“Apa kau juga mengenal Harry?”
Tampak bola mata Hani membesar mendengar pertanyaan itu, tetapi itu hanya sesaat, karena Hani langsung memasang ekspresi wajahnya yang biasa. Se-normal dan se-biasa mungkin.
“Kenapa kau berpikir seperti itu?” balas Hani, balik bertanya.
Rendra mengarahkan matanya ke arah Harry, yang sedang minum-minum dengan Keanu di konter bar, lalu menerangkan alasan dari pertanyaannya barusan.
“Kau tampak lega saat Harry pergi. Jadi kupikir, mungkin saja, kau pernah memiliki memori atau hal yang tidak menyenangkan dengannya.”
“Tidak, aku tidak mengenalnya.” tandas Hani sembari menggelengkan kepalanya.
Tadinya, Hani ingin menyudahi topik tentang si Harry ini. Tetapi, mata Rendra lekat memperhatikannya, seakan-akan menunggu penunggu penjelasan lebih lanjut dari Hani.
Hani mengembuskan napas panjang.
“Aku hanya tidak begitu menyukai orang yang berada di bawah kendali alkohol.” papar Hani.
“Kuasumsikan Keanu tahu hal itu? Makanya dia menyeret Harry ke bar.” ujar Rendra.
“Iya, Kak Keanu tahu.” ucap Hani singkat.
Hani menengok ke Keanu dan Harry di konter bar. Keduanya sedang asyik bersenda gurau sembari menenggak minuman memabukkan itu. Hani juga melihat beberapa orang di sekitar Keanu yang wajahnya sudah merah dan mulai limbung. Hani segera membalikkan badannya setelah rasa bergidik menghampiri dirinya.
‘Tenang, Hani. Di sini banyak orang, terang, dan masih banyak orang yang sadar. Tenang.’ batin Hani berulang kali dalam hati.
“Kau tahu, aku tidak pernah menyangka akan bertemu lagi denganmu di sini.” tutur Rendra, membuyarkan Hani yang sedang fokus memberi sugesti pada dirinya sendiri. Meski begitu, Hani bersyukur karena Rendra mengajaknya berbicara, jadi ia bisa memfokuskan pikirannya pada obrolan di antara mereka berdua.
“Aku juga berpikir akan hal yang sama.” balas Hani.
“Lebih-lebih, siapa yang menyangka kalau kau adalah kenalan Keanu.” seloroh Rendra sembari tertawa kecil.
“Kurasa ke mana pun Kak Keanu pergi, akan ada saja orang yang mengenalinya.”
“Mungkin saja. Koneksi yang dimilikinya bukan main.” tukas Rendra. “Kenapa kau mau diajak Keanu datang ke sini?”
“Aku diiming-imingi makanan gratis olehnya.” ringis Hani. Rendra tertawa melihatnya.
Hani ikut tertawa lalu segera menyambung, “Makanan hanya salah satu alasannya. Aku juga sudah lama tidak bertemu Kak Keanu dan kupikir tak ada salahnya untuk ikut dengannya jalan-jalan ke Bandung.”
“Apa kalian hanya datang berdua ke Bandung?” tanya Rendra, dengan kedua tangannya asyik menggoyang-goyangkan botol air mineral di tangannya.
Mata Hani, tak pelak, ikut memperhatikan botol yang bergoyang tersebut. Untung Hani masih menyimak pertanyaan dari Rendra. Hani pun kembali mengalihkan perhatiannya, yang sempat terdistraksi karena botol bergoyang, ke Rendra.
“Tidak. Ada satu orang lagi, dia juga satu almameter denganku dan Kak Keanu. Maaf dia tidak ikut ke sini karena dia lelah habis jalan-jalan seharian seorang diri.” jawab Hani.
“Santai saja. Kau mau datang saja aku sudah sangat berterima kasih.” tukas Rendra sembari tersenyum.
Beberapa menit selanjutnya, Hani dan Rendra asyik dengan obrolan mereka. Namun obrolan keduanya harus terhenti sesaat karena suara gelak tawa yang terdengar keras-keras dari arah bar. Hani adalah yang pertama menengok ke sumber suara, baru diikuti oleh Rendra.
Rupanya sebuah kelompok berisi empat orang tampak mabuk berat. Melihat kondisi sekelompok orang mabuk itu, Hani dengan cepat berbalik badan dan berusaha memasang raut wajah datar.
‘Tenang. Mereka tidak akan melakukan apa-apa padamu, Hani.’ cetus Hani dalam hati.
“Hani.” panggil Rendra.
“Ya?” sahut Hani.
“… Apa kau sudah suka menggambar sejak kecil?” tanya Rendra, setelah agak lama memperhatikan wajah Hani.
Aneh. Rendra tampaknya mau mengatakan sesuatu yang lain, namun setelah melihat wajah Hani, Rendra segera mengganti ucapannya.
Apapun itu, Hani juga tidak sempat menjawab pertanyaan tersebut, karena tiba-tiba Keanu datang dan mendudukkan pantatnya di sebelah Rendra.
“Kenapa kalian tampak begitu dekat, hm? Aku cemburu melihatnya.” cerocos Keanu.
“Kau sudah selesai dengan Harry?” tanya Rendra.
“Ya, aku hanya berbasa-basi sebentar dengannya.” jawab Keanu.
