon suamiku? Benarkah? Tapi kenapa? Aku bahkan tidak mengenalmu?" Arumi melepas rangkulan lelaki itu berkacak pinggang, mendelik tajam. "Oh? Benar juga. Baiklah kenalkan aku ummpphhh!! bibirnya di bungkam dengan Arumi tiba-tiba mengapit bibirnya. "Yupi nya bergerak hehe." Dia memutar bola matanya, menyingkirkan tangannya Arumi. "Baiklah, kalau ini yupi, kau ingin apa? Memakannya? Silahkan. Kau ini sepertinya sudah mab_" "Apa aku boleh melakukannya? Aku ingin membaginya dengan adikku. Boleh tidak minta yupi milikmu? Hem, boleh ya please?" Arumi menadahkan telapak tangan mempoutkan bibirnya meminta. "Kau yakin?" "Ehem," "Baiklah." Cup! Kedua bibir mereka menyatu, Arumi yang polos tidak tau apa-apa soal bagaimana cara kerja bibir tersebut hanya mematung merasakan sengatan listrik hingga membuat jantungnya berdetak kencang, dengan membiarkan lelaki itu paling dominan memainkan bibirnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN