Naviza masih terdiam disana, menatap lurus kedepan, tatapan kosong pada deburan ombak yang bergantian. Segala ruang dipikirannya kelabu, hanya menyisahkan luka yang teramat dalam menyayat hatinya, kabar duka itu, benar-benar mematikan separuh hidupnya. Tak terlukiskan lagi betapa besar penyesalan dalam dirinya, dia tak berdaya mencegah tragedi itu. dia tak hadir disana. Air matanya terus mengalir, belum juga berhenti terisak. Duka ini kembali ia rasakan, sama perihnya seperti lima tahun lalu saat dirinya melihat pusara anaknya sendiri. kematian memang sesuatu yang amat pahit, bekasannya luar biasa dalam. Abyra menghampirinya, duduk di sampingnya, ikut menikmati pemandangan pantai dengan deburan ombaknya. Sesaat, dia tidak mengatakan apapun, hanya ditatapnya Naviza dengan iba. “kau tidak