Baru saja mereka bertiga akan membuka topik obrolan baru, seseorang tampak memanggil Rendra dari meja lain. Rendra membalas panggilan tersebut dan mau tak mau beranjak dari kursinya.
“Aku pergi dulu sebentar, nanti aku akan kembali lagi.” ujar Rendra kepada Keanu dan Hani.
“Santai saja, aku tahu kau sibuk. Sudah pergi sana. Akan kukabari lewat chat jika aku pulang nanti.” usir Keanu berkelakar.
Terlihat Rendra hanya menertawai candaan temannya itu. Setelah bertukar senyum juga dengan Hani, Rendra pun pergi.
Selepas kepergian Rendra, Hani membuka suara saat melihat Keanu yang duduk agak berjarak darinya.
“Apa kau minum banyak?”
Keanu mengacungkan satu jari.
“Satu botol?”
Muka Keanu menjadi masam setelah mendengar tebakan Hani.
“Satu gelas, Hani.” jawab Keanu dengan nada kesal.
Hani tertawa mendengarnya.
“Apa kau mau kembali ke hotel sekarang?” tanya Keanu.
Hani mengerutkan keningnya.
“Tidakkah kau harus menyapa teman atau kenalanmu yang lain? Sedari tadi kau hanya berbincang denganku dan Rendra.” imbuh Hani.
Keanu mengibas-ibaskan tangannya. “Tokoh utama malam ini adalah Rendra. Artinya, berbincang dengan Rendra saja sudah cukup. Dan lagi, kebanyakan yang datang adalah kolega Rendra, bukan diriku.”
Hani membalas sekenanya lalu mengiyakan untuk kembali ke hotel saat ini juga. Mendapatkan respons positif dari Hani, Keanu langsung mengambil ponsel di kantong celananya, lalu memijit-mijitnya beberapa saat, kemudian kembali memasukkannya ke kantong.
“Ayo. Aku sudah mengabari Rendra.” tukas Keanu.
Keduanya tidak membawa banyak barang, Keanu hanya dengan ponselnya dan Hani dengan tas bahu miliknya. Tidak butuh waktu lama untuk bersiap kembali ke hotel. Namun saat akan beranjak dari kursi, suatu objek menangkap perhatian Hani.
“Kak Keanu, tunggu dulu.” sahut Hani.
Keanu, yang kadung berdiri, menghampiri Hani. “Ada apa?”
Objek yang menarik perhatian Hani adalah lembaran kertas kosong, pena, dan kotak gelap dengan stempel besar-besar bertuliskan ‘REVIEW’ tertempel di dinding. Hani tersenyum melihatnya, lalu ia mengambil beberapa lembar kertas dan pena yang tersedia.
“Kak Keanu, tulis review-mu di sini.” tunjuk Hani sembari menyerahkan selembar kertas dan pena ke Keanu.
Salah satu alis Keanu terangkat, bingung dengan kertas di tangannya. Barulah kemudian ia menangkap arti ucapan Hani dan tertawa lepas.
“Rendra, benar-benar orang itu…” decak Keanu. Tak ayal, ia menulis kesan dan sarannya malam ini di soft opening Here ‘n There.
Hani sendiri langsung menulis kesan, kritik, dan saran untuk Here ‘n There, usai memberikan kertas dan pena ke Keanu tadi. Tanpa sadar, Hani memberikan review yang cukup panjang. Membaca kembali review miliknya, ia kemudian melipatnya dan memasukkannya ke kotak yang tersedia.
***
Dalam perjalanan kembali ke hotel, di dalam taksi, Keanu berkata, “Kau tahu, tidak banyak orang yang menulis review seperti kita tadi.”
Hani yang asyik memperhatikan keadaan jalanan Bandung yang macet dari jendela, hanya berdeham tanda ia mendengarkan.
“Kalau bukan karenamu, aku pun sepertinya tidak akan menulisnya.” tukas Keanu. “Mengapa kau mau menulis review-mu di situ?”
Hani diam sesaat, barulah ia membuka mulutnya. “Karena kotak itu ada di situ dan kebetulan aku melihatnya.”
Keanu tertawa pelan mendengar jawaban Hani.
“Semoga review kita tadi berguna.” harap Hani. Keanu menyahut, “Berguna atau tidak, aku yakin Rendra akan senang membacanya.”
Kali ini Hani menoleh karena agak terkejut. “Kenapa Rendra yang akan membacanya?”
“Karena ia pemilik kafenya.” jawab Keanu, menyatakan hal yang sudah jelas.
“Bukan, maksudku, bukankah biasanya yang membaca review dari pengunjung adalah bagian operasional?” tanya Hani dengan nada sedikit panik.
“Kau pikir yang memiliki ide untuk menempelkan kotak review di dinding tadi siapa? Tentu saja, Rendra.”
Kedua mata Hani membesar.
“Orang itu produktifnya bukan main. Dia tidak bisa diam barang sedetik saja. Ada saja yang dikerjakannya.” sambung Keanu.
Saat itu juga, racauan pelan keluar dari mulut Hani.
“Mati aku.”
Keanu menoleh dan mengamati Hani dengan wajah heran.
“Ada apa?”
“Aku tadi menulis review-ku terlalu jujur.”
Gelak tawa Keanu mengisi ruang di taksi pasca mendengar perkataan Hani.